Belanja itu menyenangkan bagi mata kita.  Mendekati Lebaran, banyak UMKM, produsen,supermarket  ramai-ramai untuk menawarkan/mempromosikan  kue kering aneka macam panganan, hingga bahan untuk keperluan Lebaran seperti sarung, baju, dan kopiah.
Namun, saya sempat  tercengang dan terkejut bahkan ikut bengong melihat banyak orang yang berdesakan sangat antusiasnya belanja  ke Tanah Abang sampai lupa kepada protokel kesehatan.
Apakah mereka lupa bahwa belanja berjubel dengan kerumunan, padahal  sekarang ini pandemi belum berakhir? Â
Saya kok jadi salah fokus melihat kekhwatiran saya terhadap dampak belanja yang begitu antusias sampai melupakan diri untuk prokes.
Lebaran tentunya lebih ditujukan kepada mereka yang merayakan Lebaran. Â Sementara, saya tak merayakan tapi saya merasakan kemeriahan atau euphoria belanja dan mudik tahun ini, 2021.
Makna Belanja Lebaran
Bagi saya Lebaran, bukan saatnya untuk belanja karena berbagai alasan, salah satunya adalah kami sudah pensiun dan tidak ada fasilitas THR yang diterima.  Begitu pula suasana tempat belanja di berapa tempat  begitu ramai sehingga kami sangat khawatir belanja ditengah keramaian.
Jadi belanja yang kami lakukan adalah untuk mengisi kebutuhan kami sehari-hari  saat libur lebaran. Caranya adalah dengan membeli kebutuhan sehari-hari itu dengan memilih hari Senin pagi untuk pergi ke suatu super market.
Semua catatan untuk kebutuhan belanja selama satu minggu sudah dicatat, sehingga belanja kami sangat mudah selesai.
Di hari Senin.tanggal 3 Mei, Â pagi sekitar jam 10.00 kami sudah berangkat menuju supermarket untuk belanja mingguan. Jumlah pengunjung masih agak sepi karena beberapa toko belum buka. Â Saya pikir aman untuk tidak antri terlalu lama untuk belanja.
Nyatanya untuk membayar di kasir pun, kami harus mengantri cukup lama karena  tiap orang yang belanja itu  cukup lama selesainya karena jumlah volume dan jenis belanja cukup banyak sekali.