Cerita tragis itu membuat hati saya menangis tanpa bisa mengantarkan ke liang lahat.  Mendengar  kondisi suaminya yang masih dirawat saat istrinya harus dikuburkan, bahkan tanpa dua anak yang ditinggalkan dengan usia 7 dan 9 tahun.
Beberapa minggu kemudian, saya pikir suaminya telah  sembuh.  Berita mengagetkan kembali saya terima.. Bapak B suami almarhum sahabat saya  itu harus dibawa ke rumah sakit untuk di operasi empedu yang kronis.
Pikiran dan emosi saya dalam keadaan bingung, harus membantu apa? Kedua anak kecil itu hanya ditemani oleh keponakan suami yang memang sudah lama membantu. Lalu saya tanyakan kepada  keponakan itu: "Bagaimana kondisi bapak dan anak-anak?"  Saya berpikir apa yang bisa saya bantu dalam kondisi kritis itu.
Doa saya segera panjatkan. Setelah itu bergegas untuk ke dapur memasak ringan. Masakan itu saya kirimkan kepada kedua anak itu dengan ojek online.Â
Selanjutnya, saya hanya monitor dan berikan perhatian proses pemulihan suami almarhum teman saya itu.  Saya  juga menanyakan bagaimana hasil swab keponakan, dan anak-anak.  Jawabannya sungguh membuat hati saya bersyukur kepada Tuhan: " Negatif, Bu".Â
Sekali lagi saya  bersyukur sekali kepada Tuhan bahwa ditengah krisis yang menimpa keluarga almarhum teman saya itu, ada tangan Tuhan yang mendengar doa saya, peristiwa ini sebagai connecting happiness bagi saya.  Â
Berharap keluarga almarhum teman saya ini dapat menapak kehidupan baru yang sulit tanpa istri dan ibu yang dicintainya dengan tabah.