Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Salah Jurusan, Bukan Berarti Gagal Total

2 Juli 2019   17:39 Diperbarui: 3 Juli 2019   17:44 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak-anak calon mahasiswa, mahasiswi ramai-ramai ikut test "minat dan bakat" atau IQ  sebelum mereka mengambil jurusan di universitas tertentu.

Dipercayai bahwa test minat dan bakat itu akan menjadi parameter atau guideline agar tidak terjebak salah jurusan setelah masuk ke universitas.

 Perguruan tinggi di Indonesia,  apabila kita  sudah salah masuk jurusan , untuk pindah jurusan yang diinginkan, harus mengulangi dari tingkat 1 lagi.   Yang notebene tentu menelan biaya dan waktu yang cukup besar.  

Ada pengalaman dari beberapa anak mahasiswa yang setelah hampir selesai di tingkat terakhir, dia baru menyadari bahwa "passion" bukan di bidang apa yang dipelajarinya saat ini, tapi di bidang lain yang baru diketahuinya.

Ada pengalaman orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya ke universitas.  Sang bapak adalah seorang profesor dari sebuah universitas terkemuka.  Namun, untuk mengetahui bidang atau jurusan yang tepat untuk anaknya, dia terpaksa bertanya kepada temannya yang bukan seorang ahli pendidikan.

Dalam percakapan singkat terjalinlah suatu esensi bahwa "salah jurusan" itu sering terjadi.

Profesor:  "Apa rekomendasimu untuk anakku , pilih jurusan apa?"

Teman:  "Loh, kamu sebagai pakar dari teknologi, mestinya lebih memahami jurusan apa untuk anakmu!"

Profesor:  "Justru, aku sedang bingung karena sekarang ini banyak anak yang setelah lulus di satu bidang misalnya accounting, tapi karena sulit dapat pekerjaan di industri yang membuka bidang accounting, dia bekerja di bidang farmasi".

Teman:  "Kegalauanmu itu tak usah terjadi karena link and match di dunia pendidikan dan pekerjaan itu belum diselesaikan di Indonesia.  Memang terjadi ketidak selarasan antara kebutuhan industri dengan lulusannya.  Misalnya kebutuhan industri untuk tenaga perbankan 100 , namun ternyata lulusan justru membludak baik dari akademi perbankan dan dari  lulusan univeristas".

Profesor: "Jadi apa yang hendak kamu ingin katakan dengan link dengan lulusan yang salah jurusan?

Teman:  "Inilah  keypointnya atau pokok utamanya.   Jurusan apa pun di universitas tidak akan membekali kamu dengan kemampuan yang membuat kamu 'siap kerja'!"

Ketika kamu bekerja sebagai "fresh graduate" tentu perusahaan akan memberikan training (baik in house maupun external training).  

Kemampuan utama adalah agility, dimana dengan cepat dan tepat kamu dapat menyerap hal-hal baru dan menerapkannya.

Kemudian, dari  situlah kita tetap perlu belajar tentang:

- logical thinking

- system thinking

- analytical skills

- big picture thinking

Kaitan dengan industri perbankan,  dimana kamu harus bekerja di perbankan sementara  kamu tidak memiliki background bidang perbankan atau ekonomi , artinya kita sedang mempelajari sebuah "system" , menganalisa dan bagaimana "system" itu berinteraksi dan berkolerasi dengan yang lainnya.

Seseorang yang punya ilmu di luar perbankan/ekonomi, misalnya lulusan Tehnik Kimia dapat menjadi seorang CEO sebuah bank karena dia mempelajari "proses" , "knowledge" yang mereka ketahui di proses ke banking system.

Namun,  ternyata tidak mudah menghadapi orangtua yang punya persepsi "jadul" yang mengatakan kenapa susah-susah menjadi insinyur tehnik kimia, jika akhirnya harus kerja di perbankan.

Sekarang ini sudah memasuki zaman 4.0, jadi ada beberapa langkah agar kamu tidak salah jurusan baik itu saat sekolah atau bekerja.

a)  Temukan "passion" 

Seperti telah pernah saya ulas dalam tulisan saya, apa itu passion.  Passion bukan suatu hobi, tetapi sesuatu yang membuat anda betah untuk mengerjakannya dan tidak berhenti sampai Anda memahami dan mengerjakan dengan senang hati.

b) Wujudkan mimpimu

Tanyakan kepada anak Anda apa mimpi atau cita-citanya di masa depan.  Cita-cita ini harus dari dirinya sendiri bukan dorongan dari Anda sebagai orangtua.

c) Bantulah anak anda memilih salah satu bidang yang berkaitan dengan passionnya untuk mewujdukan mimpinya

Ketika Anda sebagai orangtua melakukan observasi apa yang disukai oleh anak, maka Anda membantu anak itu dengan mengarahkan atau memberikan fasilitas untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang yang disukainya.   Berikan fasilitas seperti les, buku atau belajar intensif dengan profesional di bidang yang ingin ditekuninya.

Salah jurusan bukan suatu kartu mati, bahwa Anda tidak dapat berkutik lagi. Anda perlu banting setir dengan kemampuan agility dan capailah setinggi-tingginya kemampuan itu sehingga orang dapat melihat potensi besar dalam diri Anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun