Memiliki anak yang ingin masuk perguruan tinggi perlu persiapan dana cukup besar. Jika tanpa adanya  persiapan dana sungguh suatu keniscayaan. Untuk membiayai seorang mahasiswa yang lulus dari tes masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur mandiri di tahun 2017 /2018 membutuhkan dana yang cukup besar. Apalagi ditambah dengan  inflasi biaya pendidikan setiap tahun meningkat hampir 5-10%.
Untuk melihat dan membandingkan berapa uang yang harus dikeluarkan oleh orangtua untuk anaknya per tahun semua dapat dilihat dalam sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT). UKT berlaku untuk membayar uang kuliah program sarjana untuk jalur SNMPTN/SBMPTN/Ujian Tulis  tergantung berdasarkan jumlah total penghasilan kotor ayah dan ibu ditambah penghasilan tambahan ayah dan ibu.
Saya hanya mengambil contoh UKT Â dari salah satu perguruan tinggi, yaitu Universitas Gajah Mada. Berikut adalah kategorinya:
Belum lagi calon mahasiswa dari orangtuanya yang punya pendapatan pas-pasan, misalnya orangtuanya pendapatan Rp. 3,5juta, memang biaya kuliah hanya Rp 1 juta tapi itu belum termasuk uang transportasi, kos dan uang makan, apalagi jika orangtuanya punya lebih dari 1 anak.
Lalu, bagaimana masa depan buat calon mahasiswa yang tak bisa kuliah hanya karena masalah mahalnya uang kuliah?
Pemerintah dalam hal ini Menteri Ristek sudah melihat persoalan yang ada di permukaan, banyak calon mahasiswa yang pintar, genius selalu terbentur dengan biaya kuliah karena orangtua tak mampu membiayai.
Selama ini calon mahasiswa tak bisa pinjam langsung ke universitas karena universitas bukan lembaga peminjaman untuk pembayaran kuliah. Demikian pula, mahasiswa tidak bisa akses ke perbankan untuk mendapatkan soft loan atau pinjaman lunak karena syarat-syarat untuk mendapatkannya masih menyulitkan dengan adanya skema yang ketat, jaminan kolateral yang sangat liquid.
Terobosan dan gagasan sedang diluncurkan oleh pemerintah dengan adanya kredit lunak pendidikan bagi mahasiswa. Terutama buat mahasiswa dari kalangan menengah ke bawah. Dengan adanya kredit lunak dapat memperluas akses kuliah bagi mahasiswa yang kesulitan untuk membayar uang kuliah. Perguruan Tinggi jadi tumpuan mahasiswa sebagai penjamin atau agunan atas kredit yang diberikan oleh bank. Alasannya karena perguruan tinggi memiliki data mahasisa yang dinilai layak untuk mendapat pinjaman dan mempertanggung jawabkan pinjamannya.
Data Kementerian Dikti Riset Teknologi tahun 2017 menunjukkan bahwa 33,4 persen penduduk Indonesia berusia 19-34 tahun. Mayaoritas mahasiswa , 62,2 persen, orangtuanya berasal dari kategori 5 (penghasilan kurang dari 10 juta) sementara 30 persen mahasiswa dari kalangan menengah ke bawah.
Namun, biaya kuliah tiap tahun meningkat terus dan memberatkan bagi kalangan menengah ke bawah. Untuk biaya hidup sehari-hari saja, mereka sangat bermasalah apalagi untuk biaya pendidikan tinggi. Setidaknya mahasiswa membutuhkan biaya Rp. 6.132.856 untuk biaya langsung dan tidak langsung, belum termasuk transpor, harian, makan dan sewa.
Gagasan dari Pemerintah dalam hal ini Menristek dan Dikti Mohammad Nasir untuk soft loan disiapkan oleh perbankan, dengan jaminan dari Universitas harus secepatnya direalisasi. Â Â
Tentunya selain data tentang mahasiswa yang membutuhkan bantuan soft loan dari universitas, juga dibutuhkan data kependudukan yang sangat terintegrasi. Sekarang ini sistem kependudukan kita harus dibenahi agar dari satu NIK dapat terintegrasi dengan nomer rekening bank, nomer induk mahasiswa, nomor pokok wajib pajak, nomor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Tujuan dari sistem integrasi adalah untuk kemudahan bagi bank mengawasi penggunaan soft loan dan pembayaran kembali setelah mahasiswa lulus dari perguruan tinggi. Di mana pun mahasiswa itu berada akan terpantau dengan mudah. Tidak ada mahasiswa yang tidak bertanggung jawab karena mangkir untuk membayar utangnya.
Selain itu calon penerima "soft loan" Â tidak boleh menerima bantuan beasiswa dari pihak lain. Selain itu juga mereka harus mempunyai rekam jejak yang baik dan bukti berkelakuan baik.
Terobosan ini perlu segera diberlakukan dengan membenahi dulu sistem kependudukan di Indonesia yang masih sangat tidak terintegrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H