Alat pengukur yang baru:
Suatu transformasi hanya dapat dilakukan apabila ada kemampuan untuk mengumpulkan data dan mengukur berapa produksi : tanah, kualitas, level irigasi, cuaca, adanya hama dan binatang pengganggu. Kemampuan yang lainnya berupa sensor yang dikerahkan untuk traktor atau diimplementasikan pada penggunaan sensor di tanah pertanian atas penggunaan drone atau satelit untuk mengukur semua yang telah disebutkan.
Tantangan untuk beradopsi:
Hal utama yang perlu dilakukan dalam transformasi menuju suatu produk pertanian yang menggunakan teknologi digital, tentunya perlu kerja sama dengan pihak lain. Kerja sama yang cukup kompleks, jaringan dengan beberapa aplikasi providers . Jaringan yang makin kompleks dengan beberapa pihak karena bisnis dan ekosistem kompetisi dengan penjual dan produsen alat-alat pertanian.
Memang dana dan biaya bagi petani untuk bisa menjangkau alat-alat modern sangat sulit, tetapi diharapkan Pemerintah bisa memberikan secara subsidi pembelian alat-alat modern ini kepada petani.

Alternatif yang lainnya dengan penggunaan aplikasi start-up baik itu diinisiasi oleh anak muda atau oleh Kementrian Pertanian. Beberapa aplikasi yang sudah diperkenalkan kepada masyarakat adalah Sistem informasi pemantauan pertanaman padi (Simotandi) yang menggunakan citra satelit beresolusi tinggi untuk bisa membaca standing crop tanaman padi. Sebagai contoh luas lahan sawah di Jawa Barat lebih dari 1 juta ha. Dari areal itu terlihat luas lahan yang akan panen dan tersebar dimana saja. Begitu juga tanaman padi yang baru tanam atau lahan yang belum ditanami (bera).

Selain itu ada aplikasi KATAM untuk memudahkan mengetahui waktu tanam, rekomendasi pupuk dan penggunaan varietas. Aplikasi lainnya adalah si Mantap yang dimanfaatkan PT Jasindo dalam rangka mem-backup asuransi pertanian. Aplikasi KATAM membantu pihak asuransi supaya mendeteksi resiko kekeringan dan banjir, bahkan organisme pengganggu tumbuhan

