Tidak ada yang menyangkali, nama Ramang sudah menjadi milik publik Indonesia. Ketika belajar di SMA Negeri Bima, saya pun sudah mengenal namanya melalui pemberitaan radio, khususnya RRI Nusantara IV Makassar yang cukup jelas siarannya ditangkap di Kanca. Jika tidak mengetahuinya dari radio, saya hanya membacanya melalui koran-koran bekas yang sudah lama terbit dan dijadikan pembungkus barang oleh orang dari kota Bima kala itu.
Bagaimana kehebatan Ramang, hingga kini mereka yang sempat menyaksikan penampilannya di lapangan kian berkurang. Namun cerita dari mulut ke mulut -- termasuk dengan membaca edisi pertama buku saya yang terbit 2011 -- jelas sudah menggurita secara nasional. Yang selalu dikenang orang, jika si kulit bundar berada di kakinya, sudah dapat dipastikan 99,9% gawang lawan akan bergetar. Tetapi ada yang mengatakan, tergantung kondisi psikologis Ramang.
Januar Pribadi, salah seorang pemain tim nasional berkomentar, Ramang tidak akan sepopuler seperti yang kemudian dia nikmati kalau saja tidak terjadi sesuatu kepada bek PSM Sunar.
Sunar-lah yang dipanggil mengikuti pemusatan latihan di Stadion Ikada Jakarta (Lapangan Banteng), tetapi dia sakit. Ramang yang muncul di Jakarta untuk pertama kalinya, belum dikenal sama sekali. Orang yang menyaksikan  kala itu tidak menyangka kalau dengan postur pas-pasan Ramang akan menjadi salah seorang pemain hebat dan melegenda. Posturnya tidak terlalu tinggi dan kurang cukup ideal sebagai pemain bola. Ramang mampu menutupi kekurangtianggian posturnya dengan memiliki kemampuan lari yang bagaikan kijang. Kata Maulwi Saelan, kiper Indonesia ketika menghadapi Uni Soviet di Olimpiade Melbourne 1956, hentakan kaki Ramang saat awal berlari selalu lebih cepat dari lawannya, sehingga dia selalu unggul jika adu lari. Ya, samahalnya, ketika kaosnya ditarik oleh pemain belakang Uni Soviet (dalam gambar dokumentasi FIFA) saat Ramang menghadap ke jala lawan, sementara pemain Soviet membelakang kipernya.
"Kalau lepas, kita tidak tahu apa yang terjadi dengan gawang Lev Jasin," kenang Maulwi Saelan ditemui di sekolahnya Al Azhar Budi Siva Jl.Kemang Raya Nomor 7, Jakarta, 10 Januari 2011 pagi. (*).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H