Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

PR Jokowi di Periode Kedua, Jokowieconomics

15 Agustus 2019   17:44 Diperbarui: 15 Agustus 2019   17:49 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sudah terpilih sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2019-2024.   Setelah banyak perdebatan dan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi  dimana MA menolak permohonan Prabowo-Sandiaga Uno.

PR sudah dekat di depan mata, Oktober 2019 adalah pelantikan Jokowi dan Ma'ruf Amin.  Banyak masalah segudang yang harus diseleaikan. Tapi Jokowi harus punya prioritas. Jika di periode sebelumnya prioritas utama adalah pembangunan infrastruktur, maka di periode kedua adalah pembangunan manusia. Namun, pembangunan manusia itu tak bisa terlepas dari kondisi ekonomi. Manusia dan ekonomi menjadi suatu kesatuan, manusia trampil harus secepatnya dibangun, tapi ekonomi yang kuat  sebagai negara berkembang harus dicapai.

Meskipun capaian ekonomi dalam periode pertama Jokowi dalam bidang kemiskinan dianggap berhasil karena mulai turun tingkat kemiskinan dibawah 10 persen hingga satu digit,  juga angka pengganguran terbuka dan inflasi kebutuhan pokok dan realsisanpenerimaan negara capai 100 persen.

Namun indikator ekonomi yang lainnya kurang menggembirakan.  Indikator capaian neraca perdagangan sangat mengejutkan karena telah terjadinya deifisit dan investasi asing turun terus.

Jokowi  punya visi untuk mengubah ekonomi Indonesia dari konsumtif jadi berbasis produktif. Maka setiap kali perteman Jokowi selalu menekankan adanya peluang investasi di Indonesia kepada rakyatnya.Investasi asing diperlukan untuk pengembangan infrastruktur dan industri dan perdagangan.

Tantangan perdagangan:
Kinerja kementrian terutama kementrian  perdagangan masih jauh dari target yang ditentukan. Bahkan sangat menyedihkan sekali ketika  kuartal pertama dalam tahun 2019, pertama kali dalam sejarah perdagangan tercatat defisit 2,56 miliar dollar AS.   Secara akumulatif dari Januari hingga July 2019, defisit nerace dagang berada di angka US $3,4 milyar. Padahal menurut BPS neraca dagang di bulan Juni 2019 sempat surplus US$ 196 juta.

Defisit ini disebabkan tidak seimbangnya antara komponen ekskpor dan komponen  impor Indonesia. Negara mengimpor jauh lebih besar ketimbang ekspor.   Besarnya ekspor  non migas hanya surplus 204,7 juta dollar AS , jauh lebih rendah 10 kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2018 yaitu 2,48 miliar dollar AS.

Perdagangan impor masih didominasi dengan impor bahan pokok , seperti beras, kedelai, gula dan garam.  Impor yang besar ini sampai saat ini tidak terkendali karena tidak ada bahan baku pengganti bahan impor.

Proyeksi  Bank Dunia untuk ekonomi Indonesia di bidang ekskpor pada tahun 2019 2,6 dan pada tahun 2020 3,50 . Namun realisasi di kwartal pertama tahun 2019 hanya minus 2.08%

Proyeksi bank dunia untuk ekonomi Indonesia di bidang impor di tahun 2019 adalah 0 dan tahun 2020 3,2.  Suatu proyeksi yang sangat mengagetkan bahwa import di tahun 2019 jadi 0 karena kenyataannya jumlah impor Indonesia di kwarta pertama minus 7,75%

Uni Eropa atau EU telah mengenakan tarif bea masuk  8-18% untuk produk biodiesel asal Indonesia  otomatis hal ini juga akan mengurangi ekspor roduk minyak sawit mentah dari Indonesia. Pengenaan bea tariff itu salah satu strategi Uni Eropa untuk mengurangi produk biodiesl Indonesia. Msereka mempertahankan produk sendiri dan tak mau tersaingi. Sedangkan bagi Indonesia, ekspor CPO olahan Indonesia itu cukup besar nilainya.

Untuk mencapai pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Jokowi harus segera memiliki fokus 4 pilar:
Pekerjaan rumah yang paling berat yang juga jadi beban berat bagi kabinet terutama bidang ekonomi yang akan dilantik. Empat hal itu adalah mendorong ekspor nonmigas, gairahkan investasi asing, tingkatkan industri substitusi impor dan kelola mesin devisia.

Mendorong ekspor bukan hal yang sangat mudah. Melihat negara-negara Asean, seperti Vietnam, Malaysia, Thailand, Filipina, mereka justru telah mengekspor produk teknolgi tinggi seperti elektronik dan komponen.   Sedangkan ekspor Indonesia masih berbasiskan komoditas berbasis sumber daya alam, perkebunan. Diversifikasi ekspor produk dan nilai tambah tinggi harus diusahakan supaya dapat tercapai.

Walaupun ekspor mobil di Indonesia  sudah dapat dilakukan, tetapi masih ada PR buat Jokowi dan tim karena kendala dari produksi dan perakitan mobil masih berstandar emisi Euro 2 sedangkan yang dibutuhkan oleh negara maju adalah mobil berstandar emisi Euro 4 dan 5. 

Untuk barang modal dalam rangka manufaktur mobil  tidak dapat dilakukan dan tidak mudah untuk mendatangkan investasi asing karena modal besar , tetapi iklim investasinya terutama legal dan regulasi tidak mendukung.

Untuk meningkatan industri substitusi impor agar dapat menekan laju impor bahan baku, perlu upaya mulai dari proses huluisasi sampai hilirisasi.  Perbaikan rantai industri yang berkesinambungan dan transparansi. Sektor hulu  pada impor dapat berkurang karena dapat mengembangkan industri substitusi impor. 

Sektor yang paling berat bukan hanya manufaktur saja, tetapi sektor pertanian dimana hampir semua bahan pokok yang kita konsumsi masih mengimpor. Sektor pertanian tidak bertumbuh bahkan menurun karena hilangnya lahan-lahan yang dijadikan perumahan, kapasitas anak-anak muda yang tidak mau bergerak di bidang pertanian.

Hanya satu harapan yang masih dapat dikembangkan dengan kencang yaitu kelola hasil devisa dari pariwisata. Saat ini Jokowi sedang mempromosikan destinasi wisata yang jadi tujuan wisata bagi orang asing seperti Danau Toba, Labuhan Bajo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun