Orangtua mana yang tidak  memiliki cita-cita yang tinggi terhadap anaknya.  Hampir semua orangtua menginginkan anaknya bisa lulus dari perguruan tinggi yang punya nama yang "beken" dengan nilai IPK yang tinggi atau paling sedikit "cum laude".
Suatu kebanggaan yang sangat didambakan oleh orangtua jika dia bisa memamerkan kepada orang lain bahwa anaknya sudah masuk suatu perguruan tinggi yang ternama dan terkenal. Sayangnya, orangtua yang punya keinginan ambisius itu kadang-kadang melakukan cara yang tidak terpuji agar anaknya bisa diterima di perguruan tinggi terkenal itu.
Skandal terbesar yang terjadi di beberapa perguruan tinggi di Amerika Serikat baru-baru ini sangat mengagetkan.  Terlebih lagi karena skandal ini melibatkan dunia pendidikan perguruan tinggi yang "Top" di Amerika Serikat".  Sekarang  hal ini sedang diselediki oleh FBI karena hal ini sangat memukul reputasi dari perguruan tinggi yang punya nama besar yang disandangnya.
Ditengarai bahwa orangtua yang menginginkan anaknya diterima di perguruan tinggi ternama itu telah memberikan uang suap kepada "College Admission",  orang yang bekerja sebagai penerimaan Perguruan Tinggi.  Penyuapan itu digunakan agar nilai hasil test penerimaan  disesuaikan standar penerimaan yang ditentukan di tiap universitas. Â
Para orangtua yang terlibat dalam penyuapan ini  sebanyak 33 orang dan mereka berasal dari kalangan selebriti dan orang kaya yang dengan rela menyogok sebesar antara USD 15.000 sampai USD 75,000.
Bukan hanya orangtua yang terlibat, tetapi anggota SAT dan ACT (SAT dan ACT adalah bentuk test untuk penerimaan di College atau Universitas di Amerika Serikat), satu penguji dan 9 pelatih atlet dengan total semuanya hampir 50 orang yang terlibat dalam skandal besar ini.
Perlu diketahui bahwa di Amerika Serikat, calon mahasiswa yang punya kemampuan atletik seperti soccer, football, dan lain-lainnya, memiliki privilege khusus dimana mereka dapat diterima dengan angka test lebih rendah dari angka test mereka yang masuk melalui jalur biasa (anak-anak jenius dan pintar). Â
Kemampuan atletik itu menjadi ajang suap dimana ada konspirasi antara pembina atlet yang dipanggil dengan pembina atau "coach" itu mendekati para rekrutmen agar anak-anak orang kaya ini diberikan embel-embal bahwa mereka memiliki kemampuan atlet. Â
Selain itu, mereka juga diberikan kesempatan untuk mendapatkan "joki" dalam mengerjakan testnya.  Joki ini juga terlibat dalam penyupan ini.  Inilah yang terjadi dibeberapa univesitas di Amerika yang memberikan  kesempatan khusus bagi para calon atlet. Kesempatan yang disalahgunakan oleh para orangtua agar anaknya bisa masuk dengan embel-embel sebagai atlet.
Suatu skandal pendidikan yang sangat memalukan ini bisa terjadi karena adanya hilangnya etika dan moral dari orangtua yang kebetulan kaya raya yang menginginkan anaknya masuk di perguruan prestisius dengan cara yang sangat tidak terpuji. Â Para orangtua bekerja sama dengan para perekrut pendaftaran yang juga tidak memiliki etika dengan menerima uang suap.
Pelajaran moral bagi kita semua sebagai orangtua bahwa pendidikan bukan berarti harus mendapatkan tempat di perguruan tinggi terkemuka dan prestige dengan cara yang sangat tidak terpuji. Pendidikan bukan untuk pamer atas keberhasilan masuknya anak di suatu perguruan yang terkemuka, namun, pendidikan adalah anak belajar bertanggung jawab untuk menimba ilmu sesuai dengan kemampuannya dan bermoral dan beretika .
Tanpa moral dan etika, pendidikan tidak ada artinya. Bayangkan jika para calon sarjana itu nantinya berhasil menjadi sarjana itu dengan cara memanipulasi data, angka pada saat masuk ke perguruan dan menjadi sarjana yang pandai memanipulasi dalam data, angka tanpa adanya kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H