Naik sepeda, jalan kaki dan micromobolity(otoped) menjadi salah satu transportasi yang ramah lingkungan. Tak ada polusi di udara. Namun, hal ini hanya dapat dilakukan dalam jarak dekat, beberapa meter saja dari tempat tinggal. Â
Apabila sudah mencapai beberapa kilometer, orang pasti enggan untuk jalan kaki atau naik sepeda. Apalagi jika ingin ke kantor, naik sepeda, wah sampai kantor, muka bisa kusam dan keringatan.
Banyak alasan orang tak mau move on untuk pindah ke transportasi ramah lingkungan.
Perkembangan alat transportasi untuk lingkungan:
Avoid:Â Setiap orang punya kebutuhan untuk beraktivitas, baik itu kantor, mall, ke tempat-tempat yang harus dikunjungi (dokter dan lainnya). Aktivitas itu membutuhkan transportasi.
Selayaknya pemerintah daerah sudah punya perencanaan guna lahan, sistem transportasi yang terpadu, bahkan transit oriented development (TOD).
Shift:Â Begitu suatu kota sudah dipenuhi penduduk, model transportasi juga harus berubah. Tidak lagi hanya mementingkan kendaraan bermotor yang mengeluarkan bensin dan menimbulkan emisi tetapi harus berubah jadi transportasi public seperti LRT, BRT, Metro.
Imporove: Semua kendaraan transportasi publik yang ditawarkan oleh pemerintah daerah perlu mempertimbangkan penggunaan teknologi dan bahan bakar alternatif atau renewable energy (energi terbarukan).
Jarak tempuh dan penggunaan Moda:
Ada yang memilah-milah jika jarak tempuh tempat yang akan dituju hanya sekitar 0.05 km saya akan berjalan kaki, jika 0.3 km saya akan gunakan mikoroauto ped dan 0.6 km saya gunakan sepeda.
Namun, jika saya harus ke kantor, sekolah, tempat belanja yang jaraknya lebih dari 1 km, saya akan gunakan mobil pribadi.
Faktanya orang tak mau bergeming untuk move on pindah dari mobil pribadi gunakan bahan bakar bensin ke mobil listrik apalagi untuk transportasi publik.
Alasan yang dikemukakan sangat klasik, tidak ada kenyamanan dan keamanan.Â
Bagaikan benang ruwet apabila antara komitmen pemerintah pusat, daerah di satu sisi ingin menegakkan transportasi yang ramah lingkungan tapi tidak membenahi dengan serius, tapi sisi lain publik diminta untuk segera berpindah dari transportasi ramah lingkungan yang belum tuntas.
PT. TransJakarta:
Pada tahun 2000, ex gubernur DKI Pak Sutiyoso sempat mengatakan: "Jika Jakarta seperti ini, beberapa tahun ke depan Jakarta akan macet total".
Ide gubernur Sutiyoso ini ditindaklanjunti dengan menghubungi sebuah Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) untuk melanjutkan proses. Konsep awal dibuat oleh PT. Pamintori Cipta, konsultan transportasi bekerja sama dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Pada tahun 2004 diluncurkanlah TransJakarta meniru  transportasi Bus Rapid Transit (BRI)  dengan sistem Trans Milenio (meniru di Bogota).
Dirancanglah jalur lintasan sepanjang 230,9 km, 243 stasiun BRT atau halte yang tersebar di 13 koridor berporasi dari pukul 05.00 hingga pukul 22.00. Jika bus biasanya berhenti di sebelah kiri jalan, Transjakarta berhenti sebelah kanan, dan ketinggiannya mencapai 1.2 meter.
Konsep untuk mengurangi kemacetan di Jakarta dengan public transport yang disebut TransJakarta belum juga berhasil.  Animo public belum begitu besar.
Tidak ada alasan jelas, tetapi beberapa alasan pribadi menyatakan haltenya jauh dari kantor dan rumah tinggal yang seharusnya ditempatkan di tempat strategis, bahkan waktu tunggunya sangat lama, begitu datang bus TransJakarta sudah penuh total.
Dilemanya, belum ada animo warga, tapi Pemerintah harus mengikuti  Paris Agreement yang mana ketentuan untuk pengurangan emisi yang ditimbulkan oleh asap dari energi bahan bakar fosil oleh TransJakarta.
Fakta yang ada di sekitar kita:
- Warga yang tidak merokok tinggal di Jakarta, paru-parunya kotor karena polusi.
- Tahun 2012 Sektor transportasi menyumbang 46% total emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan Jakarta.
- Total Km Tempuh tahun 2019 unit Transjakarta sejauh 24.442.734 km dengan konsumsi solar sebanyak 14.474.131 liter.
- Untuk menanam satu pohon mangga untuk emisi gas yang dihasilkan setiap kali melakukan perjalanan sejauh 1.500 kilometer dengan sepeda motor atau 8.000 kilometer dengan bus.
- Jika kita melakukan perjalanan sejauh 20 kilometer menggunakan mobil setiap hari, kita akan menghasilkan 1.300 kilogram CO2 per tahun.
Demi tekanan itu, pemerintah pun ingin mentransformasi bahan bakar TransJakarta dari bahan energi fosil ke listrik. Â
Tentunya tidak mudah bagi TransJakarta untuk menerapkan hal ini. Mereka harus menyiapkan operator yang sanggup untuk memfasilitasi APD, punya infrastruktur untuk pengisian energi listrik, pengemudi yang punya sertifikasi khusus untuk pengemudi bus listrik, juga harus punya infrastruktur khusus.
Alasan tepat mengapa TransJakarta harus mengubah bahan bakar listrik.
Transjakarta melakukan 70-80 trip per hari dengan penumpang warganya Jabotabek. Jakarta populasi cukup besar, perlu mengurangi padatnya traffic dan polusi. Warga harus mengurangi trip dari mobil pribadi dengan TransJakarta.
Beralih bus listrik dengan 8.882 unit bus, tidak mudah jika harus bekerja sendiri, harus dengan kerja sama dengan operator. Memperhatikan bus, armada, operator dan teknologi :
- Uji coba 2020 sudah dilakukan.
- Pilot projek lewat operator 2 tahun.
- Implementasi evaluasi, diharapkan sudah implementasi.
Pengadaan dan uji coba untuk bus dengan bahan baku listrik sudah diadakan sejak 2021 ini.
Pada akhirnya, Infrastruktur mendukung, pedestrian . Â
Berikan karpet merah kepada pemakai kendaraan biru (pengguna mobil dan bus listrik).
Berikan ranjau kepada mobil pribadi
Langit biru, transportasi ramah lingkungan, warga gunakan publik transportasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI