Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Bola

Ramang dan Trio Maut PSM (11)

11 April 2021   22:27 Diperbarui: 11 April 2021   22:31 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramang (ke-4 dari kanan, kopiah miring)/koleksi pribadi


Seiring dengan perkembangan zaman, bermain bola dulu dan sekarang sudah jauh berbeda. Dulu, kata Anwar Ramang, ayahnya bermain bola tanpa pamrih dan karena kesenangan dan "kegilaan". Tanpa mengharapkan sesuatu sama sekali. Semata-mata memimpikan kebanggaan. Sekarang sudah masuk dalam ranah bisnis. Prestasi malah dinomorduakan, meskipun selalu digaung-gaungkan sebagai target utama.

"Perasaan diri membela dan memperjuangkan PSM juga ada melekat dalam diri pemain. Sebab para pemain ingin klub dan timnya selalu menang," kata Anwar.

Soalnya, kalau kalah dari kesebelasan lain, para pemain jelas akan merasa malu. Sekarang, para pemain yang nota bene kebanyakan bukan dari pemain lokal -- apalagi dengan pemain asing -- kalau kalah, ya kalah. Bagaikan tidak ada beban apa-apa. Menang atau kalau mereka tak pusing, tokh tetap dibayar. Kalau tak dipakai lagi, pindah ke klub lain.

Pada masa Ramang bermain, tentu saja belum ada sistem kontrak pemain seperti ini. PSM tampil sebagai tim yang disegani lawan di Indonesia dengan pemain asal daerah ini. PSM bagaikan momok bagi tim lain. Saat Anwar memperkuat PSM --pasca-ayahnya gantung sepatu -- PSM masih tetap diperhitungkan sebagai tim yang disegani lawan.

Ya tentu saja paling jadi momok ketika masa ayahnya. Apalagi ketika Ramang tampil bersama trio-nya, Noorsalam dan Suwardi Arland. Belum pernah ada satu tim di Indonesia (di tim AC Milan Italia pernah ada trio Belanda, Ruud Gullit, libero, Marco van Basten, striker, dan Frank Rijkaard, gelandang,) yang memiliki trio yang merajalela ketika menghadapi lawan-lawannya. Kemampuan trio ini sangat luar biasa. Ketiga pemain PSM ini benar-benar merupakan pemain jangkar "Juku Eja" yang selalu menjadi mitos bagi tim-tim lawan. Dalam banyak pertandingan, gol kemenangan   PSM lebih banyak diborong oleh ketiga pemain ini secara bergantian.

"Motor penggerak trio ini adalah Suwardi dan Noorsalam. Ramang bertugas menggetarkan jala lawan. Dia selalu pintar mengambil daerah hingga terjaga oleh lawan. Terkadang, lawan menjaga dia, tetapi ketika dua trionya mengumpan bola, dia sudah melesat ke posisi tibanya bola," kata Saleh Ramadaud, pemain PSM angkatan 1968-1974 kepada saya -- tentu saja -- diwawancarai 30 Oktober 2010, bertepatan dengan Konferensi Cabang PWI Sulawesi Selatan di Gedung PWI. 

Lain lagi komentar Keng Wiw dan Piet Tio. Trio ini memiliki kemampuan dan kelebihan masing-masing. Ramang memiliki kecepatan lari dan tendangan keras yang menggledek. Itu  dapat dia lakukan dari segala posisi. Ketika sulit menghadap ke jala lawan karena ditempel ketat, Ramang bisa bersalto yang menjadi salah satu kelebihannya. Ketika PSSI menang lewat gol yang diborong Ramang, 2-0 atas tim dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam pertandingan persahabatan di Jakarta, salah satu golnya dia hasilkan melalui tendangan salto. Hasil tendangan salto juga yang membuat PSM unggul 1-0 sebelum kalah atas rim Bulgaria di Stadion Mattoanging pada tahun 1958.

Wartawan senior Harun Rasyid Djibe yang sering meliput bersama L.E.Manuhua (Harian Pedoman Rakyat) dan M.Ali Kamar (LKBN Antara) -- ketiganya almarnum -- juga menyaksikan kehebatan Ramang.

"Yang hebat pada Ramang adalah ketika mengambil tendangan penalti. Dia tidak pernah menghadap ke gawang, tetapi membelakangi gawang," cerita Harun Rasyid Djibe ketika secara kebetulan saya temui di Mes Pemda Sulsel Jl. Yusuf Adiwinata Jakarta, 28 November 2010.

Soal tendangan penjuru, juga dikomentari Harun Rasyid Djibe, wartawan yang jadi saksi kunci (tetapi sudah bersumpah dan menolak memberitahu ketika saya bujuk dalam suatu perbindangan di kediamannya di Antang) mengetahui lokasi Qahar Muzakkar dikebumikan, mengatakan, tendangan Ramang itu membuat bola bagaikan diplintir dan berputar-putar sebelum masuk ke jala lawan. Begitu pun kalau dia membawa bola di depan jala lawan, dia mengolah bola itu mirip pemain raga, sebelum ditembakkan ke jala lawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun