"Hampir 2 juta orang Indonesia masih pergi berobat ke luar negeri apabila sakit. Kurang lebih 1 juta orang ke Malaysia, 750 ribu orang ke Singapura, dan sisanya ke Jepang, Amerika , Jerman dan lain-lain. Mau kita teruskan?"
Joko Widodo
Presiden RI Â Tentang masyarakat yang berobat ke luar negeri
Pak Jokowi, saya  sebagai warga negara  Indonesia yang baik , masih percaya bahwa fasilitas pengobatan dan dokter yang baik  masih ada di negeri ini.  Saya sebenarnya bukan tipe orang yang suka berobat ke luar negeri.  Alasan utamanya adalah pasti biaya jauh lebih tinggi karena harus naik pesawat, akomodasi, asuransi travel dan lainnya,  kedua saya masih percaya kompetensi dengan dokter-dokter di daerah tempat tinggal saya secara khusus dan Jakarta secara umum.
Namun, paradigma ini berubah sama sekali ketika saya mengalami dua kali diagnosa dan pengobatan yang tak kunjung sembuh.
Yang pertama adalah ketika saya tiba-tiba mata saya buram dan seperti bayang-bayang saat melihat benda atau objek. Â Â Saya segera ke dokter mata di suatu Klinik Swasta yang cukup besar di bilangan Jakarta yang terkenal . Â Ketika dokter mata memeriksa mata saya, dia segera memberikan diagnosa bahwa mata saya terkena penyakit glaukoma. Â "Penangannya harus dengan laser ", jelas dokter mata.
Mendengar kata "glaukoma" saya langsung sedih, lemas dan tidak berdaya. Â Glaukoma adalah gangguan penglihatan yang terjadi karena kerusakan syaraf disebabkan oleh tingginya tekanan bola mata. Saya telah berjumpa dengan penderita glaukoma yang berakhir jadi buta. Â Glaukoma tidak ada obatnya kecuali untuk menahan atau memberi keringanan untuk tekanan bola mata.
Pulang dari dokter mata, pikiran saya melayang-layang, antara percaya dan tidak percaya dengan diagnosa dokter mata ini.
Akhirnya untuk kemantapan hati, saya mencari "second opinion" dokter mata lain di Klinik mata swasta yang cukup besar juga di bilangan Jakarta.
Setelah dicek  semuanya, dokter mata mengatakan dengan kurang tegas bahwa mata saya ini antara katarak dan glaukoma.  Lagi-lagi saya jadi bingung, kenapa dokter mata ragu-ragu menentukan diagnosanya.
Berhari-hari dan berminggu-minggu, hampir 3 minggu, saya harus bergumul berat, kemana saya harus pergi ke dokter mata. Â Setelah berkonsultasi dengan seorang teman, dikatakan bahwa lebih baik ke Dokter mata di Penang.
 Apalagi nasehat yang disampaikan cukup menegaskan bahwa mata adalah organ penglihatan yang jadi sumber produktivitas . Jika kehilangan mata karena salah penanganan, saya akan menyesal seumur hidup.
Lalu, dengan bantuan dari suatu perwakilan dari Ruma Sakit di Penang di Jakarta, Â yang disebut M, Â saya mengontak dan minta bantuan untuk mengadakan appointment kepada dokter mata. Saya harus menyertakan copy passport dan jadwal yang diinginkan.
Hanya dalam tiga jam, saya sudah mendapatkan konfirmasi appointment saya dengan dokter mata A Â di RUmah Sakit IH , Penang sudah terkonfirmasi.
Keberangkatan dan penjemputan sudah diatur juga oleh perwakilan di sini.
Sesampai disana, semua kondisi tensi dan detak jantung langsung diperiksa, Â begitu bertemu dengan dokternya (asiten professor) Â dia langsung memeriksa mata saya dengan alat computer yang berada di dalam kamar itu. Dua kali dia periksa (saya tak mengenal nama alatnya). Â Impresi pertama ketika bertemu dan setelah diperiksa oleh dokter mata, timbul kepercayaan saya hampir 90%. Â Semuanya dia jelaskan dengan gamblang apa yang terjadi dengan mata saya. Semua hasil scanning , rekam medis diberikan kepada saya.
Langsung dia berkata, "Ini katarak, sekarang operasi. Â Ibu bisa pulang sebentar jika mau mandi, selesaikan administrasi untuk operasi dan kembali lagi pukul 14:00".
Wah saya yang tadinya tidak siap, langsung merasa siap saja, karena jika saya berpikir mondar mandir, biaya untuk flight dan akomodasi jadi dua kali lipat.
Jam 14:00 saya sudah mandi, keramas dan ready untuk operasi. Â Operasi berjalan sangat cepat hanya 15 menit dan pemulihan di ruang operasi agak lama sekitar 1 jam.
Selesai operasi, saya boleh pulang ke Hostel , besok pagi jam 7.00 harus cek up lagi. Â Saya berpikir, kenapa begitu pagi. Â Apakah saya ngga salah dengar?
Besok pagi tepat pukul 7.00 saya sudah berada di depan ruang konsul. Â Ternyata dokter juga sudah ada di situ. Segera saya diperiksa kembali, dan dokter mengatakan hasil cukup baik, hanya perlu obat tetes.Â
Pengalaman yang sangat memuaskan untuk pelayanan dokter yang sangat kompeten dan administrasi, obat dan segalanya serba cepat membuat saya lebih yakin  pengobatan ini sangat bagus sekali.
Dari segi besarnya biaya, saya sempat hitung, tidak berbeda banyak.
Baca juga:Â Â Mudik Bersama Anak dengan Aman dan Nyaman
Pengalaman kedua adalah tentang keloid . Saya penderita keloid yang tak kunjung sembuh.  Hampir 7 dokter dari tiga  rumah sakit selama tiga tahun sudah saya kunjungi.  Dua dokter terakhir adalah jadi langganan saya karena saya harus suntik tiap bulan .Â
Begitu suntik selesai, esok harinya rasa gatal dan timbul luka baru di sebelah keloid yang disuntik, saya oleskan obat yang dibeirkan dokter itu , tak ada kesembuhan sama sekali.
Sedikitnya pengalaman buruk yang saya alami saat bertemu dokter-dokter kulit ini adalah saya harus menunggu hampir 1-2 jam meskipun appointment sudah dibuat. Â Lalu untuk penjelasan pun tidak memuaskan, keloid ini tidak bisa sembuh dan harus diteirma dengan damai dan letaknya keloid ini membuat tidak dapat sembuh karena pusat dari Gerakan.
Untuk kedua kalinya saya terpaksa minta bantuan kepada perwakilan Rumah sakit IH, Penang di Jakarta untuk membuat appointment.
Singkatnya saya sudah bertemu dengan dokter kulit dengan  degree yang cukup banyak, MD dari USM, MRCP dari UK, Dip.Derm dari Glasg, Dip STD (CORTISAL) Adv MMed dari UKM, FRCP dari Edin, FCPAMM tapi sangat "humble".  Kompetensinya ditunjukkan dengan pengalaman menangani pasien mulai dari penjelasan apa yang terjadi dengan keloid saya. Lalu beliau suntik 4 dosis lebih besar dengan teknik jarum halus.  Itu pun dijelaskan dengan baik.  Saya bilang, saya perlu obat gatal. Lalu beliau resepkan.Â
Pengalaman terakhir ini juga memuaskan saya untuk pengobatan dari segi kompetensi dokter dan fasilitas rumah sakit yang cepat penanganannya.
Setiap orang yang berburu Kesehatan ke luar negeri pasti punya alasan spesifik tentang kondisi fasilitas dan tenaga medis di Indonesia.
Secara umum, mereka pasti melihat kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki untuk mutu, komptensi, tenaga medis serta infrastruktur kualitas pengobatan di Indonesia.
Beberapa kelemahan fasilitas kesehatan :
1. Pemerataan kualitas tim nonmedis, paramedis dan medis tidak sama di tingkat Rumah Sakit dengan standar yang sama. Â Mereka yang terlibat dalam pelayanan Kesehatan harus menjadi satu tim yang punya visi kuat melayani orang sakit. Â Mereka seharusnya punya standar terbaik sehingga partner dokter dan dokter melayani terbaik untuk pasien. Â
2. Aksesbilitas:  tidak mudahnya  untuk mendapatkan layanan Kesehatan karena adanya system rujukan untuk pasien BPJS dan ada skala prioritas antara pasien BPJS dan pasien asuransi dan membayar sendiri.
3. Jenjang atau jarak pasien dan dokter tetap ada. Dokter yang punya pasien banyak, tak punya banyak waktu untuk memberikan penjelasan tentang penyakit apa yang diderita pasien dan apa penanganannya yang terbaik.
4.Harga obat di Indonesia yang murah adalah yang generaik, sementara obat paten harganya mahal sekali dan tidak dikover oleh asuransi atau BPJS. Â Regulasi untuk obat agar tidak terlalu mahal untuk obat .
5.Pelayanan terpadu antara dokter ahli. Â Jika pasien punya komplikasi antara satu penyakit dengna penyakit yang lainnya, Â maka pasien terpaksa harus mengonsumsi obat baik dari dokter spesialis A dan dokter spesialis B, semakin banyak obat yang dikonsumsi bukan berarti menyembuhkan.
6. Kompetensi dokter yang mumpuni,  seorang dokter spesialis di Penang, terus belajar dan sampai mendalami detail kemajuan ilmunya  karena ilmu kedokter terus berkembang.  Harapannya dokter di Indonesia punya kompetensi yang terus dikembangkan dan diasah.
7.Apakah Rumah sakit rujukan seperti RSCM , RS Jantung Harapan, RS Kanker Dharmais, juga memiliki kapasitas tempat, peralatan, tim medis yang cukup untuk melayani begitu banyaknya rujukan dari semua rumah sakit
Diharapkan perbaikan fasilitas Kesehatan bukan hanya terlihat dari Gedung yang mewah saja tapi juga penanganan yang mumpuni dan fasilitasnya yang lengkap menuju Kesehatan internasional.
Jika tidak ada perbaikan , Indonesia akan kalah terus  dengan Malaysia yang telah menjadi pilihan mediwisata pertama bagi beberapa  warga Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H