Ibu Rahmi, usianya tidak muda lagi. Â Dia sudah hampir 70 tahun, tinggal hanya bersama anak lelakinya . Â Jelang usia yang sudah tak muda lagi, Ibu Rahmi mulai dihinggapi penyakit yang rentan menjangkiti orang tua, Â darah tinggi dan diabet.
"Saya penginnya sehat selalu seperti masa muda!" katanya dengan nada yang agak sedih.
Sempat mengeyam masa keemasan ketika bekerja di masa muda. Â Menikmati gaji yang cukup bahkan fasilitas kesehatan pun dulu sangat terjamin dengan nama ASKES.Â
Sekarang saya susah sekali karena untuk kartu berobat yang saya gunakan JKN-KIS, yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan, saya harus menyuruh anak saya pagi-pagi sekali antri. Setelah dapat rujukan dari layanan kesehatan tingkat pertama, Ibu Rahmi datang ke Rumah Sakit tempat rujukan lanjutan.
Waktu itu sempat antrian untuk ambil nomer ditetapkan harus diambil  pagi-pagi  sekitar jam 4 .  Anak saya harus berangkat jam 3 pagi agar tidak mendapatkan nomer yang besar.   Setelah dapat nomer antrian, masih  terlihat banyak orang yang masih ingin mengantri walaupun nomer sudah hampir ratusan.
"Ternyata benar sekali, saya melihat banyak orang yang hampir pingsan karena kecapean untuk soal antri-mengantri ", Â jelasnya dengan nada prihatin.
"Jika anak muda yang mengantri, pasti kuat, tapi saya sekarang sudah tua, bagaimana saya harus antri. Â Apalagi anak saya tidak bisa diminta terus menerus bolos kerja hanya untuk mengambil antrian dan menunggu saya sampai selesai", keluhan Ibu Rahmi.
Itulah sekelumit gambaran salah satu dari peserta JKN-KISÂ zaman dulu, yang punya masalah tentang pelayanan JKN KIS dalam rangka berobat ke dokter.
PERUBAHAN PELAYANAN YANG MEMBAIK:
Mengingat jumlah peserta  BPJS Kesehatan di seluruh Indonesia per 1 Desember 2018  sebesar 207,834,315.   Jumlah ini merefleksikan hampir 83% dari total jumlah penduduk di Indonesia.
Melayani jumlah peserta sedemikian besar itu tentunya tidak mudah . Namun, Presiden Jokowi sudah memberikan arahan kepada lembaga terkait agar pelayanan kesehatan tidak hanya sekedar pelayanan kesehatan secara komunal tanpa standar. Â Presiden telah mengeluarkan PP yang memerintahkan selalu mengedepankan perubahan pelayanan menuju yang terbaik.
BPJS Kesehatan telah mengevaluasi beberapa pelayanan yang dianggap kurang efisien dalam pelayanan seperti jumlah pasien yang membludak ketika dirujuk dari layanan kesehatan tingkat pertama menuju ke tingkat kedua . Â Calon pasien dapat memilih sendiri rumah sakit rujukan sesuai dengan minatnya (misalnya dekat dengan rumahnya atau sudah kenal dokter di suatu rumah sakit). Â Hal ini mengakibatkan tidak seimbangnya antara jumlah pasien antar rumah sakit. Â Kurangnya koordinasi antara kesehatan tingkat pertama dan kedua dalam informasi terkait dokter yang akan menangani pasien di tingkat kedua menyebabkan pasien harus kecewa dengan mondar mandir. Â Ternyata setelah datang dan mendaftar di Tingkat Kedua dokter A tidak praktek di hari Senin seperti yang dijadwalkan oleh tingkat pertama.
Oleh karena itu BPJS Kesehatan telah mengantisipasi kelemahan dari sistem itu dan membuat perubahan ke arah yang baik.
Aplikasi Mobile JKN:
Sekarang orang tak perlu jauh-jauh untuk register BPJS Kesehatan, cukup dengan akses aplikasi MOBIE JKN.  Fitur dari Mobile JKN sangat lengkap mulai dari  Peserta sampai kepada tagihan, pelayanan.  Â
 Caranya sangat mudah.  Tingkal klik Ubah Data pesersta,  klik Faskes 1,  saya rubah dari Puskemas Jombang,  lalu diubah  Fasilitas Kesehatan Pertama dengan mengisi provinsi, Kota Kabupaten, Fasilitas Kesehatan (gambar 3), lalu disimpan.  Data berhasil dirubah dan akan berlaku mulai tanggal 1.1.2019
Fitur-fitur ini sangat membantu kia sebagai pasien untuk secepatnya dapat dilayani di tingkat Fasilitas Tingkat Pertama.
Jika tidak ingin menggunakan Aplikasi Mobil JKN di fasilitas tingkat Pertama, Â bisa minta rujukan sesuai dengan ketentuan dari dokter, penyakit yang kronis atau bukan kronis , menuju ke Rumah Sakit Tingkat Kedua yang ada beberapa tipe (A, B, C, D ). Â Dengan surat rujukan pasien boleh langsung minta didaftarkan dulu di rumah sakit mana yang akan dituju.
Setelah di Tingkat Pertama beres dengan adanya Aplikasi Mobile JKN atau pendaftaran, maka di Tingkat Kedua pun dievaluasi dengan menggunakan Customer Service Time Index (CSTI). Â Â Pengukuran ini terlihat dari mulai berapa lama pasien harus mengantri sampai berapa lama pasien bisa bertemu dan dilayani dokter.
Saya coba bertemu dengan beberapa pasien , Ibu Ratih dan Ibu Anik  yang kebetulan berobat di RS Soejoto.  Ibu Ratih telah dirujuk oleh Tingkat Pertama 1 minggu sebelumnya untuk mendaftar ke tingkat Dua di RS Soejoto.Â
Saat ini jumlah pasien untuk masing-masing kategori penyakit dibatasi , misalnya sehari 20 pasien.
Dengan adanya pembatasan ini pasien akan cepat terlayani bertemu dan berkonsultasi langsung ke dokter.
Berbincang dengan Ibu Anik Syahrul sunggung menyenangkan. Â Beliau ada penderita diabetes tipe 2 sejak beliau bekerja sebagai PNS di Kementrian Pekerjaan Umum. Â Dulunya beliau memiliki Askes sebagai jaminan kesehatan. Â Namun, setelah pensiun dengan perubahan dari ASKES menjadi BPJS Kesehatan, beliau pun menggunakan BPJS Kesehatan.
Baginya, dulu beliau merasakan kemudahan pelayanan dengan ASKES, tetapi beliau tak pernah mengeluh dan merasakan atas banyak perubahan saat di Fasilitas Kesehatan Pertama  , Puskesmas Pesanggrahan, dimana dia harus menemui dokter spesialis, maka ada surat rujukan untuk ke Rumah Sakit  Polisi Pasar Jumat.  Dengan rajinnya, beliau sudah berangkat dari rumah jam 6.00 dan sampai di Rumah sakit jam 6.30 dan langsung mendaftar mendapatkan nomer 5 untuk ke poliklinik dokter spesialis penyakit dalam.   Selama menunggu, beliau sudah check darah dan kencing .   Menurut beliau,  semua pendaftaran di RSUD di Jakarta sudah dilakukan secara online dan sangat disiplin.  Jam 9.15, dokter sudah datang.  Pukul 10.00 pagi beliau sudah selesai diperiksa oleh dokter spesialis dan resep obat pun sudah dikirim ke bagian apotik secara online.  Menunggu di apotik ini agak lama berhubung semua pasien di bagian poliklinik mengambil obat.  Untuk appointment tiga bulan selanjutnya, sudah dicatat oleh Petugas BPJS di RSUD sehingga Ibu Anik tinggal mengurus surat rujukan saja di Tingkat Pertama.
Dengan keteraturan dan disiplin, Ibu Anik Syarul penderita diabetes ini telah menjalani rutinitas pengecekan dan melakukan diet sesuai dengan anjuran dokter selama hampir 15 tahun. Â Tiap kali ke dokter hasilnya cukup bagus kesehatannya . Â Diabetes tidak pernah tinggi sekali. Â Beliau pernah diundang oleh Ikatan Dokter Indonesia sebagai pasien diabetes yang terbaik dan dijadikan role model ketika para dokter ini mengadakan sosialisasi kepada para penyandang diabetes. Â Pesan penting dari Ibu Anik untuk menutup pembicaraan siang itu, Â jadilah pasien yang sabar, disiplin, dan taat kepada prosedur , niscaya kita akan berdamai dengan penyakit kronis yang kita derita, juga kita akan terhindar dari serangan penyakit kronis karena rajin kontrol.
Kualitas pelayanan yang baik pasti berdampak kepada kesehatan masyarakat, modal utama kita untuk membangun bangsa. Â Melayani dengan hati yang sangat baik demi kesehatan pribadi maupun masyarakat secara umum demi membangun kesehatan bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H