Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Investasi yang Tepat Saat Suku Bunga Acuan Turun

25 Oktober 2019   18:08 Diperbarui: 27 Oktober 2019   08:04 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Bank Indonesia.

Tinggal dua bulan untuk mengakhiri tahun 2019, tapi pertumbuhan hingga kuartal ke-4 ini masih tetap dan tidak beranjak, yaitu hanya  5%. 

Target pertumbuhan yang dipatok yaitu 5,4 persen itu tak mudah dicapai, karena waktu yang sempit ini banyak langkah yang perlu diperbaiki. Untuk tahun 2020 pertumbuhan ekonomi diharapkan atau ditargetkan antara 5,1-5,5 persen.

Dari segi pertumbuhan kredit, target pertumbuhan kredit perbankan 10-12 persen di tahun 2019 dan 11-13 persen di tahun 2020. Selain ini pertumbuhan dana pihak ketiga di perbankan pun ditargetkan 7-9 persen di tahun 2019 dan 8-10 persen di tahun 2020.

Sedangkan inflasi tahunan hingga September 2019 sebesar 3,39 persen. Target inflasi yang ditetapkan BI tahun ini 2,5-4,5 persen

Untuk mengejar pertumbuhan yang tetap di tempat itu dan menghindari inflasi yang melambung tinggi, tentunya perlu kebijakan strategis.

Satu kebijakan yang sudah diantisipasi oleh publik, yaitu Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin atau 0.25 persen menjadi 5 persen. 

Selama bulan Juli hingga Oktober 2019, Bank Indonesia telah berturut-turut menurunkan suku bunga acuan. Bulan Juli, dari 6 persen jadi 5,75%, Augustus dari 5,75% ke 5,5%, September dari 5,5% jadi 5,25% dan terakhir Oktober dari 5,25% jadi 5%

Sumber: Bank Indonesia.
Sumber: Bank Indonesia.
Bagi para pelaku ekonomi, produsen, maupun pengusaha mengharapkan suku bunga yang kompetitif akan mendorong pertumbuhan bisnis.  

Bisnis itu ditopang dengan profit, yang salah satu elemennya berasal dari pinjaman ditambah dengan berbagai biaya lainnya, lalu dikurangi dengan pendapatan. Pendapatan dalam hal ini adalah konsumsi produknya dari masyarakat.

Bagi masyarakat yang punya pendapatan tetap maupun tidak tetap, jika biaya pengeluaran lebih tinggi daripada pendapatannya, akan terjadi inflasi tinggi. 

Masyarakat butuh stimulus ekonomi atau kelonggaran apabila biaya atau pengeluaran hidupnya bisa dikurangi, misalnya dengan biaya-biaya dari pinjaman seperti pinjaman rumah, motor, dan barang-barang konsumtif lainnya.  

Biaya pinjaman dengan suku bunga tinggi akan membuat ekonomi warga tidak mampu membeli barang yang dibeli dengan cicilan atau pinjaman.

Bagi Bank Indonesia, kebijakan penurunan suku bunga acuan itu berdampak dua sisi. Suku bunga pinjaman atau lending akan turun, konsekuensinya, suku bunga deposit atau deposit facility bank pun akan turun, yang mana masing masing menjadi 4,25 persen dan 5,75 persen.

Biasanya bunga lending dan deposit dari Bank Indonesia ini jadi acuan bagi semua bank di Indonesia (bank-bank akan menambahkan spread dari lending atau deposit facility Bank Indonesia untuk diterapkan kepada nasabahnya).

Momentum berbenah investasi portofolio Finansial Anda:
Saat ini pasti arus dana masuk dari asing cukup jelas karena hasil imbal obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun sebesar 7,3 persen dan tenor 1 tahun 5,9 persen masih cukup menarik ditawarkan di pasar obligasi Indonesia.

Dengan adanya kebijakan penurunan bunga acuan di akhir tahun ini, masyarakat atau warga yang punya investasi, dapat mulai berkiprah ke investasi yang lebih memiliki imbal hasil lebih tinggi, seperti obligasi ketimbang menempatkan investasi di pendapatan tetap seperti deposito atau reksadana yang cenderung turun.

Selain obligasi, Anda bisa tempatkan investasi ke reksadana terproteksi tetap yang biasanya diinvestasikan oleh Fund Manager lebih banyak dalam obligasi ketimbang saham atau deposito. 

Sesuaikan portofolio Anda menurut kebutuhan jangka pendek dan menengah saja karena ekonomi global dan ekonomi domestik masih belum menentu dan bergejolak.

Kondisi saham masih ditentukan oleh faktor ekonomi global yang belum selesai, yaitu perang dagang Amerika dan Eropa, Permakzulan Donald Trump dan belum selesainya rencana Inggris untuk ke luar dari Brexit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun