Adalah Azis Mattimu, alm, dosen Fakultas MIPA Unhas, ternyata termasuk salah seorang yang pernah dilatih oleh Ramang. Azis Matimu ketika itu bermain di bawah bendera Persipangkep (1959-1963). Tidak heran, dia tidak pernah absen jika PSM berlaga di Stadion Mattoanging saat trio ini berlaga.
"Suwardi itu kadang-kadang mampu melepaskan diri dari keroyokan 3-4 orang pemain lawan," katanya saat saya wawancarai usai menghadiri upacara penerimaan jabatan Guru Besar 23 September 2010 di Ruang Senat Unhas Kampus Tamalanrea.
Ulah Suwardi menggoreng bola hingga dirubung pemain lawan sampai 4 orang itu hanyalah trik untuk memberi kesempatan teman trionya mengisi daerah kosong yang ditinggalkan pemain lawan. Dengan cara ini, Suwardi dapat dengan cepat mengumpan bola ke salah satu dari dua teman trionya.Â
Kepiawaian Ramang bermain bola, dinilai Anwar Ramang sebagai karunia Tuhan semata, selain bermodalkan bakat alam. Kepiawaian yang muncul dari latihan mandiri tanpa pelatih dengan beban yang sangat berat dalam model yang lain dari yang lain.
Ketika Ramang tiba di Makassar, seseorang datang melamarnya untuk bekerja sebagai opas (pesuruh) di Kantor Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dengan gaji Rp 3.500 yang tidak pernah naik-naik. Ramang tak kecewa dengan imbalan sebesar itu karena masih dibolehkan bermain bola. Dia tidak pernah protes dan tahu diri. Dia terima apa adanya. Kesenangannya bermain bola tetap diizinkan. Kalau sekarang, mana ada pemain yang tahan menderita seperti itu dengan nama secemerlang Ramang? (Bersambung). Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H