Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pemulung Itu Penolong atau Profesi? Sampahku Rezeki Pemulung

10 Juni 2021   16:09 Diperbarui: 10 Juni 2021   16:18 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampah  adalah sesuatu  yang menjijikkan bagi sebagian orang.

Sampah adalah  barang yang tidak dipedulikan keberadaannya.

Namun, sampah jadi  komoditi untuk mencari rezeki bagi pemulung

Tahun ini merupakan tahun perubahan bagi saya dalam pemilahan sampah.  Sebelumnya saya kurang paham tentang pemilahan sampah baik itu  organik maupun inorganik.Secara teori mengerti, tapi bagaimana cara melakukan dalam kehidupan sehari-hari belum mengetahuinya.

 Cara pengelolaan sampah di RT saya  dilakukan dengan swa Kelola, bukan dari Pemda lagi.   Tiap awal bulan warga mendapat pembagian kantong sampah plastic berwarna hitam sambal diminta pembayaran iuran sampah.

Pembayaran sampah itu  digunakan untuk membayar dua tukang sampah dan truk pengangkut sampat.    Tugasnya  tukang sampah adalah membersihkan jalan-jalan dan mengambil kantong sampah hitam.  Jadwal pengambilan sampah tiga kali dalam seminggu yaitu selasa, kamis dan Sabtu. Sampah plastic hitam itu dipool di tiga tempat, lalu ketika truk datang, maka tukang sampah akan angkat sampah plastic itu dari pool pertama, pool kedua dan ketiga.

Sayangnya plastic sampah hitam yang dibagikan oleh petugas sampah  untuk setiap rumah jumlahnya terbatasi sekitar 12 lembar untuks ebulan, jadi jatah itu pas sekali untuk tiap kali pembuangan sampah hanya satu kantong plastic. Padahal kamu butuh dua kantong plastic untuk organik dan inorganic sekali pembuangan.

Dalam jumlah kantung sampah yang terbatas, saya i tak mungkin memcampurkan sampah organik dengan inorganik dalam satu kantung yang sampah. Terpaksa saya selalu menggunakan kantung plastic putih untuk inorganic (kertas, botol plastik dari minuman , minyak, kaleng, plastik kemasan) dan plastic hitam untuk organik sisa makanan.

Setiap kali, akan membuang sampah, saya selalu bertemu dengan para pemulung yang datang  duluan sebelum truk sampah tiba.   

Dia mengorek dan mencari sampah inorganik dengan tangan atau alat .  Jika menemukan  sampah yang inorganic, dia langsung memasukkan ke dalam karung yang dibawanya. Kadang-kadang pemulung itu tak mengenakan sarung tangan hanya  dengan telanjatang tangan mengaduk sampah dari kantung plastik hitam.

 Saya tertegun melihat pekerjaan pemulung.    Pekerjaan yang tak sepantasnya dikerjakan oleh seorang manusia, tapi mengapa  pemulung  itu  mau mengerjakannya?   Bagaimana pemulung itu dapat menghidupi dirinya atau keluarganya.?  Apakah ini realitas kesulitan mencari pekerjaan yang layak itu jadi pilihan hidup yang terpaksa dilakukannya?

 Sejak saat itu saya selalu memisahkan sampah inorganic dan menyerahkan kepada pemulung  supaya dia tak usah repot untuk mengaduk-aduknya.  Hampir tiap kali ada barang yang dapat diserahkan kepada pemulung seperti kemarin kami harus mengganti meja kerja anak, terpaksa harus membuang meja yang lama. Meja lama ini  saya bingung apakah bagaimana cara menyerahkan kepada pemulung.

Dokpri
Dokpri
Namun, beberapa hari saya tak bertemu dengan pemulung yang berjalan kaki dan membawa  karung itu lagi, Tiba-tiba  saya mendengar teriakannya "koran-koran!" saya langsung berlari, cukup kaget karena pemulung itu tak lagi berjalan kaki telah bertransformasi .  Dia tak lagi berjalan kaki,  tapi dia sudah  menggunakan motor yang digandengkan dengan gerobak kecil untuk sampah yang dikumpulkannya.

Pemulung itu Profesi atau Penolong

 Berdasarkan data dari KLHK,  jumlah sampah yang diproduksi oleh Indonesia sebesar 67,8 juta ton setahun, terdiri dari sampah organik, sampah plastik sampah kertas dan sampah lainnya.

Sebenarnya , sampah-sampah itu bisa dikelola dan dimanfaatkan dengan 7 cara yang sangat uptodate, refuse, reduce, reuse, repair, recycle, rot, rethingk.

Beberapa jenis sampah seperti inorganik itu punya potensi ekonomi maupun lingkungan

Sayangnya, walaupun pemerintah daerah sudah s berusaha kuat untuk edukasi kepada warga tentang pengurangan sampah, kondisi tumpukan sampah di TPA itu tak bergeming volumenya dari tahun 1995 hingga saat ini. Strategi mulai dari edukasi sampai kepada pendekatan kerja-sama atau kolaborasi dengan berbagai  komunitas tidak memperlihatkan pengurangan volume sampah.

Sampah tetap ditemukan di setiap sudut baik itu di rumah tangga, tempat-tempat usaha, pasar, sekolah, rumah sakit, mall .  Kendala  yang jadi besarnya sampah tak berkurang juga  adalah gaya hidup masa kini.  Mereka yang suka makan dengan fast atau junk food, selalu menggunakan kemasan serba  Styrofoam dan plastik.

Beruntung ada satu penolong yang disebut dengan pemulung.  Pemulung ini umumnya ditemukan di pemukiman dan mereka itu disebut pemulung mandiri.  

Apa yang dilakukan pemulung itu sebenarnya menolong dan membantu sebesar 20% dari sampah yang dibuang di TPA.  Sungguh tak pernah terpikirkan bukan?

Pemulung itu mengumpulkan barang bekas yang umumnya inorganic seperti kertas , karton, barang plastic baik itu botol atau plastic kemasan , seringkali barang yang sering ditanyakan handphone bekas atau buku-buku .

Setelah mereka kumpulkan, mereka datang ke lapak-lapak yang dapat menerima  hasil pengumpulan sampah mereka.  Lapak-lapak itu disebut pengepul.

Ada pula satu proyek SS yang selalu menerima kemasan bungkus plastic  dari pemulung  SS Proyek  yang diketuai oleh Ibu Ratnawati . Kemasan plastic itu juga diterima dan diberikan imbal hasil, lalu  SS Proyek mendaur ulang menjadikan bahan baru seperti tas untuk belanja .

Pemulung ini bukan sekedar penolong saja dalam mengurangi volume sampah, tapi mereka juga punya organisasi formal.

Dibawah naungan Ikatan Pemulung Indonesia yang beranggotakan hampir 5,000 orang diketuai oleh Pris Polly LEngkong.  Tujuan dari Ikatan Pemulung itu untuk meningkatkan kesejahteraan  Pemulung Indonesia, mengurangi sampah dan juga mengelola daur ulang.

Aspek kesejahteraan social para Pemulung  sangat menyedihkan, hasil kerja mereka itu masih diperoleh secara harian, apa yang disetorkan misalnya plastic PET  diberikan imbal hasil Rp.4,500 per kilo dan plastic HDPE sebesar Rp.5.000

Dalam perjalanannya , untuk mengubah  nasib kesejahteraan pemulung itu dapat berubah, Ikatan Pemulung itu juga mengupayakan membeli mesin pres  atau mesin yang bisa mengolah bahan sampah inorganic sendiri dan akhirnya menjual kepada industry yang membutuhkannya. Nilai jualnya jauh lebih besar ketimbang langsung menjual kepada pelapak.

Menyedihkan nasib para Pemulung yang belum punya akte kelahiran, akte pernikahan walaupun mereka sudah menikah dan berusia 50 tahun, hal ini berdampak kepada nasib masa depan anak-anak yang tidak bisa akses dalam Pendidikan, social karena mereka tidak bisa akses BPJS maupun sekolah.

Mewujudkan profesi pemulung  yang manusiawi memang perlu sekali perjuangan.  Semoga apa yang sedang diperjuangkan oleh Bapak Pris  dapat terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun