Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Skema Pajak 2025: Membingungkan, Satu Sisi Insentif, Satu Sisi Kenaikan PPN 12%

17 Desember 2024   19:22 Diperbarui: 17 Desember 2024   19:22 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 https://www.tempo.co/ekonomi/penerimaan-pajak-387863 Malam (Sumber: tempo.com)

Apa kategori mewah atau premium?  Jika dikatakan bahwa untuk pendidikan internasional yang bayarnya mahal, serta  pelayanan medis VIP.

Lalu bagaimana dengan beras premium?  Begini sebagai emak-emak yang setiap hari berbelanja dan setiap bulan harus beli beras,   kategori beras standar itu adalah beras Stabilitasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).   Di luar itu , adalah kategori beras premium.   Jadi ngga nyambung dong jika kita yang biasa beli beras "premium"  pastinya akan dinaikkan PPN jadi 12%.

Belum lagi bahan pokok lainnya. Mohon maaf saya baru saja kemarin belanja di sebuah super market, ternyata semua barang makanan (sayuran, daging)  di total harganya ditambah dengan PPN 11%, artinya apa?  Bukan hanya beras premium saja yang dinaikkan, saya sebagai konsumen juga akan terkena dampak kenaikan semua barang pokok (sayuran, daging, telur ).

Nach, soal pelayanan medis ini, saya juga bingung sekali.   Berhubung saya termasuk orang yang kurang sabar untuk berobat berjenjang jika sudah sakit , maka saya jarang gunakan BPJS.  Saya langsung saja datang ke Rumah Sakit Swasta.    Di sini ternyata bukan hanya biaya pelayanan dokternya saja yang kena pajak, tapi obatnya  luar biasa mahalnya.  Di Indonesia itu system distribusi dan promosi suatu produk obat itu sangat panjang pasok rantainya.  Akibatnya harga bahan baku obat impor sudah dikenakan PPN, masih dengan biaya-biaya tambahan lainnya.  Jatuhnya  cukup mahal sekali hampir 3-5 kali lipat ketika saya beli obat  di Penang yang jauh lebih ekonomis biaya dokter dan obatnya .  Termasuk akreditasi dokternya yang sudah kategori internasional, saya tidak perlu bolak-balik berobat seperti yang  terjadi  di Indonesia.  Saya berobat ke dokter A hingga 3 kali tidak bisa sembuh, terpaksa berobat ke dokter B juga sudah dua kali tidak sembuh.  .  Akibatnya saya terpaksa terbang ke Penang dengan diagnose tepat, biaya obat lebih murah.

Meningkatnya Biaya Hidup untuk Middle Income Class

Tujuan kenaikan PPN 12 % itu adalah untuk mengkover  belanja  Pemerintah yang besar karena utang dari penerbitan SBN dalam rangka SKB II dan SKB III berjumlah Rp.100 triliun pada tahun 2025.

Namun, apakah efektifkah dengan menaikkan PPN 12% untuk mengkover biaya utang dan bunganya?  

Justru jika kondisi kenaikan PPN 12% itu jadi pukulan bagi warga middle class, maka warga middle class yang akan terkena dampak, akan melakukan berikut ini:

1.Mengurangi pembelian untuk daya beli yang masih rendah (tidak ada kenaikan penghasilan)

2.Beralih kepada barang-barang illegal yang tak dikenakan tax PPN (misalnya cari  jastip, atau barang elektronik illegal).

Jika scenario di atas terjadi,  tujuan dari Pemerintah untuk mendapatkan tambahan income justru berubah menjadi bumerang bagi Pemerintah.


Kesimpulan

Dalam kondisi daya beli warga yang lemah  dan geopolitik (perang dagang Amerika vs China) akan mulai tahun 2025,  kenaikan PPN tidak efisien .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun