Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Uji Coba Makan Gratis Bergizi (MBG) di Tangerang Selatan Butuh Evaluasi Komprehensif

9 Januari 2025   17:09 Diperbarui: 13 Januari 2025   16:11 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makan Siang Gratis.  Sumber: kompas.com (Do.Kantor Komunikasi Kepresidenan)

Bagi  warga yang berada di Tangerang Selatan, pasti sudah memantau  Program Presiden Prabowo yang dikenal dengan nama Program Makan Bergizi Gratis (MBG).  

Apalagi mereka yang memiliki anak-anak di 7 sekolah di Tangsel  mulai dari TK, SDN, hingga SMPN .   Uji coba telah dilakukan , beberapa diantaranya yang terlihat adalah TK Pembina 1 di Serua,  SDN Lengkon Wetan Tangsel.

Penyalurannya program MBG ini diproses dari dapur umum yang jaraknya sekitar 5 kilomter dari sekolah dan disalurkan melalui Badan Gizi Nasional (BGN).

Jika dilihat secara kasat mata anak-anak TK, SD , SMA yang menerima nasi bergizi itu sangat senang karena mereka dapat makan bersama-sama temannya.   Tak perlu jajan, uang jajan masih utuh.   Juga mereka menganggap makanan yang dibagikan gratis itu adalah cukup enak, hari pertama ada  ayam goreng, kesukaan sebagian besar anak-anak.  

Hanya beberapa anak yang alergi makanan tertentu seperti susu dan  ikan (ada yang diberikan ikan).

Nach ternyata dalam pelaksanaan di lapangan baik dari sekolah mana yang berhak menerima makanan gratis, segi mutu atau kualitas dan pendistribusian, maupun mitra yang memasak makanan gratis masih kebingungan karena  tidak ada petunjuk jelas dan mekanismenya yang jelas.

Dari segi jumlah sekolah, peserta yang menerima manfaat belum ada catatannya sama sekali, hari Senin itu hanya mencakup satu titik, SD Lengkong Gudang dan jumlah siswa belum pasti berapa.

Bayangkan target awal Program MGB itu mencakup  3 juta anak di tiga bulan pertama, sementara pada bulan pertama ini sasaran baru akan mencapai 600.000 orang di wilayah perkotaan dan kabupaten dalam uji coba coba.  

Konsepnya pun berubah-ubah, awalnya disebut makan siang gratis, lalu dirubah menjadi makan bergizi gratis.  Saat berkampanye  anggaran makan siang gratis sebesar Rp.450 trilun dengan asumsi harga satu porsi makanan Rp.15.000  total jumlah anak 83 juta.   Terdiri dari  30 juta anak usia dini, SD 9,8 juta, SMP 10,2 juta, SMA dan SMK 4,3 juta santri, dan 4,4 juta ibu hamil. 

Di tengah perjalanan,  tujuan penerima dirubah bukan hanya anak sekolah tapi juga anak yang stunting.   Indonesia menduduki peringkat 115 dari 165 negara yang menderita stunting.


Dari segi mutu belum ada standar nasional untuk makan gratis ini.  Meskipun gizi dalam makanan yang dibagikan sudah dikaji oleh para ahli gizi.   Tetapi tentu hal ini berbeda dengan kenyataan dari komplain para mitra  yang memasak makanan bergizi.   Dari mitra mereka mengatakan budget untuk makanan bergizi hanya Rp.13.500  sementara pembayaran (yang belum diketahui kapan dibayarnya setelah makanan dibagikan), dan dibayar sebesar Rp.15.000 sehingga keuntungan dari mitra hanya Rp.1.500.   Apakah mitra akan menyetujui kerja sama yang sangat sulit untuk memasak makanan gizi dengan budget yang sangat minim.    Juga pola kerja sama pun belum diberikan secara jelas dan jenis makanan (menu) dan pembayarannya.  Perlu diingat bahwa anggaran makanan di era Jokowi , budget 2025,  anggaran Rp.71 trilun dengan harga Rp.10.000 per porsi.

Selain anggaran, menu yang belum jelas , juga pendistribusian dari dapur menuju sekolah belum ada ketentuan yang pasti siapa yang mengantarkan dan mendistribusikan .  Tidak mungkin anak-anak harus mengambil dari mobil karena mereka masih harus belajar di kelas masing-masing. 

Di Makasar, Sulawesi Selatan, Yayasan Yasika Centre Indonesia terpilih sebagai mitra  MBG.   Mereka harus mempersiapkan pekerja dalam satu bulan dengan bekerja secara shift.  Kebutuhan perlengkapan dapur, bahan makanan sampai limbah sisa makanan.

Meskipun Yayasan ini sudah berpengalaman catering untuk karyawan pertambangan, tetapi mereka juga mengalami kesulitan tersendiri dengan MBG ini karena menyiapkan 3.500 porsi setiap hari tanpa menu yang ditentukan tetapi minim budget dan harus punya modal sendiri untuk belanja dan memasak makanan bergizi dan belum mengetahui detail system pembayaran sama sekali.

Itulah tantangan dari program MBG yang bukan hanya terjadi di Tangerang Selatan, tetapi akan terjadi di seluruh Nusantara. 

Program MBG yang tak tersusun dengan rapi dan detail, tergesa-gesa dilaksanakan tanpa panduan dari menu gizi, mitra dan pengawasannya.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun