Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Modernisasi Pertanian di Era Revolusi Industri 4.0

6 Mei 2019   09:10 Diperbarui: 6 Mei 2019   09:18 1839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simotandi Sumber: litbang Kementrian Pertanian

Era  Revolusi Industri 4.0  telah datang.     Menyambut  Revolusi 4.0, Indonesia sebagai negara argaris terbesar tidak boleh berdiam diri .    Revolusi 4.0 ini telah berdampak besar ke semua lini termasuk  di bidang pertanian.  Dampak itu terlihat dengan berbagai disrupsi mulai dari kecepatan dan kreativitas yang dapat menggantikan tenaga manusia maupun biodiversitasnya.    Manusia dan bioversitas ini tidak lagi berfungsi sebagai pemain utama dalam dunia pertanian.

Digitalisasi , bioteknologi, proses yang efektif merupakan kunci utama dari Revolusi 4.0 terhadap dunia pertanian.  Perlu adanya implementasi teknologi 4.0 di sektor pertanian bagi konsumen maupun petani untuk mendekatkan distribusi.  

Selama ini yang menjadi rintangan utama dalam dunia pertanian di Indonesia adalah:

  • Semakin sempitnya lahan untuk pertanian karena berubah fungsi dari lahan pertanian menjadi tanah komersial atau  perumahan yang dilakukan pengembang
  • Perubahan cuaca yang tidak dapat prediksi yang membuat petani sering gagal panen karena tiba-tiba hujan dan banjir sehingga panen pun harus dipercepat
  • Masalah sosial seperti tidak ada regeransi anak muda yang ingin jadi petani karena dianggapnya pekerjaan petani tidak mensejahterakan.
  • Tanah yang berkurang tiap tahun sekitar 96,500 HA karena petani menjual tanahnya kepada pengembang
  • Berkurangnya atau hilangnya sumber-sumber pertanian tanpa adanya diversifikasi pangan

Masalah yang bertumpuk itu memang seharusnya diselesaikan satu persatu.   Namun, kecepatan revolusi Industri 4.0 dalam dunia pertanian telah ada di depan mata . Sekaligus membuat kita harus secepatnya harus membuat strategi untuk mentransformasikan kekuatan yang berimplikasi besar .

Pembuatan teknologi digital yang seharusnya dipersiapkan :

  • Internet of Things (IoT)
  • Big data
  • Artificial Inteligence
  • Pelatihan Digital:   Mobilitas, kerjasama dan inovasi

Internet of Thinsgs (IoT) dalam bahasa yang sederhana adalah mengkomunikasikan benda-benda di sekitar kita satu dengan yang lainnya melalui jaringan internet.  Konteks dengan pertanian dengan adanya aplikasi seperti Smart Farming yang mempermudah petani  dalam memonitor dan kontrol  kelembapan tanah, penyiraman, pemupukan.

Big Data:   Kumpulan data yang berukuran besar yang akan dianalisa dan diolah untuk keperluan tertentu dan membuat keputusan, prediksi dan lainnya.  Disebut big data jika velocity (kecepatan arus perubahan data0, variety dan volumenya besar.

Artificial Intelligence:   Sistem  yang terkoneksi pada sensor tanah ke jaringan melalui saluran tv yang tidak terpakai.  Sensor tanah dapat menghasilkan gambar kondisi pada lahan petanian. Apakah lahan itu masih kosong, bagian mana yang memiliki kadar asam tinggi atau lebih banyak air, dan lain-lainnya.

Suatu infrastruktur produksi yang ditransformasikan untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan perlindungan lingkungan .   Adanya  pengembangan digital agriculture dalam bentuk pengembangan teknologi dan pengenalan alat-alat produksi dan mesin-mesin dalam produksi.

Sebaiknya pertanian tidak lagi menggunakan manual  artinya petani tidak lagi  mempersiapkan media tanam atau masa tanam, perawatan lahan (pencegahan hama), pembajakan, pemilihan bibit, persemaian dengan pola lama yaitu menggunakan  tangan dan kaki ,tetapi sudah harus digantikan dengan alat pertanian modern, bahkan menggunakan traktor .    Penggunaan traktor dan teknologi  GPS akan mengoptimalisasikan pertanian karena ketepatan pertanian dapat dihasilkan.   Melalui monitor dan kontrol semua hal dapat diukur dengan sangat tepat dan cepat.

Otomisasi dalam dunia pertanian akan meningkatkan produksi baik dari segi kualitas dan kuantitasnya dan mengurangi tenaga kerja.

Alat pengukur yang baru:

Suatu transformasi hanya dapat dilakukan apabila ada kemampuan untuk mengumpulkan data dan mengukur berapa produksi :  tanah, kualitas, level irigasi, cuaca, adanya hama dan  binatang pengganggu. Kemampuan yang lainnya berupa sensor yang dikerahkan untuk traktor atau diimplementasikan pada penggunaan sensor di tanah pertanian atas penggunaan drone atau satelit untuk mengukur semua yang telah disebutkan.

Tantangan untuk beradopsi:

Hal utama yang perlu dilakukan dalam transformasi menuju suatu produk pertanian yang menggunakan teknologi digital, tentunya perlu kerja sama dengan pihak lain. Kerja sama  yang cukup kompleks, jaringan dengan beberapa aplikasi providers .  Jaringan yang makin kompleks dengan beberapa pihak karena bisnis dan ekosistem kompetisi dengan penjual dan produsen alat-alat pertanian. 

Memang dana dan biaya bagi petani untuk bisa menjangkau alat-alat modern sangat sulit, tetapi diharapkan Pemerintah bisa memberikan secara subsidi pembelian alat-alat modern ini kepada petani.

Alternatif yang lainnya dengan penggunaan aplikasi start-up baik itu diinisiasi oleh anak muda atau oleh Kementrian Pertanian.   Beberapa aplikasi yang sudah diperkenalkan kepada masyarakat adalah Sistem informasi pemantauan pertanaman padi (Simotandi) yang menggunakan citra satelit beresolusi tinggi untuk bisa membaca standing crop tanaman padi.  Sebagai contoh luas lahan sawah di Jawa Barat lebih dari 1 juta ha. Dari areal itu terlihat luas lahan yang akan panen dan tersebar dimana saja. Begitu juga tanaman padi yang baru tanam atau lahan yang belum ditanami (bera).

Katam Sumber: Kementrian Pertanian.go.id
Katam Sumber: Kementrian Pertanian.go.id

Selain itu ada  aplikasi KATAM untuk memudahkan mengetahui waktu tanam, rekomendasi pupuk dan penggunaan varietas.    Aplikasi lainnya adalah si Mantap yang dimanfaatkan PT Jasindo dalam rangka mem-backup asuransi pertanian.  Aplikasi KATAM  membantu pihak asuransi supaya mendeteksi resiko kekeringan dan banjir, bahkan organisme pengganggu tumbuhan

Smart Farming Sumber: Balitbang Kementrian Pertanian
Smart Farming Sumber: Balitbang Kementrian Pertanian
Aplikasi Smart Farming berbasis andorid   yang dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian  untuk mempermudah petani  dalam memonitor dan kontrol  kelembapan tanah, penyiraman, pemupukan.

Smart Green House Source: Balitbang Kementrian Pertanian
Smart Green House Source: Balitbang Kementrian Pertanian

Aplikasi Smart Green House yang dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian dalam mengembangkan Rumah Pertanian (Smart Green House) terintegrasi dengan sistem operasi Android. Pengguna dapat melakukan kontrol dan pengawasan Rumah Pertanian secara remote dimana pun pengguna/petani berada.

Autonomous Tractor Sumber: Balitbang Kementrian Pertanian
Autonomous Tractor Sumber: Balitbang Kementrian Pertanian

Autonomous Tractor atau sistem kemudi traktor yang dikendalikan secara otomatis dengan remote kontrol.  Autonomous Tractor merupakan inovasi dari Badan Litbang Pertanian dimana Traktor empat roda otonom menggunakan Sistem navigasi GPS berbasis Real Time Kinematika (RTK). Keuntungan bagi petani adalah pengolahan lahan, tanam, panen semuanya dapat dilakukan dengan remote control dari rumah.

Smart Irrigation Sumber: Balitbang Kementrian Pertanian
Smart Irrigation Sumber: Balitbang Kementrian Pertanian

Smart Irrigation , inovasi dari Badan Ltbang Pertanian berupa pompa air yang dapat digunakan mengairi tanah pertanian dengan nutrisi dan mencapai zona sekitar perakaran tanaman dengan sistem perakaran tanaman dan sistem irigasi tetes permukaan. Sangat bermanfaat untuk meminimalisir daya evaporasi tanah, mengurangi tenaga kerja pengairan, sistem SD terintegrasi dengan aplikasi ssitem fertigasi dengan air

Regenerasi  Petani:

Bagi petani yang terbiasa dengan sistem pertanian  pola yang lama, perlu secepatnya beradaptasi dengan aplikasi dan peralatan modern yang telah dikembangkan. Namun,pasti ada kendala  bagi petani yang punya kebiasaan lama atau tradisional atau Revolusi 0.1 untuk berubah ke pola yang baru dengan teknologi internet.   

Balitbang Pertanian sebaiknya memberikan pelatihan kepada petani yang lama yang mau belajar teknologi .  Balitbang Pertanian memberi perhatian  kepada para generasi muda yang dulunya tidak tertarik dengan dunia pertanian,  diberikan sosialisasi tentang dunia baru pertanian dengan teknologi internet yang merupakan tantangan bagi mereka agar mereka beralih menjadi petani masa kini .

Salah satu contoh yang sangat menginspirasi bagaimana seorang  muda dapat menjadi seorang petani kota. Seorang  yang saya kenal, dulunya dikenal sebagai seorang pengusaha. Namun karena usahanya mundur, dia menyiasati dengan jadi petani urban.   Dia  belajar tentang pertanian menggunakan hidroponik dan  vertikulur dengan modal sendiri ditengah keterbatasan tanah yang sempit.  

Akhirnya setelah berhasil barulah dia menanam buah dan sayuran di tempat yang cukup luas dan mengembangkan urban farming . Keberhasilannya dari produksi pangan secara mandiri dan bahkan dapat mensuplai restoran-restoran besar yang dimilikinya. 

Efektivitas Pertanian Modern:

Dok: Balitbang Kementrian Pertanian
Dok: Balitbang Kementrian Pertanian

Setiap perubahan selalu mendatang kegalauan  karena tidak mudah untuk melakukannya dan sudah terbiasa melakukan kebiasan lama. Namun, kita harus terus berpikir dan melakukan kajian bahwa pertanian modern itu jauh lebih efektif dalam bidang pengerjaan (tenaga kerja) maupun biayanya ketimbang pola tradisional.

Contohnya dalam 3 hal yaitu :

1. Pengolahan tanah:  apabila dilakukan secara tradisional membutuhkan 20 orang sedangkan jika modern dilakukan oleh 2 traktor dengan

                                             4 orang. Biaya akan turun sebesar 28%.

2.Penanaman   :  apabila dilakukan secara tradisional membutuhkan tenaga kerja 20 orang, sedangkan jika modern dibutuhkan 7 orang

                                   Biaya bisa turun 35% dan waktu tanam 6 jam per hari.

3. Panen:   Apabila dilakukan secara tradisional membutuhkan 40 orang tenaga kerja, sedangkan jika modern dibutuhkan 7 orang. Biaya turun 30%.

Di akhir kata, sektor pertanian di Indonesia perlu adanya teknologi revolusi 4.0 baik untuk petani maupun konsumen.  Namun, perlu adanya campur tangan dan insentif dan dukungan dari Pemerintah dan parlemen . Kementrian Pertanian perlu memfasilitasi industri 4.0 lewat regulasi maupun aturan. Adanya payung hukum pelaku usaha dan generasi milineal dan petani itu sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun