Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ternyata, Tidak Mudah Garuda Isi Rute Merpati

9 November 2014   02:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:17 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Lenyapnya penerbangan Merpati Makassar-Bima awal tahun 2013, memupus harapan warga asal daerah itu yang bermukim di Sulawesi Selatan, dapat menikmati penerbangan langsung ke dan dari kedua kota tersebut. Segera setelah sayap Merpati dinyatakan tidak bisa lagi mengepak di udara Indonesia, Garuda pun ‘sesumbar’ ingin menggantikan rute-rute perintis yang menempatkan Merpati sebagai jembatan Nusantara dan pahlawan bagi rakyat di pelosok terpencil itu.

Setelah hampir setengah tahun menunggu, Garuda akhirnya mulai mengiklankan rute baru penerbangannya menggunakan pesawat TR-70 Explorer kapasitas 70 penumpang. Pembukaan rute penerbangan dengan basis Makassar juga menghubungkan Kota Mamuju, Sulawesi Barat, Luwuk Banggai, Sulawesi Tengah, dan Bau-Bau Buton, Sulawesi Tenggara serta Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dalam setiap acara arisan bulanan warga Bima yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Bima (KKB) Sulawesi Selatan, berita kehadiran Garuda mengisi rute kosong yang ditinggalkan Merpati, memberi semangat baru untuk bermobilitas mengunjungi kampung halaman. Meskipun dengan harga tiket yang relatif mahal (Rp 820.000) untuk ukuran rute penerbangan yang hanya 1 jam lebih 5 menit dengan pesawat nonjet ini, warga tetap bersemangat. Apalagi perusahaan penerbangan plat merah itu berani mengudarakan pesawatnya menghubungkan Makassar-Bima setiap hari dengan penerbangan balik dari Bima ke Makassar tiga kali seminggu.

Berita hadirnya Garuda juga sering menjadi agenda spontan dalam cakap-cakap di antara teman-teman arisan. Pada awalnya, jelas semua merasa gembira, karena dapat mengatur perjalanan mengunjungi orangtua dan bersilaturahim denga orang di kampung. Saya belum tahu seperti apa kisah teman-teman dengan beralihnya rute penerbangan ini Makasar via Lombok ke Bima itu. Sebab, pasca peralihan rute itu, arisan bulanan KKB baru berlangsung lagi 9 November 2014 di kediaman saya. Saya berharap akan ada komentar teman-teman mengenai peralihan rute ini.

Penerbangan kedua kota itu memang bukan rute gemuk. Tetapi kadang-kadang ‘gemuk’-nya musiman, yakni ketika penerimaan mahasiswa baru, saat wisuda sarjana, dan menjelang lebaran. Saat penerimaan mahasiswa baru dan wisuda sarjana, rute padatnya dari Bima, sementara menjelang lebaran justru sebaliknya, dari Makassar.

Setelah tak cukup setahun menerbangai rute itu, Garuda agaknya mulai ‘setengah hati’ terbang langsung Makassar-Bima. Rute baru diarahkan dengan rute Makassar-Bandara Internasional Lombok (BIL)-Sultan Muhammad Salahuddin Bima. Pesawat yang digunakan pun masih jenis TR-70. Menggunakan pesawat buatan Prancis ini untuk rute Makassar-BIL (pp) jelas membuat ‘tidak puas’ penumpang yang sudah merasa nyaman dengan pesawat ‘mungil’ tetapi gesit dan lincah, Bombardier kapasitas 96 penumpang. Jika menggunakan TR, waktu yang diperlukan dari BIL ke Makassar sekutar1 jam 30 menit, sedangkan jika terbang dengan Bombardier hanya 1 jam plus 5 menit.

Saya mengetahui rute penerbangan ini ketika mengecek tiket penerbangan Makassar-Bima untuk kedua orangtua yang sudah hampir 2 bulan libur di Makassar, Oktober silam. Selain harga tiketnya melambung (karena berhitung Makassar-BIL dan BIL-Bima), yakni Rp 2.990.000 untuk dua orang sekali jalan, lama perjalanan pun bertambah. Selain lama penerbangan Makassar-BIL dan juga BIL-Birna, di BIL penumpang harus transit hampir dua jam. Mungkin pesawat tersebut akan ke Denpasar dulu atau ke daerah lain.

Dengan kondisi ini, warga Bima di Makassar yang hendak kembali ke kampung halamannya untuk suatu kepentingan, terpaksa kembali lagi menunggu kapal laut. Seperti kata Tukul Arwana ‘’kembali ke laptop’’. Agaknya, Garuda tidak berhitung matang dengan keberanian mengisi rute Merpati itu. Misalnya, ‘’test case’’ saja dulu. Satu kali seminggu (pp). Jika penumpangnya cukup baik, bolehlah naik dua kali seminggu, dan seterusnya. Sebab, pada dua kota (Makassar dan Bima) yang secara historis punya hubungan panjang dan sudah lama itu, penumpang sangat fluktuatif.

Kini, dengan kelesuan penumpang seperti itu, kita tunggu saja Garuda ‘akan bunuh diri’’ sendiri untuk rute yang ditinggalkan Merpati ini. Kecuali, perusahaan badan usaha milik negara yang selalu disebut belum untung itu, menemukan kembali kebijakan cerdas membantu rakyat yang hendak memanfaatkan jasa udara pada rute tersebut.

Saya tiba-tiba berpikir, andaikan punya uang dan juga seorang pengusaha raksasa serta mengoperasikan perusahaan penerbangan itu laksana menyiapkan mobil rental, pesawat MA-60 yang parkir nganggur di hangar lama Bandara Hasanuddin itu, saya beli saja dan membuka kembali penerbangan Makassar-Bima (pp) tiga kali seminggu. Tampaknya Garuda, tidak mudah mengemban misi perintis sebagai jembatan udara yang dilakoni mendiang Merpati yang dulu.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun