Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dilematis Kenaikan UMP/UMK vs Badai PHK

1 Desember 2022   16:39 Diperbarui: 2 Januari 2023   16:11 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upah Minimum Provinsi (UMP) setiap akhir tahun, khususnya untuk kenaikan tahun 2023, ditentukan oleh Keputusan Gubernur diumumkan UMP paling lambat setiap tanggal 21 November.

Gubernur masing-masing daerah sudah menghitung kenaikan UMP berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. Ada 3 faktor yang jadi penilaian yaitu tingkat daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja dan media upah. Penyesuaian dilakukan setiap tahunnya. 

Ditetapkan pada rentang nilai tertentu antara batas atas dan batas bawah di wilayah bersangkutan. Apabila UMP tahun berjalan lebih tinggi dari batas atas, gubernur wajib menetapkan UMP tahun berikutnya sama dengan UMP tahun berjalan.

Ternyata persoalan UMP ini sangat kompleks sekali. Dari pihak buruh, tidak mau menggunakan PP Nomor 36 tahun 2021 sebagai penetapan UMP dan UMK.

Alasannya PP nomor 36 tahun 2021 adalah turunan dari UU Omnibus Law yang dianggap cacat formil. Jadi yang dianggap paling baik adalah menghitung kembali kenaikan UMP 2023 berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

Dokumen Kemenaker terkait kenaikan upah minimum 2023.|Hasil tangkapan layar dokumen Kemenaker via Kompas.com
Dokumen Kemenaker terkait kenaikan upah minimum 2023.|Hasil tangkapan layar dokumen Kemenaker via Kompas.com

Apabila sampai saat ini belum ada dasar hukum untuk menetapkan UMP dan UMK yang akan ditandatangani oleh gubernur, maka ada solusi yaitu dasar hukum pertama PP Nomor 78 tahun 2015, dikatakan bahwa kenaikan UMP dan UMK diperhitungkan berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi.

Badai PHK

Dari pihak pemerintah pun tak bisa langsung menentukan keputusan mana yang akan diambil. Pemerintah dalam hal ini sebagai pembuat kebijakan, harus melihat banyak sisi.

Sisi pertama adalah dunia pengusaha. Pengusaha yang saat ini sedang dalam kondisi belum pulih setelah Covid-19, dihantam oleh ekonomi global yang tidak pasti. Krisis energi dan pangan menghadang di depan mata. 

Ketika pemerintah menaikkan biaya energi, ongkos atau biaya produksi dari pabrik-pabrik ikut naik sesuai tingkat kenaikan energi yang telah naik di bulan September.

Beban pengusaha bertambah lagi jika biaya UMP dan UMK akan meningkat di tahun 2023 dan kondisi ekonomi global makin menekan, para eksportir Indonesia terutama untuk bidang garmen dan alas kaki sudah mengurangi jumlah karyawannya karena permintaan global terhadap produk mereka dihentikan.

Kedua industri ini adalah industri padat karya yang menyerap sedemikian banyak buruh. Apabila mereka tertekan dan tidak mampu lagi efisiensi, terpaksa PHK buruhnya, maka yang terjadi adalah para buruh itu bukannya mendapatkan kenaikan UMK atau UMD tapi justru tak punya penghasilan sama sekali.

Begitu pula dengan perusahaan start up juga mulai melakukan efisiensi kerja. Perusahan daring bidang pendidikan dan pengantaran makanan sudah mulai mengurangi karyawannnya seiring dengan berkurangnya daya beli dan mulai aktifnya pertemuan onsite.

Diibaratkan seperti virus yang sangat mudah mengkontaminasi ke semua arah, demikian juga fenomena PHK dari beberapa sektor industri bisa menimbulkan efek domino ke sektor-sektor lain.

Pertama, ketika karyawan kena PHK, pasti daya beli menurun, kedua tingkat konsumsi akan turun dan permintaan akan barang dan jasa juga turun.

Potensi terjadinya badai PHK akan semakin meningkat apabila kenaikan upah minumun tenaga kerja tahun depan terjadi, sementara perusahaan sudah tidak mampu lagi keuangannya untuk membiayai semua ini.

Di sisi perusahaan jelas sekali kenaikan upah ini menjadi buah simalakama karena di tengah sulitnya mendapatkan order, biaya makin meningkat, akibatnya mereka merasa lebih baik tidak berproduksi daripada rugi dan menambah beban biaya keuangan .

Kebijakan Pemerintah

Di sisi lain pemerintah harus melihat kondisi ekonomi para buruh akibat potensi naik harga barang dan jasa yang tetap tinggi dan seiring dengan ketidakpastinya ekonomi global dan nasional.

Memang tuntutan kenaikan upah minimum adalah wajar agar para buruh dapat hidup sejahtera sesuai dengan kondisi harga-harga barang yang naik.

Menjaga daya beli para buruh agar mereka juga dapat tetap belanja selayaknya seperti sebelum ada kenaikan harga. 

Tuntutan kenaikan upah buruh menjadi 8-10% adalah tuntutan yang dilematis bagi Pemerintah.

Dalam hal ini, pemerintah tidak bisa membebankan semua tuntuan kenaikan upah kepada industri. Pemerintah harus punya solusi yang dapat memberikan win-win solution bagi kedua pihak.

Terdapat dua dimensi yang perlu diperhatikan yaitu pertama dimensi jaring pengaman, dimensi insenstif (bonus), dan dimensi produktivitas.

Dimensi jaring pengaman diformulasikan dalam bentuk perhitungan tingkat inflasi daerah yang mewakili daya beli pekerja.

Dimensi kedua yaitu insenstif diambil dari variable pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan ketiga adalah dimensi produktivitas tenaga kerja umumnya diambil dari jumlah jam kerja. Jika buruh bekerja sesuai jam kerja minimal yang telah ditentukan oleh perusahaan, perusahaan harus bayar upah minimal yang telah ditentukan. 

Sebaliknya jika buruh bekerja di bawah jam kerja, perusahaan membayarnya sesuai dengan proporsi jam kerja para pekerja.

Peran pemerintah untuk menjembatani adanya ketimpangan dalam situasi yang tidak normal ini agar kedua belah pihak saling memahami dan mengerti kesulitan dari masing-masing.

Memang tidak mudah untuk membuat keputusan yang memuaskan kedua pihak. Harus disepakati bagaimana kedua pihak saling membantu dalam kesulitan agar potensi PHK tidak terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun