Setiap kali menerima undangan pesta pernikahan yang masih menggunakan kartu undangan manusal, terbesit dalam hati saya, mewahkah , sedang atau biasa saja pesta pernikahan ini.
Survei yang dilaikuan oleh litbang Kompas tentang pernak pernik pesta dan sumbangannya sangat menggelitik saya. Ada aspek pemilihan waktu, uang sumbangan dan cara warga memaknai pesta supaya tetap menjaga relasi dengan hadir di pesta undangan.
Rupanya pesta pernikahan juga bukan urusan tuan rumah yang mengundang tapi juga tamu-tamu yang hadir di undangan.
Ketika bulan-bulan Desember ternyata jadi bulan favorit untuk pasangan melakukan pernikahan. Kenapa bulan Desember?
Alasannya bermacam-macam, sangat menyenangkan untuk diingat karena akhir tahun itu adalah bulan romantis untuk menutup tahun.
Ada juga yang mengatakan pesta pernikahan akhir tahun sekali ucapan syukur karena sudah dapat menjalani kehidupan selama setahun yang penuh dengan dinamikan senang, susah baik itu soal rejeki maupun karir.
Jadi bulan Oktober hingga Desember jadi waktu yang terbaik untuk melakukan pernikahan. Mereka sebenarnya tak ingin menunda hingga tahun depan.
Nah dari banyaknya calon penggantin itu yang menyebarkan undangan, para responden itu mengatakan bahwa mereka menerima lebih dari tiga undangan selama tiga bulan terakhir. Yang lainnya mengatakan menerima dua atau satu undangan dalam kurung yang sama..
Nach ternyata dari 50.000 pasangan suami istri yang terdaftar untuk mengadakan pernikahan itu , mereka punya banyak pilihan untuk menggelar pestanya. Ada yang ingin menggelar di rumah, mesjid atau gereja atau justru di gedung pertemuan.Â
Ada yang fenomenal tentang pesta pernikahan di Indonesia , jika calon pengantin mengundang banyak undangan sekira 500 -1000 undangan artinya yang hadir akan dua kali atau tiga kali lipat . Biasanya yang hadir selalu mengajak suami/istri atau anak bahkan temannya untuk datang.
Mereka yang diundang biasanya memberikan hadiah berupa uang untuk pengantinnya. Diharapkan sekarang ini tidak ada sumbangan berupa barang karena sulitnya menerima barang sebagai hadiah jika tidak cocok dengan kebutuhan calon pengantin.
Kecenderungan sebagian responden dalam memberikan suambangan , enam dari sepuluh responden yang ditanya mengatakan baha mereka menyumbang rata-rata tidak melebih dari Rp 100 ribu.
Sisanya mengatakan menyumbang antara Rp 100-300 ribu, dan hanya dua persen mengatakan menyumbang di atas Rp 300 ribu
Lalu, kita ingin mengetahui apakah dari pihak pengantin yang mengadakan pesta itu berapa besarnya jumlah biaya untuk sekali berpesta.
Ada sedikit bocoran dari salah satu platform pernikahan yang mengatakan bahawa biaya resepsi pernikahan di Indonesia tahun 2016 sekira Rp 25 hinga 600 juta tergantung jumlah tamu yang diundang. Apabila tamu yang diundang sekira 300 orang biayanya sekira Rp 150 juta.
Yuk sekarang kita hitung berapa sumbangan yang akan terkumpul jika tamu yang diundang 300 orang.
Apabila dihitung rata-rata 1 orang menyumbang Rp 100 ribu maka akan terkumpul menjadi Rp 30 juta.
Padahal biaya untuk resepsinya sekira Rp.150 juta , belum ditambah biaya event organizer, pakaian pengantin, dekorasi dan sebagainya.
Kesimpulannya, dana sumbangan yang terkumpul pasti tidak menutupi dengan biaya untuk resepsi.
Keunikan yang terjadi adalah setiap orang yang mau menikah itu walaupun biayanya cukup mahal dan sumbangan belum tentu menutupi biaya , mereka tetapi mau menikah di gedung yang cukup mewah dengan hadirin lebih dari 150 orang.
Suatu fenomena yang cukup sangat mengagetkan sekaligus menggambarkan betapa senangnya orang Indonesia itu mengadakan pesta pernikahan.
Walaupun mahal dari segi biaya, dan tidak akan tertutup oleh sumbangan pun, pesta pernikahan dijadikan ajang silahturahmi para tamu.
Ketika mereka sudah bersalaman dengan pengantin, yang kadang-kadang tidak dikenal oleh kedua pengantin karena kenalan dari ayah/ibu atau pihak ayah/ibu mertua, mereka akan bercakap-cakap sambil menikmati hidangan utama.
Menu hidangannya pun sangat istimewa karena selain hidangan utama ditambah dengan makanan tambahan lainnya yang ada di gubuk-gubuk makanan.
Kehadiran tetamu itu bukan suatu beban karena mereka menyukai diundang untuk bersilahturami dan menikmati makanan berbagai makanan sambil mengambil kesempatan untuk bertemu dan bersosialisasi dengan teman, kolega, yang sudah lama tidak bertemu.
Kadang-kadang tamu yang hadir pun tidak sesuai dengan undangan, jika yang diundang Tuan dan Nyonya A, yang datang bisa sekeluarga, anak-anaknya pun ikut serta. Keluarga inti, punya saudara-saudara sepupu yang seringkali datang walaupun tidak diundang.
Dalam pernyataannya para responden mengatakan bahwa mereka senang untuk datang bersama keluarga inti, mereka merasa risih jika hadir pesta pernikahan hanay sendiri saja.
Jika mereka belum menikah, biasanya mereka mengajak teman, tetangga atau saudara.
Kesimpulannya adalah pesta pernikahan itu bukan sekedar untuk memberikan restu kepada yang akan menikah, tetapi dijadikan ajang pertemuan antar keluarga dan teman. Seolah-olah suatu kesempatan untuk bertemu, makan ramai-ramai.
Siapkah kita yang akan mengadakan pesta pernikahan dengan konsep pernikahan ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H