Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Iuran BPJS Akan Naik Drastis, Apakah Pelayanan Akan Naik?

29 Agustus 2019   15:51 Diperbarui: 3 September 2019   13:29 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengadakan rapat dengan Komisi IX dan Komisi XI DPR RI, Selasa 27 Agustus 2019, ia menyatakan bahwa iuran peserta BPJS Kesehatan harus dinaikkan lebih dari yang diusulkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Ada dua skema yang dibuat, yaitu usulan DJSN dan usulan Ibu Sri Mulyani.

DJSN, mengusulkan adanya kenaikan iuran peserta kelas I dari Rp 80 ribu menjadi Rp 120 ribu (kenaikan 50%). Kelas II dari Rp 51 ribu menjadi Rp 80 ribu (kenaikan 56%). Sedangkan kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu (kenaikan 64%).

Sementara Menkeu mengusulkan kenaikan peserta JKN kelas I menjadi Rp 160 ribu (kenaikan 100%). Kelas II menjadi Rp 110 ribu (kenaikan hampir 96%),  Kelas III menjadi Rp 42 ribu (kenaikan 64%).

Iuran ini akan disesuaikan sejak bulan Augustus khusunya segmen PBI, PBI APBN dan PBI APBD. Sementara untuk PBPU atau segmen mandiri baru diterapkan di tahun 2020, menunggu sampai perpres ditetapkan.

Kenaikan iuran ini adalah untuk menutupi defisit BPJS yang telah mencapai Rp 32 triliun sejak tahun 2014. Pelbagai cara untuk mengatasinya, tapi pemerintah serta jajarannya sepanjang tahun 2019 tak ada tanda-tanda bisa menyelamatkan keuangan BPJS.

Untuk membantu BPJS Kesehatan menutup kebutuhan anggarannya, Pemerintah sudah membayar iuran seluruh peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang seharusnya dibayar tiap bulannya.

Solusi Mengatasi Defisit  BPJS yang menggunung:

Sumber: BPJS
Sumber: BPJS
Kondisi keuangan BPJS sejak tahun 2014 sudah menganga lebar dengan defisit dari Rp 3,3 triliun jadi Rp 5,7 triliun (2015), dan jadi Rp 9 triliun dan Rp 9,5 triliun di dua tahun berikutnya. Sekarang melonjak jadi Rp 16,5 triliun.

Apabila kondisi yang menganga lebar itu dibiarkan terus disubsidi oleh Pemerintah dari APBN, maka pemerintahlah yang akan merasakan repotnya menalangi dana sebesar itu.

Akar permasalahan dari defisit ini menurut aktuaria, adalah besarnya iuran itu di bawah nilainya aktuaria. Contohnya peserta mandiri kelas III seharusnya R p53 ribu per peserta tiap bulannya, tetapi dipatok pemerintah Rp 25.500 atau kurang 50% dari nilai aktuaria. 

Ditambah dengan jumlah peserta yang dari tahun ke tahun melonjak cukup besar dari 133,4 juta orang di tahun 2014, menjadi 257,5 juta di tahun 2019.

Dengan bertambahnya peserta yang bayarnya di bawah aktuaria, maka penambahan defisit akan terus melonjak.

Persoalan yang menumpuk lagi adalah ketika mereka yang harus membayar iuran ternyata banyak tunggakkannya. Tercatat ada 6% dari total peserta, yaitu sekitar 12 juta penunggak, ditambah yang tidak mampu.

Ditengarai mereka yang menunggak itu hanya akan membayar ketika mereka sakit atau masuk rumah sakit.

Sekarang sistem sudah diganti dengan tidak bisa menunggak lagi jika dalam waktu 45 hari tidak dibayar. Otomatis tidak bisa menggunakan kartu BPJS. Tunggakkan harus dilunasi dulu.

BPJS Perseroan menandatangani Surat Edaran Bersama tentang Implementasi Layanan Autodebit Untuk Pembayaran Iuran Peserta Program JKN-KIS dengan PT Bank Negara Indonesia (Tbk), PT Bank Rakyat Indonesia (Tbk), PT Bank Mandiri (Tbk), dan PT Bank Central Asia (Tbk).

Ternyata ada kesulitan bahwa  autodebit di beberapa bank ini belum sepenuhnya terintegarasi dengan sistem BPJS. Saya pun pernah disarankan untuk gunakan pembayaran manual oleh bank daripada nanti repot terjadi tunggakan karena autodebit tidak jalan.

Bagaimana respon dari peserta apabila kenaikan ini diimplementasikan?
Tentu, banyak yang merasa keberatan. Ada beberapa orang yang sudah bekomentar keras bahwa semua harga barang naik, biaya hidup naik, sekarang iuran naik cukup besar.

Bagi mereka yang punya anak cukup banyak (katakan 3) maka biayanya makin besar, dan ini akan menjadi persoalan baru. Apabila peserta tidak membayar dengan patuh, terjadi tunggakan yang makin membengkak, maka tujuan BPJS untuk meningkatkan pemasukan pun tidak tercapai.

BPJS dan seluruh stakeholder harus memberikan sosialisasi dengan sangat hati-hati kepada peserta BPJS alasan tepat dan mengapa terjadi kenaikan yang cukup besar itu. Berikan pengertian satu-satunya jalan agar BPJS tetap "survive" adalah dengan kenaikan iuran itu.

Apakah kenaikan iuran akan meningkatkan pelayanan BPJS?
Suatu pertanyaan yang sangat besar ketika saya melihat para peserta BPJS yang harus mengantre panjang sekali ketika harus berobat di RS Dharmais.

Bukan saja antrean yang panjang, tetapi para peserta juga harus sabar untuk mendapatkan jadwal bertemu dengan dokter. Apabila harus kembali ke dokter, jadwal ulang itu sangat lama sekali, mungkin 3 bulan sekali. Jika mereka yang sakit parah, bagaimana penanganan yang perlu cepat itu?

Tiap kali mereka harus masuk opname, dikatakan kepada pasien, kamar sudah penuh, kamar sedang dalam renovasi dan alasan lainnya.

Sungguh suatu dilematis bahwa kebijakan penyediaan fasilitas kesehatan itu perlu penanganan yang sangat komprehensif dan tegas tetapi juga manusiawi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun