Untuk melatih kegigihan anak agar anak punya daya juang atau "grit", orangtua pun mendorong anak apabila menginginkan sesuatu harus sabar dan harus bisa meraihnya sampai dia selesai menyelesaikan pekerjaan itu.
Ada penelitian Prof. Angela dengan melakukan percobaan kepada beberapa anak. Anak-anak ini diberikan marshmallow (marshmallow adalah manisan atau makanan ringan bertekstur seperti busa , lembut dan aroma dan warny)a. Jika dimakan akan meleleh di mulut.
Begitu cepatnya anak mengunyah marshmallow di mulutnya. Lalu ada perintah bahwa anak akan mendapatkan marshmallow yang kedua apabila mereka mau menunggu sampai ada perintah dibagikan.
Saat menunggu cukup lama bagi anak yang tidak sabar. Ada yang gelisah, ada yang menangis, ada yang berteriak atau ada yang marah karena tidak cepat mendapatkannya. Penelitian menunjukkan bagi anak yang paling sabar menunggu, dialah yang punya Grit yaitu mampu menahan diri untuk bisa mendapatkan sesuatu.
Orang tua yang sering dirongrong oleh anak karena setiap kali pergi ke mal, minta dibelikan mainan baru. Padahal mainan lamanya sudah dibongkar tanpa dibereskan dan diperbaiki seperti semula. Orangtua harus berani mengatakan bahwa tidak ada mainan baru kecuali dia menyelesaikan mainan yang dibongkarnya itu menjadi seperti semula.
Interaksi orang tua dengan generasi X juga harus terbuka, transparan bahkan harus menjelaskan kenapa orangtua melarang anaknya menggunakan gadget seharian penuh.
Menjelaskan dengan tidak hanya dengan kata-kata yang penuh bunga-bunga bahwa nanti matanya akan rusak, nanti akan mengganggu pelajaran dan lalu akan tidak naik kelas.
Penjelasan yang paling ampuh bagi anak adalah teladan yang diberikan orangtua kepada anak. Orangtua melarang anak gunakan gadget hanya dengan memberi contoh bahwa orangtua pun hanya gunakan gadget saat diperlukan. Misal: saat membalas pertanyaan dari teman dan waktunya juga terbatas hanya 10-15 menit tiap kali membuka gadget.
Tantangan bagi orang tua untuk tetap berkreativitas dalam kata-kata apabila salah satu orangtua karena keterbatasan waktunya untuk bisa dekat dengan anaknya. Contohnya anak yang dekat dengan ibunya karena ibunya tidak bekerja secara formal, lebih banyak di rumah. Lalu karena kecapean, ibu sering mengomel kepada anaknya. Sementara ayah yang hanya bertemua anak dalam waktu singkat, tentunya anak melihat ayah lebih baik karena tidak pernah ngomel seperti ibu.
Untuk menghilangkan persepsi anak bahwa ayah jauh lebih baik ketimbang ibu maka ayah pun harus berkreativitas mengatakan kepada anak bahwa ibu itu tidak mengomel tapi sedang kecapean. Dia berkata-kata kepada dirinya sendiri. Anak harus pahami situasinya dan tidak merasa dimarahin atau tidak merasa bahwa ibunya suka mengomel dan jahat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H