Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Sampai Terjadi ''Inflasi Bicara''

9 November 2014   03:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:17 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyoroti tagline Presiden Joko Widodo 'Kerja kerja kerja'. Dirinya mengingatkan agar kalimat tersebut jangan hanya menjadi jargon semata.

"Jadi kelanjutan kalimat Pak Jokowi itu 'Kerja Kerja Kerja, Selesai'. Jangan kerja kerja kerja, tapi masalah tambah banyak. Jadi kerja, kerja, kerja, dengan biaya negara sekecil-kecilnya masalah selesai gitu lho," kata Fahri kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jumat (7/11/2014).

Dua kalimat ini menarik perhatian saya untuk dikomentari. Tampaknya itulah yang baru dapat dilakukan oleh pimpinan DPR kita setelah satu bulan berjalan. Kerja orang lain dikomentari, persoalan yang melilit DPR sendiri tidak jelas kapan berujung. Dualisme parlemen masih belum jelas. Meskipun banyak pihak menginginkan agar dualisme parlemen diakhiri, seperti survei yang dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI), tetapi tetap saja membutuhkan langkah cerdas yang dilakukan para petinggi parlemen dan partai di parlemen.

Fahri Hamzah yang selalu berkomentar sumbang (ingat ketika pemilihan presiden dia membuat marah seluruh penghuni pesantren) agaknya tidak mau ketinggalan dengan langkah sahabatnya dari Partai Gerindra, Fadli Zon yang juga Wakil Ketua DPR. Fadli Zon berusaha mencetak citra dengan menggandeng ibu dari tersangka Muhammad Arsyad yang didakwa mengunduh foto tidak etis Presiden Joko Widodo menghadap ke Mabel Polri. Langkah Fadli Zon ini kemudiansegera menuai reaksi, meski sah-sah saja dilakukan. Namun publik melihat di tengah kemelut yang merundung DPR, Fadli Zon ternyata masih berusaha mencari ‘’gawe’ lain untuk menabung citra.

Apa yang dilakukan kedua wakil ketua parlemen itu menurut saya, lebih kepada kapasitas pribadi. Keduanya lupa bahwa pada sosoknya melekat unsur pimpinan parlemen yang tidak boleh sembarang mengomentari dan melakukan sesuatu. Sebab, anggota parlemen ditakdirkan untuk berbicara, sehingga harus selektif dan mengumbar cakap akhirnya terjadi ‘inflasi bicara’.

Jika kita menyimak, wacana yang disampaikan Fahri Hamzah mencerminkan bahwa rasa kecewa setelah pilpres belum benar-benar hilang. Saya kira mustahil hilang. Omong kosong saja kalau ada yang mengatakan bahwa ‘dendam politik’ itu sirna seiring dengan pelantikan presiden. Politik tidak mengenal kawan yang abadi. Yang abadi hanyalah kepentingan. Kita masih perlu lebih dewasa berdemokrasi. Tengoklah gaya Amerika Serikat berdemokrasi. Habis jadi lawan kembali berkawan. ***

Dirinya mengatakan, blusukan kabinet kerja positifnya adalah membaca peta lapangan.

Dari hasil blusukan, mereka kemudian harus menyusun program untuk menyelesaikan masalah itu lewat kebijakan sistemik. Karena, menurut dia, pemerintah memiliki kekuatan di aturan kebijakan.

"Jadi jangan Anda melihat muncul satu masalah hanya persoalan moral asas di lapangan saja. Tapi ada regulasi yang harus diselesaikan supaya masalah itu tidak berulang. Kalau regulasi ada, berarti ada tataran implementasi dari regulasi. Begitu cara kita memperbaiki keadaan," katanya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu hanya berharap banyaknya masalah di lapangan dijadikan alasan pemerintah sibuk bekerja.

Namun, lupa menyelesaikan masalah itu. Hanya sekedar mendeteksi masalah. "Misalnya korupsi, jangan nanti setelah 5 tahun memberantas korupsi, ternyata korupsinya tambah banyak. Terus kita bangga, kita semakin sibuk berantas korupsi. Apapun namanya kerja harus selesai gitu," tegasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun