Stigma tinggal di Senior Living atau Wisma Lansia dianggap sebagai "dibuang oleh anak" adalah hal yang salah. Â
Dalam sebuah media online yang jadi viral dikatakan bahwa ada tiga orang ibu dititipkan oleh anak-anaknya  di Griya Lansia Husnul Khatinah hinggal beliau meninggal dunia. Â
Mirisnya ketiga senior itu belum siap untuk tinggal di Griya Lansia sehingga anggapan "dibuang" anak itu melekat dalam kalbunya, membuat dia tak betah hidup atau tinggal di Griya Lansia.
Sejak memasuki kehidupan ketiga pensiun, aku sudah mulai memikirkan hidup di Senior Living.  Tahap ketiga dari usia pensiun biasanya berkisar usia 55 tahun .  Apakah usia ini sudah boleh dikatakan dengan lansia atau lanjut usia.Â
Loh khan masih produktif kenapa sudah memikirkan untuk tinggal di Senior Living?
Memang di usia yang dibilang senior , kondisi badan masih produktif, tetapi secara otomatis setiap tahun ada perubahan psikis, fisik maupun jiwa yang mulai mundur. Â Apakah saya harus menunggu sampai tidak berdaya untuk tinggal di Senior Living? Â Ada beberapa Senior Living yang menentukan tidak menerima calon Senior yang sudah dependent (terkena stroke/dementia) masuk ke Senior Living.
Jika sudah sedemikian parah, apakah kita harus mengandalkan anak yang super sibuk dengan pekerjaan maupun keluarga untuk membantu kita yang sudah mulai mundur.
Siapakah lansia itu ?
Menurut Hurtlock pengertian lansia adalah periode terakhir dalam kehidupan seseorang. Â Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik, dan psikologis dan kemnuduran dalam daya ingat.
Menurut WHO, lanjut usia itu ada 4 tahun yaitu:
1.Usia pertengahan adalah mereka di kelompokiusia 45-59 tahun.
2.Lanjut usia adalah usia 60-74 tahun.
3.Usia tua antara 75-90 tahun.
4. Usia sangat tua di atas 90 tahun.
Budaya zaman modern itu sangat berbeda dengan zaman kuno. Di zaman kuno, setiap anak diajarkan untuk  berbakti penuh dan menghormati orangtuanya.  Orangtua yang telah melahirkan anak dengan kasih sayang dan penghormatan kepada orangtua bukan dengan sikap dan kata-kata halus lagi.  Tetapi dengan cara yang menawarkan kepada orangtua , apakah  "orangtua  bisa tinggal di panti werdha atau senior living  atau tinggal bersama anak/mantu demi kesejahteraan mereka ".
Pemikiran yang idealis vs pragmatis
Menjadi tua itu  adalah alami. Setiap orang akan mengalami dan melalui hal itu..  Kita semua  pasti akan melalui fase itu.  Hanya kondisi tua kita itu berbeda satu dengan yang lainnya.  Ada yang masih sehat, tapi ada yang rentan dengan penyakit.
Idealnya kita pengin jadi  orangtua yang sudah masuk kategori usia tua (75-90 tahun) pun  dengan  kekuatan  fisik tubuh, pikiran tetap bugar.  Mereka belum membutuhkan bantuan  orang lain karena keterbatasan fisiknya.  Orangtua yang independent ini, masih punya kemerdekaan untuk bekerja , berkarya meskipun dalam kapasitas dan kondisi  terbatas.
Sebaliknya apabila kita sebagai  orangtua yang usia masih 60 tahun tapi kondisi fisiknya sudah mundur karena ada penyakit contoh penyakit gula, tekanan darah tinggi/stroke.  Bantuan dari orang lain sangat dibutuhkan.
Menyadari bahwa kekuatan fisik orangtua itu tidak selalu bugar seperti sedia kala, tentunya  orangtua ingin tinggal bersama dengan orang terdekatnya yang bisa memberi perhatian.
Sayangnya,  jika  kondisi ideal yang berlaku di zaman kuno itu tidak bisa berlaku di zaman modern.  Anak-anak yang sudah mandiri baik itu sudah menikah atau belum, sibuk dengan kuliah, keluarganya masing-masing.  Apabila kita sebagai orangtua hanya ingin mendapat perhatian dari anak-anak kita, hal itu sangat sulit dilakukan oleh anak-anak kita.
Menjadi orangtua mandiri adalah solusi bagi kita semua untuk hidup bahagia di masa tua. Â Â Lalu bagaimana dengan mereka yang terpaksa harus bergantung bantuan kepada orang lain karena punya penyakit stroke, sakit gula?
Tak dipungkiri, Â bantuan anak tidak selamanya baik untuk kita. Anak yang sudah menikah pun punya masalah dengan keluarganya. Apabila menantu kita tidak cocok dengan kita, kita tidak boleh berharap banyak bantuan dari menantu..Â
Solusinya bantuan yang dibutuhkan itu bukan hanya dari anak-anak, tetapi dari mereka yang memang masih mau membantu kita. Â Jika kita masih punya finansial mandiri dan bisa membayar orang lain untuk membantu, tentulah jauh lebih baik.Â
Solusi hidup tinggal di Senior Living
Bayangan tinggal di Senior living atau Panti Werdha seolah kita dibuang oleh anak.  Tidak benar sama sekali.  Saya sendiri sedang mempersiapkan sejak dini untuk  bisa masuk rumah panti werdha atau senior Living sesuai kemampuan finansial saya.
Kehidupan senior living yang saya kunjungi sudah ada dua .
Pertama saya berkunjung ke Wisma  Harapan Asri  Banyumanik Semarang. (WHA) dan kedua adalah Rukun Senior Living.Â
Wisma Harapan Asri,Banyumanik
 Konsep yang diusung oleh WHA adalah  konsep nursing home dan hospital based community  Geriatric Services (Pelayanan Kesehatan usia lanjut oleh masyarakat berbasis Rumah Sakit).Letaknya  di atas kota Semarang, melalui gang yang kecil dan berkelok, akhirnya  saya menemukan tempat ini.
Di tempat parkir yang luas ada satu ambulans yang stand-by.  Setelah itu kami menuruni jalan menurun.  Di sepanjang  deretan  sebelah kiri terdapat kamar-kamar  yang menyerupai pavilun. Di situlah tempat para lansia dengan group  atau Kelompok VIP   Sayangnya, saya tak boleh masuk karena masih pandemi, dianggap membahayakan bagi penghuni lansia.  Semua kamar penuh.
Lalu saya mampir di kantor WHA  dengan penjelasan yang sangat detail dengan 4 kategori  produk yang disiapkan di sini yaitu,Â
Kamar VIP yang memiliki kamar sendiri, kamar mandii, teras, ruang tamu, AC, TV, Kulkas, Air panas .
Kamar untuk satu orang : Â Kamar sendiri, kamar mandi sendiri,t eras, ruang tamu, kipas angin, TV, Air panas.
Kamaru untuk dua orang : Â kamar isi 2 orang. Satu kamar mandi, teras, ruang tamu, kipas angin, TV.
Bangsal : Kamar isi 7 orang , dua kamar mandi dalam, air panas, TV, Kipas .Â
Di samping itu ada produk untuk pembelian rumah atas nama Yayasan, tetapi pembangunan dilakukan oleh para senior calon penghuni  sampai penghuninya meninggal. Tidak boleh dihibahkan kepada anak, tetapi saat keduanya meninggal, harus dikembalikan kepada Yayasan.
Fasilitas yang disipakan Kunjungan dokter seminggu sekali, kunjungan dokter psikiater dua minggu seklai, psikolog seminggu dua kali, terapis seminggu tiga kali, tenaga medis yang terlatih di bidang Geratri, sarana pendukung ketrampilan.
Kegiatan dan aktivitas yang dapat dilakukan  adalah kegiatan rohani (berdoa dan pemutaran film rohani, dan kegiatan fisik/terapi dengan olaharga dan berkebun (membaca, berkebun, memasak), menonton karaoke dan aktivitas social HUT, permainan, piknik/ziarah/rekreasi.
Rukun Senior Living
Dari Namanya yang disebut  "Rukun Senor Living Resort",  dengan luas areanya sekitar 17 HA, begitu luasnya dan fasilitasnya yang sangat lengkap. Konsep yang diusung adalah Continuing Care Retirement Community (CCRC) dengan segala bentuk sarana, layanan untuk menunjang kenyaman hidup senior termasuk sarana Senior Resort, Activity Center, Senior Care.
Begitu mobil parkir di Rukun Senior Living Reseort, kita memasuki ruangan yang bagaikan hotel, ada tempat untuk resepsionis,  tempat makan, serta tempat  untuk ngopi di Cafe.
Kami sangat senang melihat  fasilitas-fasilitas yang disediakan seperti  kamar-kamar dari Senior Living yang menyerupai apartemen studio. Dalam kamar sudah ada fasilitas kamar mandi (yang standar tanpa dapur), kemudian ada AC dan balkon . Untuk standar balkon menghadap kebun , sedangkan yang utama, menghadap ke  kolam renang.
Kami diajak untuk melihat fasilitas kolam renang, jogging track dan tempat memancing.
Selain itu ada tempat kegiatan bagi senior untuk game room (bermain seperti maciok, catur ), activity room (belajar membuat kerajinan tangan, membuat perlebagai jahit menjahit), Art room (untuk melukis), tempat untuk karaoke dan tempat untuk mengadakan seminar.
Suasana hening, tenang, dan  nyaman memang dapat dirasakan karena pelbagai fasilitas yang ditawarkan banyak sekali.
Tentu bagi yang sudah independent  pun ada bangunan tersendiri sehingga  mereka dapat hidup jauh lebih tenang dan tidak terganggu dengan mereka yang masih punya kegiatan.
Bagi saya pribadi memang belum dapat menyimpulkan apakah saya betah tinggal di tempat Senior Living Room, Dari luar apa yang saya rasakan adalah banyak fasilitas dan tempat yang nyaman, hanya masalah biaya yang cukup besar  untuk tinggal di sini sehingga kita harus punya kemampuan finansial yang kuat.
Last not but least, setiap keputusan ada di tangan kita sebagai senior, bukan lagi di tangan anak. Hidup senior yang makin rapuh jadi tantangan, apakah kita tetap tinggal di rumah sendiri  dengan pelbagai macam urusan listrik, perawatan rumah, biaya rumah yang lainnya,  atau kita bisa meninggalkan itu dengan hidup tenang dan berdamai dengan orang lain di tengah sesama Senior untuk menuju ketenangan abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H