Ketika Pemerintah menggalakan agar semua warga masyarakat mau mengubah mindset pembayaran baik itu keperluan transportasi online , beli makanan online, Â beli barang-barang online atau bayar listrik, token listrik dan lainnya dari tunai jadi non tunai atau sering dikenal e-money.
Setelah semua warga mulai menyukai menggunakan e-money sebagai alat pembayaran karena praktis dan mudah sekali, Â terjadilah suatu peristiwa yang cukup menggemparkan.
E-money atau kartu debit tidak diterima saat listrik mati. Â Saya sebagai salah seorang yang merasa nyaman untuk gunakan e-money untuk biaya transportasi plus belanja dengan kartu debit terpaksa harus "ngomel" karena kasir tak mau terima ketika lampu mati.
Lampu mati mengakibatkan mesin EDC pun ikut tak berfungsi lagi.  Kasir langsung minta kita yang sedang antri panjang dengan satu keranjang belanjaan penuh dengan berbagai barang itu untuk siapkan uang tunai.  Tentu saja  kita tidak mungkin ke luar dari antrian karena sudah antri panjang, dan dekat dengan kasir, harus ke luar untuk ambil tunai terus antri lagi.  Terpaksalah mereka banyak mengurangi jumlah belanjaan dan membayar sesuai dengan uang tunai yang ada  di dompet.
Sekarang ini , kita perlu belajar jika bencana yang sering melanda ,lalu pasokan listrik terputus.  Kita harus segera langsung periksa  isi dompet  dan apa saja yang ada di kulkas.
Jika Anda tidak punya uang tunai cukup dan sepenuhnya bergantung pada pembayaran elektronik, maka Anda sudah selesai dengan apa yang ada saja. Bisa kelaparan karena tidak ada orang yang menerima uang elektronik di saat lampu mati dan bencana alam.
Sebagai contoh yang lain saat gempa kuat Hokkaido Jepang memicu pemadaman listrik skala besar, dan kota Sapporo langsung jadi kota yang gelap gulita.
Selama periode itu ada banyak orang sekitar 1,95 juta penduduk berbondong-bondong ke supermarket dan toko  serba-ada untuk membeli keperluan hidup sehari-hari .
Namun, ketika  di zaman itu pun  sudah banyak yang  menggunakan ponsel sebagai alat pembayarannya dan mereka kehilangan kemampuan membayar dan tidak dapat membeli apa yang dibutuhkannya.
Seorang warga tinggal di Sapporo , yang biasa menggunakan Apple Pay ke luar tanpa dompet dan sedikit uang tunai.  Dia  tak sempat membeli apa pun ketika pagi harinya terjadi gempa kuat dan Sappoor mengalami pemadaman listirk yang besar.
Lalu dia kembali ke kulkas di rumahnya dan menemukan bahwa hanya  susu dan mayones yang tersisa di dalam kulkas.
Segera dia pergi ke supermarket dimana banyak orang juga berbondong-bondong berbelanja.  Seorang petugas mengatakan kepadanya bahwa dia tak bisa gunakan pembayaran elektronik. Di tempat lain pun hal yang  sama terjadi, tidak bisa gunakan pembayaran elektronik.
Kembali ke rumahnya dengan sedih dan gontai, dia harus duduk kelaparan selama berhari-hari.
Pada bulan Februari tahun ini Gubernur Sentral Swedia , Stefan Ingves mengingatkan kepada warganya bahwa warga uang tunai tetap dibutuhkan pada saat menghadapi perang, bencana alam., sistem sosial dan keuangan besar yang akan runtuh dalam sekejab.
Uang tunai adalah alat vital sebagai alat pembayaran yang tidak boleh digantikan yang lain.  Pembayaran non tunai hanya sebagai pelengkap dari "fungsi pembayran" karena tidak tidak  diganti dengan kondisi dasar tertentu (listrik, jaringan, stasiun, pangkalan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H