Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Memaafkan dari Hati Sanubari yang Terdalam

13 Mei 2021   13:04 Diperbarui: 13 Mei 2021   13:38 1452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saling Bermaafkan Komunitas Senam Tera. Sumber: Dokpri

Manusia tidak terlepas dari kesalahan, baik itu secara sengaja maupun tidak sengaja.  Ketika kesalahan itu terjadi, kita tidak boleh membiarkan terus terjadi atau membiarkan dengan luka-luka batin yang terus membara.

Dalam kehidupan sehari-hari, momen penting  dan tepat untuk pembasuhan diri atau saling memaafkan adalah saat Lebaran.  Bagi yang bersalah, mengakui kesalahan, dan bagi yang merasa dimanfaatkan atau dibully, maka harus memaafkan orang yang berbuat kesalahan.

Walaupun dalam praktiknya banyak yang sulit mengakui dan memberikan pengampunan secara tulus, maka sebaiknya  pratik untuk saling memaafkan itu tetap dilakukan untuk damai sejahtera hati masing-masing.

Tradisi saling memaafkan lebih terasa saat menyambut Idul Fitri.   Saling bermaafan bukan hanya antara anggota keluarga saja, tapi dalam satu komunitas. 

Saling Memaafkan di Komunitas Senam Tera "Kepodang"

Saling Bermaafkan Komunitas Senam Tera. Sumber: Dokpri
Saling Bermaafkan Komunitas Senam Tera. Sumber: Dokpri
Sebelum pandemi terjadi, kami anggota Senam Tera Kepodang, selalu berkumpul bersama di  akhir  puasa.

Acara yang  menarik, selesai senam Tera yang biasanya dimulai jam 6.00 pagi dan diakhiri sekitar jam 7.00 pagi .   Kami l diajak berkumpul, mendengarkan sambutan atau pesan dari ketua dan para sesepuh. Wejangan jelang Idul Fitri.   Diingatkan agar kami saling memaafkan satu sama lainnya . Selama berkumpul, kadang kala, kami  ada selisih paham atau kata-kata yang salah, atau ketika kami berpiknik ,mungkin ada tindakan atau perkataan kami yang tidak berkenan

Selesai wejangan, mulailah para senior atau sesepuh, berdiri berjajar di depan, kami yang merasa lebih muda, berbaris.  Kami satu persatu  meminta maaf kepada sesepuh, dan sesama teman .

Teori Berbeda dengan Dunia Nyata

Tradisi saling memaafkan itu   menyejukkan hati dan menenangkan hati kita.

Namun, tradisi memaafkan itu memang terasa lain  apabila kita sebagai manusia pernah tersakiti akibat ucapan dan tingkah laku teman atau saudara terdekat sekali pun.

Tak dipungkiri sebagai manusia pernah mengucapkan atau berpikir yang tak baik dan mungkin menyakitkan orang lain.

Meskipun perkataan kita itu benar .Namun, perspektif penerima atas ucapan kita itu sangat berbeda. Dianggapnya ucapan itu tidak benar dan menyakitkan hatinya.

Ia menganggap kita masih  bersalah karena perkataan itu menghina atau mengecilkan dirinya.

Diharapkan dengan pertemuan dengan kepala dingin  dan penjelasan yang  terang  benderang atau dapat juga melalui pihak ketiga yang tidak memihak siapa pun, maka kita dapat mengklalrifikasi masalah yang kecil tapi jadi besar.

 Apabila masih ada juga  orang yang  tidak  terbuka atas kesalahannya, tidak mau mengakui kesalahanya.  Mengganggap orang lain yang lain bersalah.  Terus mendendam dan bahkan menganggap  pihak saya sebagai orang yang jahat.  Saya tidak dapat merubah orang lain dengan paradigmanya yang masih menganggap saya tetap bersalah.

 Bagi saya , beban hidup itu sudah berat. Kenapa harus terus dipikul apabila kita tidak memaafkan?  .   Saya tidak mau membawa beban berat terus ke dalam hidup saya.   Ketika sudah mengetahui bahwa Allah itu Maha Pengampun, maka saya pun sudah mengampuni orang yang bersalah.

Keyakinan  sepenuhnya bahwa Allah itu pengasih  dan Maha Pengampun, saya sudah mohon ampun dan pasti  Allah mengampuni dosa saya.

Begitu pengampunan diberikan, apa yang terjadi?  Semuanya begitu lega, hati merasa damai sejahtera dan terlelpas dari genggaman rasa bersalah.

Perasaan "release" itu tak pernah bisa diceriterakan. Benar-benar lega dan saya pun bisa menatap masa depan saya dengan lebih baik.

Menatap masa depan tanpa beban yang berat itu jauh lebih ringan karena kita bisa meluangkan waktu dan bekerja secara aktif, produktif tanpa terhalang hal-hal yang seharusnya tidak terjadi.

Pada kesempatan yang baik ini, tepat pada hari Lebaran, tentu saja, saya juga mengharapkan maaf dari orang lain.  Apabila ada kesalahan dalam penulisan saya yang membuat Anda merasa terganggu atau terusik, terus terang saya tidak bermaksud mengusik.

So, time to Forgive  and ask for forgivess Minal Aidin Wal Faidzin, Maaf Lahir Batin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun