Histori dari asbes:
Di negara-negara maju, industri asbes pernah naik daun karena memang manfaat asbes dapat digunakan dalam pelbagai konstruksi seperti atap, dan campuran lantai. Asbes dianggap sebagai bahan konstruksi yang tahan panas , kuat dan murah. Di negara industri sepersti Amerika dan Australia bergantung kepada bahan ini.
Perkembangan pesat itu berbalik arah ketika terjadi klaim besar-besaran di Amerika untuk asuransi dari tenaga kerja yang sakit akibat terpapar dari asbes. Asuransi tentunya tidak berdiam diri dengan kerugian besar itu, mereka juga menuntut kepada pihak produsen untuk menutup produksinya karena menimbulkan kerugian besar bagi kesehatan dari pengguna maupun pegawai yang sedang melakukan konstruksi.Â
Sejak tahun 1918 , perusahaan asuransi Amerika dan Kanada telah menulak kalim asuransi dari buruh-buruh industri asbes yang terjangkit penyakit paru.
Dengan adanya tuntuan balik dari perusahan asuransi yang menuntut hukum akibat asbes, maka banyak perusahaan baik itu di Amerika, Kanada, Skandinavia harus gulung tikar. Omzet mereka yang dulunya besar terpaksa harus dialihkan untuk mencari pangsa pasar yang masih menerima penjualan asbes.
52 negara telah melarang penggunaan asbes, tapi para produsen asbes tak kehilangan akal. Walaupun ICIJ (International Consoritum for Investigative Journalists) telah mengulas banyak tentang bahayanya asbes, tetapi para korporasi asbes telah melakukan berbagai cara melobike pemerintah. Mereka menyembunyikan informasitentang bahayanya asbes ini kepada negera berkembang yang mau menerima pangsa pasar seperti di China, India dan Indonesia.
Tempat pembuangan atau pangsa pasar asbes terbesar di Asia, China dengan konsumsi asbes per tahun 500ribu-600 ribu, India 300ribu-400ribu sedangkan Indonesia termasuk dalam tingkat konsumsi asbestos terbesar nomor lima di dunia, nomor tiga di asia dan pertama di kawasan Asia Tenggara. Ditengarai jumlah pengguna di Indonesia sebesar 9.25% atau 2.4 juta orang.
Apa bahayanya asbes?
Asbes yang berwarna coklat dan biru itu mengandung chrysotile dan serat halus yang terbang terhirup oleh manusia. Hirupan debu itu terutama serat tajam akan menembus ke paru-paru. Jika terjadi terus menerus, akan terjadi pengerasan di paru-paru dan akhirnya penyakit mesothelioma.
 Dalam tabel penetlitian Odgerel CO (2017) "Perkiraan Beban Global Kematian akibat Mesothelioma dari Data Kematian Nasional yang tak Lengkap" Sedangkan pada journal of Occupation and Environmental Medicine perkiraan kematian di Indonesia akibat penyakit mesothelioma (penyakit terkait asbes) .
Agar mengurangi pemaparan asbes , ambang batas yang 0,1 serat per sentimeter kubik atau 100.000 serat asbestos per meter kubik. Hal ini sebenarnya masih sulit diberlakukan karena dari 2.000 serat itu masih menggunakan zat berbahaya yaitu chrysotile, 1.300 serta gunakan serat campuran dan 420 serta per meter gunakan jenis amphibole.
Permintaan vs Kesehatan
Dari perspektif ekonomi, apabila sebuah produk itu masih ada pangsa pasar dan tetap menguntungkan maka oleh pengimpor akan tetap menjualnya dan mengimpornya. Pangsa pasar besar yang menguntungkan ini tidak mungkin dilepas oleh penjual/importir karena keuntungan itu jadi hal yang utama bagi penjual.
Pembeli khususnya para pengembang dan pengguna konstruksi, masih menggunakan asbes dalam jumlah yang tinggi. Asbes yang digunakan sebagai atap untuk rumah kelas menengah ke bawah itu dianggap lebih mudah, murah dan tahan lama.
Apalagi ditambah dengan promosi dari produsen bahwa atap asbes dapat digunakan tahan lama sampai lima tahun, tahan terhadap panas .Setelah lima tahun lebih bahan asbes ini akan rapuh dan partikel lebih mudah lepas dan menyebabkan kerusakan kesehatan dalam jangka panjang.
Jurnal terakhir yang dikeluarkan oleh hasil riset menunjukkan bahwa jumlah kematian akibat penggunaan asbes telah mencapai 255.000 jiwa per tahun. Peneliti sudah merekomendasikan agar tidak lagi menggunakan asbes sebagai bahan konstruksi, diharapkan juga agar mengontrol ketat bangunan atau struktur yang menggunakn bahan asbes.
Bukan hanya riset saja juga dari WHO mengatakan angka kematian akibat paparan asbes itu telah mencapai 107.000-122.000kematian. Apabila dihitung kerugian mulai dari penderitaan sakit, pengobatan sampai kematian itu angka kerugiannya sangat tinggi bisa mencapai 114 milyar dollar AS.
Angka kematian bukan hanya berdasarkan dari jumlahnya saja tapi jua terkait dengan kerugian pekerjaan bahkan sampai produktivitas yang tak bisa bekerja selama bekerja.
Apakah Pemerintah sudah mengeluarkan Larangan?
Dari sisi peraturan yang dibuat oleh Pemerintah sudah banyak seperti UU No. 22/1993, UU 1/70 PP dari Menaker UU 1/1980 adalah larangan penggunaan asbes. Bahkan dalam PP No.74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (B3) jenis abest chrysotile ternyata asbes masuk dalam kriteria ini.
Setelah PP ini direvisi oleh Pihak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menginginkan agar pengunaan chrysotile dilarang sama sekali bahkan disiapkan untuk penghapusannya.
Namun, ternyata peraturan itu masih dianggap lunak bagi sebagian orang apalagi oleh produsen dan importir yang gampang melihat celah dari peraturan.
Selayaknya, pengguna maupun konsumenlah yang melakukan tindakna preventif untuk tidak lagi menggunakan asbes sebagai bahan konstruksi karena membahayakan.
Bahaya kematian sudah diambang pintu, jika pengusaha tak peduli, peraturan tidak ketat, lalu siapa lagi yang dapat melindungi kesehatan diri kita sendiri? Tentu kita sendiri.
Sadarilah untuk tidak gunakan asbes sebagai atap atau konstruksi mulai saat ini.
Sumber referensi:
Kompas "Kematian Terkati Asbes Tinggi"
Kumparan "Dalam Cengkeraman Industri Asbes"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H