Kalender Gereja kami, bulan Oktober adalah bulan Keluarga. Dalam rangka bulan Keluarga, gereja kami mengadakan suatu bazar pada penutupannya.
Nah, Koordinator perpustakaan Gereja,"Taman Sahabat", memiliki ide untuk membuat suatu buku antologi anak.Â
Temanya sesuai dengan tema dari bulan keluarga adalah 4 pilar dalam bertumbuh, Tumbuh dalam Kasih, Tumbuh dalam Kebajikan, Tumbuh dalam Pelayanan, Tumbuh dalam Sorak Sorai.
Begitu pendaftaran dibuka, saya mencoba jadi "volunteer" penulis. Awalnya, saya berpikir menulis buku cerita anak itu gampang, tema sudah ada tinggal menggali cerita yang dituangkan sesuai dengan tema saja.
Sastra anak tentu bisa dipelajari dalam waktu singkat. Nggak perlu belajar teori yang sangat "njlimet" seperti prosa, puisi dalam karya sastra buku dewasa.
Tapi apa yang dipikirkan itu ternyata jauh dari kenyataan. Ketika kami berkumpul pertama kalinya untuk briefing tentang pembekalan menulis cerita anak, saya kaget dan otak saya langsung pening sedikit.
Oh, yang kupikir mudah itu ternyata tidak sama sekali. Pemahaman saya tentang buku cerita anak tidak sesuai dengan kenyataan yang harus dihadapi.
Naomi, seorang penulis buku cerita Anak yang sudah sangat mumpuni, mengajarkan kepada kami dengan sangat detail tentang apa yang harus dipersiapkan dalam menyusun cerita anak.
Dalam latihan pertama, menulis cerita anak itu harus spontan dalam waktu yang ditentukan, apa yang terpikir harus langsung dituliskan, jangan takut jelek, tata bahasa yang tidak baku.
Contohnya: Kita ingin menulis tentang namamu. Tuliskan segera apa arti namamu, siapa yang memberikan nama itu, ceritakan kejadian menarik sehubungan dengan namamu, menurutmu bagaimana namamu? Apakah unik? Biasa saja?
Buku anak itu memiliki genre, fiksi, non-fiksi, puisi. Formatnya dalam buku konsep, buku bergambar, buku bab, novel anak, komik, Kumpulan cerpen.