Ibu Sri  Mulyani telah beberapa kali tampil di media online untuk memaparkan  subsidi dana subsidi dan kompensasi yang membengkak di APBN tahun 2022 .
Deretan antrian BBM subsidi telah terlihat sejak akhir bulan Agustus. Â Â Panjangan antrian untuk beli Pertalite di SPBU Pertamina. Â Pengamatan dari Kadata.co.id, antrian panjang itu terdapat di sejumlah SPBU di kota Bekasi,Jakarta, Bogor.
Ada informasi bahwa kuota Pertalita sudah melebih 50% dari jatah sejak bulan Juni. Namun, menurut Pertamina sendiri mengatakan bahwa mereka sudah menyalurkan 16,8 juta kilo liter Pertalite, 73% dari total kuota 23,05 juta, sisanya 6,25 juta sampai akhir tahun.
Sementara data untuk subsidi konsumsi Pertalite 23,05 kl itu ternyata meningkat jadi 29,07 juta kl, dan solar dari 15,1 juta kl menjadi 17,44 juta kl.
Mengapa Pemerintah harus menaikkan harga Pertalite dan Solar?
Subsidi yang membengkak  jadi alasan utama dari Pemerintah mengapa BBM subsidi harus dinaikkan.  Pembengkan dana subsidi dan kompensasi menurut Perpres 98/2022 mencapai sebesar Rp.502,4 triliun.  Hal ini berarti 3 x lipat dari alokasi APBN 2022 sebesar Rp.152,5 trilun
Ketika APBN hanya mengalokasikan dana subsidi dan kompensasi  Rp.152,5 triliun, sekarang meningkat menjadi Rp.502,4 tirliun.Â
Kenaikan ini membuat APBN defisit . Â Defisit ABPN Â tidak dapat dibiarkan saja karena akan makin akumulasi bengkak terus di tahun berikutnya, beban akan bertambah berat. Â Negara bisa bangkrut.
Untuk mengurangi beban,Pemerintah harus mengurangi kenaikan subsidi dan kompensasi dengnan cara menaikan harga BBM (Solar, pertalite, gas).
Mengapa terjadi overbudget subsidi dan kompensasi BBM:
1.Harga ICP naik
Awal pembuatan budget APBN itu Pemerintah menggunakan asumsi dasar dari Global Petrol Price atau sering disebut ICP dengan harga USD 80, per barel   Adanya perang Ukraina vs Rusia, membuat harga ICP  naik menjadi USD 108, per barel. Jadi ABPN untuk subsidi dan kompensasi pun membengkak tajam.