Melalui pendidikan nonformal, para anak didik pun disediakan wadah untuk berlomba, misalnya MTQ. Hadiah bisa diminta kepada kepala desa. Kan ada Dana Desa. Para orangtua juga harus memiliki kepedulian terhadap anak didik anaknya. Kepala desa harus mengecek anak-anak yang tidak sekolah agar menikmati pendidikan.
Program jangka panjang melalui pendidikan ini memang memakan waktu, tetapi hasilnya akan memangkas satu generasi kelak. Kita akan menemukan atau mendapatkan generasi yang melek huruf Alquran dan memiliki budi pekerti yang baik. Anak generasi bangsa yang bebas dari penggunaan obat-obat terlarang,
Meskipun pengalaman masa sekolah saya di SD dulu mungkin tidak tepat diterapkan pada anak-anak yang lebih banyak dipengaruhi unsur "asing" sekarang, namun tidak ada salahnya dipraktikkan di sekolah ketika anak-anak dan para murid masih segan pada gurunya. Â Guru agama, kebetulan Pak K.H. Muhammad Hasan, B.A. mengajarkan kami mulai dari mengenal huruf Arab, cara dan tertib berwudu dan salat, hingga praktik salat pada hari Jumat di masjid kecil di Kanca dulu. Ini bisa dilakukan kalau guru agama SD mau melakukannya. Kalau tidak, ya memang susah.
Ilmu agama harus diberikan di sekolah. Ini sekaligus menimpali komentar Bung Marsadi. Ilmu agama merupakan benteng tangguh terhadap godaan duniawi terhadap seseorang. Ini akan tertanam dengan baik jika diberikan sejak dini. Ya, sejak duduk di sekolah dasar itu. Saat ini kita tidak lagi mendengar di Parado pada malam-malam hari suara anak-anak yang mengaji di rumah guru mengaji. Suara di rumah sudah tergantikan oleh suara musik dari TV atau musik dari HP yang diperkeras melalui pengeras suara .Â
Perubahan masyarakat yang begitu cepat yang disinggung adik Kaharuddin, itu adalah sesuatu yang "given" (terberi) dan tidak dapat dibendung. Pengaruh teknologi sudah merasuk hingga ke dapur orang desa, bukan cuma orang kota. Anak-anak desa sudah bergaya orang kota. Lihat saja rambut mereka sudah dicat pirang. Untuk merupakan stempel tentang "kemajuan" menurut mereka. Padahal, untuk apa. Hanya untuk aktualisasi diri belaka dan mempermudah polisi membekuk mereka jika melakukan tindakan kriminal.
Teknologi hanyalah alat dan penggunaannya akan ditentukan oleh manusianya. Kalau kita gunakan secara baik-baik jelas akan bermanfaat. Jika digunakan salah, juga akan salah. Jadi, akan kembali kepada manusianya. Sepanjang manusianya tidak mampu mengendalikan diri memperlakukan teknologi, jelas dia akan terjerumus pada dampak buruk teknologi.
Mengapa banyak pelajar dan siswa yang menikah diri, jelas itu salah satu dampak teknologi yang membawa kemudaratan. Mereka saat ini dengan mudah mengonsumsi siaran dan film yang sebenarnya belum layak mereka tonton. Kebebasan menggunakan gawai (selepon seluler) juga kian mempercepat dan memperbanyak anak-anak yang menikah dini.Â
Maraknya anak-anak menikah dini itu diperparah lagi dengan tidak adanya penyuluhan tentang Kependudukan dan Keluarga Berencana yang selalu mengarahkan anak-anak usia subur untuk menunda usia pernikahan sebagai upaya mengendalikan jumlah penduduk dan menghasilkan keluarga yang sehat dan sejahtera.
Â
Â
.