Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Terobosan Baru Pelacakan Harta Koruptor di Switzerland

6 Februari 2019   15:19 Diperbarui: 6 Februari 2019   17:57 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Federal Councilor Switzerland.com

Switzerland dikenal sebagai "Tax Heaven" atau Surga bagi orang yang menghindari pajak. Utamanya mereka yang memiliki  uang begitu banyak atau disebut dengan konglomerat.  Namun, "Tax Heaven" ini sering dimanfaatkan oleh para koruptor yang ingin dana dari hasil korupsinya tidak terlacak dengan menyimpannya di Switzerland.    

Bertahun-tahun, dana para koruptor itu tersimpan  itu di Switzerland dengan aman tanpa bisa dikutak-katik oleh negara asal dari para koruptor.  Kenapa ? Karena  tidak adanya perjanjian internasional yang bisa mencampuri  Hukum yang berlaku di Switzerland . Semua terikat dengan privacy dari negara Switzerland yang belum membuka diri untuk dapat membantu memerangi korupsi.

Namun, suatu kemajuan yang sangat penting telah terjadi.    Switzerland dan Indonesia telah bekerja sama dalam Memerangi Kejahatan internasional.  Pada tahun yang lalu, 14 September 2018, Federal Council telah menyetujui untuk bertindak pada langkah selanjutnya yaitu Mutual Legal Assistance disingkat sebagai MLA.

Pada tanggal 4 Pebruari 2019 ada peristiwa yang sangat pentign bagi kedua negara dengan adanya penanda-tanganan MLA oleh Keller Sutter, Menteri Kehakiman (Minister Justice) dan  Yasonna Laoly  , Menteri  Hukum dan Hak Asasi Manusia., Yasonna Laoly  di Bern . 

MLA sebagai perjanjian bilateral untuk saling membantu dalam bidang kriminal.  Perjanjian bilateral ini untuk membantu secara legal antara Switzerland dan Indonesia untuk bekerja sama dalam mendeteksi dan penuntutan suatu aktivitas kriminal khususnya kasus korupsi dan pencucian uang.

Dasar dari perjanjian itu berkaitan dengan European Conventional on Mutual Assitance in Criminal Matter dan Federal Act on International Mutual Assistance in Criminal Matters.  MLA terdiri dari 39 pasal antara lain mengatur bantuan hukum menangani pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.

Perjanjian ini menyederhanakan dan mempercepat prosedur MLA khususnya untuk mengurangi syarat-syarat yang formal.  MLA juga menunjuk siapa saja yang boleh bertanggung jawab untuk setiap permintaan untuk permintaan pelacakan suatu kasus.  Tentunya ada prosedur dan hukum yang tak bisa dilanggar apabila itu menyangkut  hak asasi manusia.  

MLA menjadi legal platform untuk mengejar uang hasil korupsi dan money laundring yang disembunyikan di luar negeri.

Sebelumnya Indonesia dengan Swiss juga sudah ada perjanjian yang disebut dengan AEOI  atau  Automatic Exchange of Information yang akan berlaku 2019 dimana antara Indonesia dan Switzerland  dapat saling bertukar informasi tentang perpajakan.

Kembali dengan MLA , perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana atau mutual legal assistance (MLA) ini juga merupakan kerjasama hukum yang ditanda tangani seperti halnya antara Swiss dengan  Negara Asean, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA dan Iran.

Mekanisme Pemberian bantuan Hukum:

Pengumpulan dan penyerahan bukti oleh satu otoritas penegak hukum dari satu negara ke otoritas penegak hukum di negara lain. Sebagai respons atas permintaan bantuan, negara itu akan memberikan izinnya untuk pemberian informasi yang diminta.

Dana orang Indonesia di luar negeri:

Dana warga Indonesia di luar negeri jumlahnya cukup fantastis USD 331 miliar Dollar (Rp.4.600 triliun) termasuk amnesti pajak RP.1.100 triliun.

Dari jumlah tersebut atau disinyalir yang paling uptodate adalah RP.3.500 triliun, hampir 50% disimpan di Swistzerland.

Dengan adanya MLA ada kemajuan atau terobosan dari perpajakan untuk bisa menarik kembali dana-dana yang terpakir di Swiszerland tanpa dikenakan pajak dan justru hasil dari korupsi.

Namun, harus diingat bahwa perjanjian itu juga harus melindungi hak paten dari perusahaan Swiss yang berada di Indonesia dimana mereka tidak boleh diganggu gugat tanpa adanya hukum yang berkaitan dengan MLA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun