Pertanyaan besar yang terus menggema dalam kalbu saya, ketika PSBB diberlakukan, masyarakat Indonesia masih disiplin menggunakan masker, jaga jarak dan cuci tangan.
Namun, setelah masa "New Normal" diberlakukan, justru banyak yang tidak disiplin untuk menggunakan masker.  Apa sich sulitnya menggunakan masker?  Apakah mereka tidak memahami setiap hari laporan dari Gugus Tugas COvid-19 menyatakan orang yang terpapar makin hari makin tinggi (hari ini tanggal 27 July tercatatat 98.300 orang yang terpapar).  Jumlah ini  belum sampai ke tingkat puncaknya.
Ternyata disiplin itu bukan perkara yang mudah, bahkan boleh dibilang sangat sangat kompleks menurut  nara sumber yang berkompeten untuk memaparkan soal disiplin.
Menurut Bapak  Dr. Erwansyah Syarif, MBA, M.Si,  jika seseorang mengetahui risiko bahaya tidak menggunakan masker tetapi dia tak peduli bahkan tidak memikirkannya.  Contohnya seorang penerjun yang tidak disiplin, dia mau terjun paying tapi tidak menyiapkan alat-alat keselamatan dan perlindungan . Â
Contoh lainnya, seorang yang ingin mendaki gunung, justru memakai pakaian normal layaknya akan pergi ke kantor. Â Dia seharusnya membawa peralatan yang harus dipersiapkan untuk mencegah tidak terjadi hypotherma.
Disiplin harus dimulai dan diterapkan dari rumah. Â Orangtua yang menerapkan nilai-nilai disiplin sehngga anak itu bisa mengenal disiplin jika melanggar mana yang benar dan mana yang salah.
Contoh: Â anak berusia dibawah 17 tahun sudah dibiarkan untuk naik motor. Lalu di jalan besar, naik motor bertiga dengan teman-temannya. Ketika dewasa, dia merasa tidak apa-apa jika melanggar peraturan lalu lintas.
Disiplin itu harus dipaksa dalam situasi tertentu. Â Contohnya, jika orang Indonesia pergi ke Singapore, dia bisa berlaku disiplin karena melihat orang lain disiplin. Â Namun, begitu kembali ke Indonesia, dia tak disiplin lagi karena tidak ada orang yang menginspirasi dirinya.
Hukuman atau sanksi fisik tidak selalu membuat orang disiplin. Â Disiplin dianggap suatu hal yang menuntut keras tetapi bukan berarti kekerasan. Sulitnya disiplin ini harus dimulai dari diri sendiri, bukan melihat orang lain.
Siklus  Disiplin:
- Â Pertama adalah perspektif dimana pengetahuan atau pemahaman orang tentang disiplin, bukan sebatas dari ketepatan waktu saja, tetapi lebih luas nilai yang lebih dalam.Â
- Kedua adalah sikap mental dimana keputusan yang dibuat atas kesadara diri, bukan karena dipaksa.Â
- Ketiga adalah kualitas diri : Â yang membedakan hasil kerja seseorang disbanding dengan orang lain.
- Â Keempat adalah Komitment bersama, keteguhan hati untuk konsisten.Â
- Kelima adalah budaya, kebiasaan yang melekat dalam diri setiap manusia Indonesia.
- Keenam harga diri bangsa  yang merupakan kesadaran terhadap marwah bangsa.
Manfaat disiplin:
Untuk menjadi bangsa yang besar dan maju, Â Indonesia harus mengejar ketertinggalan dalam hal disiplin. Â Bangsa yang maju itu bukan sekedar faktor usia, submer daya dan intelgensia saja. Â TEtapi harus punya prinsip dasar seperti etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari. Â Kejujuran dan integritas. Â Bertanggung jawab. Hormat pada aturan dan hukum masyarakat, cinta pada pekerjaan, berusaha keras untuk menabung dan investasi, kerja keras dan tepat waktu.
Menurut Ibu Astrid Regina Sapiie, seorang psikolog memaparkan bahwa perilaku disiplin itu merupakan perilaku seseorang itu umumnya menjadi tanggung jawab pribadi yang tunduk pada "otoritas".  Otoritas dalam hal ini adalah orangtua apabila dia masih kanak-kanak.  Sebaiknya,Orangtua mengajarkan nilai disiplin kepada anak sejak anak berusia 1-10 tahun karena masa ini adalah golden age bagi pembelajaran disiplin. Disiplin .