Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Santun Tidak Hanya Penampilan tapi Juga di Kolom Media Sosial

5 Februari 2022   19:09 Diperbarui: 5 Februari 2022   19:13 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang sering dilontarkan atau  dipikirkan (styrotype positif)  warga negara asing terhadap orang Indonesia? Salah satunya adalah orang Indonesia itu sopan dan ramah sekali, suka tersenyum dan suka membantu.

Namun, apa yang dikemukakan di atas sangat berbeda dengan hasil riset dari Microsoft.

Sterotip positif riset dari Microsoft yang berjudul "Digital Civility Ind teex " (DCI ) menempatkan Netizen Indonesia  di tempat ke 29 dari 32 negara di tingkat netizen  yang tidak sopan di Asia Tenggara.  Sistem skor mulai dari 0 hingga 100,  0 menunjukkan netizen online yang sopan.  Sedangkan skor 29 itu dari 32 itu menunjukkan Indonesia 3  level dari  netizen yang tidak sopan dalam berkomentar.

Survei yang diselenggarakan oleh Microsoft ini dilakukan sejak tahun 2016 dan melibatkan  ribuan responden, untuk tahun ini saja DCI, melakukan survei  terhadap 16.000 kaum muda dan dewasa di 30 negara.

Hasil survei dari Microsoft itu   sungguh sangat  bertentangan pendapat pertama.   Pendapat pertama mengatakan bahwa bangsa Inonesia sangat sopan , namun hasil survei  kedua  mengatakan bahwa  netizen Indonesia tidak sopan di media sosial dalam berkomentar.

Ketika survei itu  dikemukakan di media online Microsoft.  Banyak netizen  yang protes .  Protes yang sangat tidak sopan muncul baik di media sosial Microsoft maupun media sosial  netizen sendiri.

Mereka mengecam dan   membalas tuduhan  survei Microsoft dengan  kata-kata yang tak sopan . Tndakan yang tidak sopan itu membuat Microsoft terpaksa menutup kolom komentarnya.  

Akhirnya, komentar dari netizen Indonesia maupun hujatan dari netizen di media sosial itu membuktikan kebenaran hasil survei itu. 

Jika kita ingin mengatakan ketidak benaran hasil survey itu, berikan komentar dengan mengapresiasi dulu usaha dari Microsoft untuk survey yang telah mereka lakukan. Lalu, berikan komentar feedback yang mendukung survei bahwa "kita sedang dalam proses pembelajaran menjadi netizen yang sopan".

Alasan mengapa netizen Indonesia tidak sopan ketika berkomentar di media sosial?

  • Paradigma yang sempit /kolot

Seringkali kita selalu menganggap pendapat pribadi selalu benar.  Kebenaran yang sangat sempit hanya berdasarkan pandangan atau opini pribadi.  Jika kita dianggap salah oleh orang lain, tentu ada alasan yang kuat atas pandangan kita. 

 Tidak ada kebenaran mutlak atas pribadi . Jadi  kita mesti mempertimbangkan apa yang dianggap benar oleh orang lain itu.  Tidak ego sentris karena  media sosial itu bukan diri sendiri tetapi milik public.

  • Etika publik

Sebaik-baiknya pribadi kita, ketika memasuki ranah public. Kita memasuki dunia lain yang punya etika tersendiri. Pikirkan dan lakukan sesuai dengan etika public yang berlaku secara universal. 

Jangan anggap media sosial itu milik kita sendiri dan kita  bisa memaki atau bully orang lain karena dianggap tidak sejalan dengan diri kita.

Etika sosial yang berlaku itu tetap harus dipegang teguh supaya kita bisa dihargai oleh bangsa lain sebagai bangsa yang punya sopan santun bukan di mulut saja, tetapi juga dilakukan dengan etika sosial universal.

  • Jangan ikut-ikutan   berkomentar secara  berkelompok

Menyerang balik orang yang tidak setuju dengan pikiran kita, bukan dengan cara berkelompok misalnya ajak orang lain atau teman-teman kita untuk ikut menyerang orang yang tidak setuju.

Penyerangan berkelompok itu menunjukkan bahwa kita tidak punya jiwa "ksatria" dalam beropini. Selalu menempel kepada orang lain atau mempengaruhi orang lain untuk sama seperti kita.

  • Mengomentari sesuai dengan konteks

Saya sering menemukan orang yang ingin berkomentar dalam suatu blog yang asal berkomentar . Tidak ada kaitan dengan konten, bahkan menyimpang dari konten.

Misalnya konten tentang Kesehatan mental, bisa menyimpang dengan menjawab, "Wah lebih baik selalu jalan-jalan atau hang-out untuk lebih fresh pikiran kita".

Lebih baik tak berkomentar sama sekali alih-alih komentar yang tak bermanfaat.  Itulah alasan mengapa komentar sering dibekukan atau dimoderasi oleh pemilik konten agar orang tak berkomentar seenaknya.

Sebentar lagi, kita akan mengadakan pesta demokrasi  baik itu pilkada maupun pilpres.  Suasana panas yang didengungkan oleh suatu kelompok sering dilakukan.  Sebagai netizen yang sopan, kita tak perlu berkomentar atau memberikan opini yang bisa memancing suasana menjadi keruh.

Last but not least, setiap warga atau netizen yang hidup dalam era media sosial itu punya tanggung jawab untuk tetap sopan dan beretika dalam bersosialisasi dalam media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun