Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ramang, Bila Perlu Mati di Lapangan (21)

25 April 2021   15:30 Diperbarui: 25 April 2021   15:53 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramang pada usia tua / dokpri

Prestasi kesebelasan nasional Indonesia dan diperkuat Ramang yang paling tinggi adalah mampu menahan 0-0 kesebelasan raksasa Beruang Merah, Uni Soviet, di Olimpiade Melbourne, Australia, tahun 1956. Kabarnya, andaikata kaos Ramang tidak ditarik pemain lawan, mungkin Indonesia akan membalik keadaan.

Dalam menghadapi pertandingan ulang, Soviet dilaporkan kebingungan bagaimana mengatur siasat dan strategi menghadapi Indonesia dengan pola permainan sama pada pertemuan pertama. Pelatih Soviet mewanti-wanti pemainnya agar tidak mengulangi kesalahan pada pertandingan ulang. Apa lacurnya, pemain Indonesia yang sudah kelelahan harus mengakui keunggulan Soviet dan menyerah 0-4.

 'Anak-anak, inilah saatnya. Kalau perlu mati di lapangan,'' pesan Tony Pogacnik sebelum pertandingan.

Di tingkat Asia, Indonesia pernah meraih medali perunggu pada Asian Games 1958 di Tokyo. Malah dua tahun sebelumnya, Indonesia berhasil menyisihkan RRChina pada perebutan tiket Piala Dunia 1958 Swedia. 

Dalam pertandingan grup I Asia Afrika, Indonesia berhadapan dengan RRChina dengan sistem kandang dan tandang. Pada pertandingan pertama di Jakarta 12 Mei 1957, Indonesia mencukur China 2-0. Dalam pertandingan tandang di Beijing (dulu namanya Peking) 2 Juni 1957, Indonesia kalah 3-4.

Berkat prestasi Ramang, Indonesia masuk dalam hitungan kekuatan bola di Asia. Satu demi satu kesebelasan Eropa mencoba kekuatan PSSI. Mulai dari Yugoslavia yang gawangnya dijaga Beara, salah satu kiper terbaik dunia waktu itu..

Nama lengkapnya, Vladimir Beara, lahir di Zelovo, Yugoslavia, 2 November 1928. Ia pernah memperkuat salah satu kesebelasan di Kroasia dan Yugoslavia, sebagai kiper dan juga manajer. Sebagai penjaga gawang, dia sudah malang melintang dalam berbagai kesebelasan. 

Antara tahun 1947-1955 memperkuat kesebelasan Hajduk Spilit dengan rekor bertanding 136 kali. Memperkuat Red Star Belgrade (1955-1960) dengan 83 kali penampilan. Membela Alemmania Aachen, Jerman (1960-1963) dengan 23 kali pertandingan dan memperkuat Victoria Koln, Jerman, dengan rekor 23 kali bermain. Antara tahun 1950-1959, dia memperkuat tim nasional Yugoslavia dengan rekor bertanding 59 kali. 

Penjaga gawang Uni Soviet, Lev Jashin berkata, dirinya bukan apa-apa, tetapi Beara adalah penjaga gawang terbesar sepanjang waktu. (Lev Jashin said that not him, but Vladimir Beara is the greatest keeper of all times. Pada tahun 1967, dia mengakhiri sebuah kursus wasit di akademi olahraga di German Sport University Cologne, sekarang bernama Hennes Weisweller Academy. Ia menjadi pelatih klub di Jerman, Belanda, Austria, dan Yugoslavia dan juga tercatat sebagai pelatih tim nasional Kamerun.. Ia memulai karier sebagai pelatih dengan memenangi kejuaraan nasional bersama kesebelasan Hajduk Split pada tahun 1971. 

Kemudian dia juga dipercaya sebagai asisten pelatih di Slavko Lustica, klub pertama sejak jadi pemain tahun 1955. Selama kariernya dia memperoleh penghargaan sebagai anggota tim Yugoslavia pada Piala Dunia 1950, meraih medali perak Olimpiade  1952, juara Yugoslavia sepanjang tahun 1950, 1952, 1955, 1956, 1957, 1959, dan 1960. 

Juga memenangi Cup con Yugoslavia 1958 dan 1959. Kariernya sebagai pelatih dan manajer, yakni di Freiburger FC Jerman (1964-1966)., Sittardia Sittard (1966-1968), SC Fortuna Koln, Jerman (1969-1970), pelatih Timnas Kamerun (1973-1975), First Vienna FC (1979), dan RNK Split (1980-1981).  

Juga ada ada klub Stade de Reims dengan si kaki emas Raymond Kopa tak mau ketinggalan melakukan 'uji nyali' melawan kesebelasan Indonesia.

Raymond Kopaszewski  lahir di Noeux-les-Mines, Perancis, 13 Oktober 1931; umur 79 tahun) merupakan mantan pemain sepak bola berkebangsaan Perancis. Dia pernah bermain untuk klub utamanya seperti Angers SCO, Stade Reims, dan Real Madrid.Di timnas Perancis, dia bermain 45 kali dan mencetak 18 gol. Hasilnya membawa negaranya menjadi juara ketiga Piala Dunia FIFA 1958. 

Kopaszewski dengan tinggi badan 1,69 cm pernah menggetarkan jala lawan sebanyak 123 kali (gol). Saat memperkuat kesebelasan Angers SCO (1949-1951) dia mencatak 15 gol dalam 60 kali penampilannya. 

Bersama Stade Reims dalam 158 kali penampilannya mengukit 48 gol angtara tahun 1951-1956. Sebanyak 24 gol dia hasilkan dalam 79 kali penampilannya bersama Real Madrid antara tahun 1956-1959. Kembali pada tahun 1959-1967 dia memperkuat Stade Reims dengan 244 kali penampilan dan menghasilkan 36 gol. Dia menempati posisi sebagai attacking midfielder, striker, penyerang tengah kata orang zaman sekarang).

Tak ketinggalan kesebelasan Rusia dengan kiper top dunia Lev Jashin-nya.

Penjaga gawang kawakan dari Uni Sosialis Soviet Rusia (USSR) -- kini Rusia -- itu, dilahirkan di Bogorodskoye, Moskow 22 Oktober 1929 dan meninggal dunia di Miskow 20 Maret 1990.  Nama lahirnya, Lev Ivanov Jashin. Tinggi badannya nyaris 2 meter (tepatnya, 1,89 cm). 

Kiper dunia ini memiliki tiga julukan, black spider (laba-laba hitam), black panther (harimau kumbang hitam), dan black octopus (ikan gurita hitam), Trade mark-nya, ''always wore black when playing' (selalu mengenakan yang hitam ketika bermain). Hanya dia yang pernah memenangkan penghargaan sebagai Pesepakbola Eropa Terbaik tahun 1963. Rekornya yang sangat spektakuler adalah pernah menggagalkan 150 kali tendangan penalti selama karier sepakbolanya. Ini jumlah terbanyak dalam sejarah persepakbolaan. Trivia  (hal-hal yang sepele), ini mungkin penjaga gawang paling banyak julukannya dalam sejarah persepakbolaan dunia.) . 

Ada pula, klub Locomotive dengan penembak maut Bubukin.

Nama lengkapnya Valentin Borisovich Bubukin. Lahir 23 April 1933 di Moskow dan meninggal dunia 30 Oktober 2008. Mulai karier sepakbola 6 September 1959 dengan posisi sebagai striker dalam pertandingan persahabatan melawan Czeshoslovakia, setelah terpilih sebagai anggota tim Piala Dunia FIFA tahun 1958. Ia tampil pertama kali pada Piala Antarnegara Eropa (Piala Eropa) tahun 1960 yang kemudian menempatkan Uni Soviet sebagai juaranya. Dia mulai bergabung sebagai pemain cadangan di kesebelasan VVS Moscow tahun 1952. 

Setahun kemudian, 1953 hingga 1960, bergabung dengan FC Locomotive Moscow dan dalam 150 kali pertandingan yang diikutinya menghasilkan 49 gol. Dalam dua tahun (1961-1962) bergabung dengan CSKA Moscow dia hanya menciptakan 3 gol dari 20 penampilannya. Kembali bergabung dengan FC Locomotiv Moscow tahun 1963-1965 dia mengukir 31 gol dari 118 pertandingan yang dia ikuti. 

Ketika memperkuat tim nasional Uni Soviet (1959-1961), dari 11 kali pertandingan hanya menjaringkan 4 gol. Setelah berhenti sebagai pemain, Bubukin menangani tim, yakni FC Locomotiv Moscow (1966-1968), SC Tavriya Simferopol (1970-1972), FC Karpaty LVIV (1972-1974), CSKA Moscow (1975-1977), Cau Lac do Quain doi (Vietnam) pada tahun 1978, CSKA Moscow (1979) sebagai asisten pelatih, sebagai direktur (1980), kemudian dipercaya sebagai asisten pelatih tahun 1981-1983 dan 1985-1987. Dia bergabung dalam tim nasional Uni Soviet di Piala Dunia (1959) dan tahun 1960 meraih gelar I ketika Soviet menjuarai Piala Antarnegara Eropa) .

Hingga kesebelasan Grasshopers dengan Roger Vollentein merasa tertarik mengetes kemampuannya melawan kesebelasan Indonesia.   .

Untuk menentukan pemenang (karena sama-sama satu kali menang), maka dilaksanakan pertandingan menentukan di tempat netral. Tempat yang dipilih adalah Birma (Myanmar) dengan wasit dari negara tuan rumah pula. 

Pertandingan berakhir imbang 0-0. Lantaran belum ada peraturan perpanjangan waktu, maka pemenang ditentukan dari jumlah gol yang dihasilkan tiap kesebelasan. Indonesia mengukir 5 gol, RR China 4 gol. Dengan demikian Indonesia tampil sebagai pemenang. 

Dengan kemenangan itu, di putaran kedua mestinya menghadapi Israel, namun karena kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik, Indonesia menolak bertanding. Padahal, Indonesia sudah menang WO atas Turki. Israel di putaran ketiga pun menang WO atas Sudan.   

Bika ketika memperkuat PSM, Ramang dikenal dengan trionya (bersama Suwardi Arland dan Noorsalam),  di tim nasional, PSSI, Ramang pun masuk sebagai trio. Tentu, namanya Trio PSSI. Dia bersama Phoa Sian Liong, Djamiaat Dalhar dikenal sebagai trio tim nasional. Barisan penyerang PSSI jadi makin hidup. Sayang, Sion Liong tidak dapat ikut tur Asia bersama Djamiaat dan Ramang, karena lebih memilih ikut ujian akhir SMA.

Pertandingan Asian Games 1958 di Tokyo, saat Ramang bersama kesebelasan Indonesia juga ambil bagian, diikuti 14 kesebelasan (negara). Kesebelasan-kesebelasan ini dibagi ke dalam empat grup. Indonesia berada di grup B bersama India dan Birma. Dalam pertandingan grup ini, Indonesia mengalahkan Birma 4-2 dan menang atas India 3-1.

Di putaran II Ramang dan kawan-kawan menang atas Filipina 5-2 untuk lenggang kangkung ke semifinal. Sayang Indonesia gagal ke final, karena dikalahkan 0-1 oleh Taiwan yang kemudian tampil sebagai juara. Dalam partai perebutan medali perunggu, Tony Pogacnik tidak mau memberi peluang sedikit pun kepada India yang di babak pertama dikalahkan 3-1 untuk memetik kemenangan besar. Indonesia menang 4-0 atas India, sementara juara kembali diraih Taiwan setelah menang atas Korea Selatan 3-2 di final.

Indonesia di Asian Games Tokyo ini berada di urutan ketiga dengan produksi 16 gol dalam lima pertandingan. Meski medali perunggu yang diraih di Tokyo, nanti setelah kembali ke tanah air, dan empat tahun berikutnya, Indonesia ditetapkan sebagai tuan rumah Asian Games IV/1962. Sayang tim PSSI berantakan, karena banyak pemain Indonesia terserang virus suap. Ramang termasuk dituding melakukan pelanggaran tersebut. Hingga akhir hayatnya, dia tidak pernah mau mengakui menerima suap yang dituduhkan. Gara-gara tuduhan itulah, semangat Ramang bermain bola menurun dan memutuskan mundur dari gelanggang.

Selama karier nasionalnya, Ramang telah memperkuat kesebelasan Indonesia sejak tahun 1954, yakni ketika Asian Games II tahun 1954. Nama-nama yang tergabung dalam tim Indonesia ini adalah:Parengkuan, Chaeruddin Siregar, Phoa Sian Liong, Sidhi, Tan Liong Houw, Aang Witarsa, Djamiat Dalhar, Ramang, Tee San Liong, Soegiono, Mursanyoto, Moh.Radjid, Kwee Kiat Sek, Ramlan Yatim, dan Jusuf Siregar.

Tim nasional Olimpiade Melbourne 1965: Maulwi Saelan, Chaeruddin Siregar, Moh.Rasjid, Phoa Sian Liong, Kwee Kiat Sek, Tan Liong Houw, Aang Witarsa, Ramlan Yatim, Ramang, Danu, Thio Him Tjiang, Paidjo, Rukma Sudjana, Sidhi, Djamiat Dalhar, dan Ramli Yatim.

Pra Piala Dunia 1957: Maulwi Saelan, Chaeruddin Siregar, Thio Him Tjiang, Kwee Kiat Sek, Tan Liong Houw, Aang Witarsa, Phoa Siao Liong, Ramang, Ramli Yatim, Saari, Paidjo, Moh.Rasjid, Bakir Goordy, Djamiat Dalhar, dan Danu.

Setelah itu, nama Ramang digantikan pemain PSM lainnya, seperti Ilyas Haddade yang memperkuat Indonesia pada Asian Games III/1958. Pada Pra Olimpiade Roma tahun 1960, Ilyas Haddade masih bertahan ditambah Sampara. Pada Asian Games IV/1962 di Jakarta, pemain PSM yang tergabung ke dalam tim nasional adalah Saharuna, Solong, dan Tahir Yusuf.

Memang pasca memperkuat kesebelasan nasional dia masih turun membela PSM, antara lain pada tahun 1965, ketika berlangsung Turnamen Jusuf Cup di Stadion Mattoanging. PSM muncul sebagai juara ketika itu. (Bersambung)   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun