Dalam pembelian primer harganya masih murah karena belum terlihat biaya-biaya pengembang dimasukkan sedangkan di pembelian kedua biasanya harga sudah lebih mahal karena semua cost ditambah biaya pembelian pertama dan profit.
Nach risiko pembelian primer inilah yang jadi masalah utama karena  pengembang dalam progresnya tidak tercantum dalam kontrak atau AJB , alhasil pembangunan tersendat, konsumen dirugikan .Â
Pengembang hanya berkutat dengan persentasi dari unit terjual yang belum riil hanya dalam hitungan kertas saja.
Masalah yang dihadapi oleh konsumen jika pembelian unit hunian vertical dengan menggunakan system kredit pemilikan rumah (KPR). Â Jika pengembang mangkir tidak melanjutkan pembangunan, pembelinya tetap harus tetap bayar cicilan, ini artinya merugikan sepihak saja.
Jika tidak bayar cicilannya, konsumen justru dimasukan dalam daftar black list di Bank Indonesia, Sistem Layanan Informasi Keuangan, Riwayat sebagai debitur jadi jelek atau tidak lancar.
Tips melindungi Konsumen Pembeli Apartemen
Teliti sebelum membeli adalah kunci utama sebelum lakukan transaksi apartemen:
1.Luangkan waktu untuk meneliti dan mengecek status lahan baik secara fisik maupun hukum.
2.Apakah dokumen perizinan untuk pembangunan sudah lengkap, izin bangunan , izin peruntukkan ruang atau tanah.  Kelengkapan dokumen ini sesuai dengan  pasal 42 UU No.20 tahun 2011  isinya Pelaku usaha memiliki keleluasaan memasarkan produk sebelum pembangunan berjalan.
Sementara pasal 43 Â mengatakan kewajiban yang harus dipatuhi pengembangan, proses jual beli sebelum rumah susu selesai dibangun, ada pengikatan jual beli (PPJB) dihadapan notaris. Seharusnya PPJB ini dapat dilakukan apabila ada kepastian tentang kepemilikan tanah, IMB, ketersediaan sarana, fasilitas dan sudah berproses 20 persen.
3. Hindari pembayaran tunai karena skema pembayaran bertahap sesuai dengan progress pembangunan. Jadi kalo progress baru 20% yach bayar 20%, lalu progress tambah, baru bayar lagi sebesar progresnya.
Kelemahan Konsumen Pembeli Apartemen
Menurut YLKI Â dalam pembangunan perumahan di Indonesia regulasinya sangat lemah sekali.Selama ini izin dilakukan di tingkat kabupaten atau kota. Â Sebenarnya tidak realistis tetapi harus ada kualifikasi. Contohnya untuk proyek senilai 200 trilin pengeawasannya seharusnya bukan oleh pemerintah daerah.