Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stop "Bullying" Bukan Hanya Sekadar Slogan

18 Juli 2017   14:17 Diperbarui: 18 Juli 2017   14:23 5033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tsvetelinaimed.blogspot.com

Dalam dua pekan ini kasus perundungan atau yang lebih sering disebut dengan bullying dalam dunia pendidikan kita kembali marak kembali.

Menjadi viral dan pembicaraan di masyarakat.  Sedihnya pelaku aksi bullying bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa atau remaja tetapi dilakukan oleh anak-anak.  Bahkan dilakukan di lingkungan pendidikan atau tepatnya di sekolah.

Bentuk bully itu ada bermacam-macam:

  • Verbal
  • Fisik
  • Relation
  • Cyber

Mengapa anak/orang dewasa suka untuk bullying kepada orang lain?

Dari wawancara yang dilakukan dengan Christa Qonaah, relawan dari sudahdong.com  dan Poppy Amalia, Psikolog di acara Selamat Pagi Metro TV dikatakan bahwa anak-anak tidak paham melakukan bullying . Mereka hanya mendengar dari teman-temannya tetapi ibunya atau orangtua tidak pernah melakukan sosialisasi apa akibatnya korban bullying .

Mereka juga tidak mempunyai sifat empati atau tidak peduli dengan orang lain.   Pendidikan di rumah tidak pernah diajak atau diberikan pelajaran bagaimana seseorang itu perlu peduli kepada orang lain yang sedang dalam kesulitan.

Mereka yang berusia ABG (Anak Besar Gede), merasa sangat bangga terhadap teman-temannya jika mereka sanggup melakukan bullying kepada orang lain. Dianggapnya sebagai suatu yang "keren". Jati diri dari anak ABG itu terletak kepada kemampuan untuk melakukan bullying

Mereka yang bergaul dengan teman-teman yang selalu melakukan bullying.  Ketika kesadaran belum ada, mereka diajak oleh teman-teman, akhirnya mereka mengikut jadi pelaku bullying.

Apa dampak bullying bagi korbannya?

  • Jika tidak ditangani dengan cepat, masa depannya akan hancur .
  • Anak akan cepat berpikir untuk bunuh diri daripada hidup dibully.
  • Kurang semangat atau kurang bergairah untuk melanjutkan kehidupan
  • Depresi

Sebagai orangtua, kita harus waspada melihat tanda-tanda atau gejala-gejalan anak yang kena bullying. Tanda-tanda itu dapat dilihat dari sebgari berikut:

  • Sakit kepala
  • Murung
  • Depresi
  • Tidak suka makan atau pola makan yang berubah
  • Sulit berinteraksi, merasa kesepian dan dikecilkan oleh teman-temannya
  • Menurunnya nilai pelajaran secara drastis.

Seorang anak yang jadi korban "bulliying" seharusnya berani untuk melaporkan kasusnya. Melaporkan memang tidak mudah karena ada rasa takut, khawatir nanti namanya disebarkan secara luas, atau mendapat ancaman dari pihak yang membully, sekolah atau dia sendiri harus repot pulang balik ke kantor polisi untuk  urusan laporan bullying untuk tindak lanjutan.

Sebaiknya korban tidak tinggal berdiam diri. Berdiam diri artinya memperburuk keadaan karena secara psikologis seorang yang jadi korban "bullying" rentan untuk bunuh diri karena menganggap dirinya tidak berguna untuk hidup. Kesadaran masih ada manfaat hidup itu hampir tidak ada.  Keputus-asaan itu membuat hidup makin terpuruk jika tidak melaporkan diri.

Apabila orang yang di "bully" hanya tinggal diam diri tanpa berusaha untuk membuka diri, maka dia akan menjadi orang yang terisolir dan terpuruk dalam dunianya sendiri. Akhirnya, hanya merasa tidak berguna hidup dalam kebuntuan saja.

Bagi kita sebagai orang yang mengetahui adanya tindakan "bullying" sebaiknya tidak berdiam diri. Begitu melihat seharusnya melerai  dan memisahkan dan mendamaikan antara orang yang membully dan yang mendapat "bully". Mendukung orang yang di bully untuk mendapat kepercayaan diri.

Jika tidak mampu menangani sendiri, antarkan kepada psikolog untuk memberikan pengertian dan perhatian yang tepat untuk memulihkan kembali kepercayaan dirinya.Tentu saja yang paling penting melaporkan kasus itu baik kepada pihak sekolah maupun yang berwajib agar tindakan "bully itu tidak berulang kali terjadi di tempat yang sama.

Stop bullying memang tidak mudah karena setiap orang harus proactive untuk melakukan perannya masing-masing.  Tidak boleh membiarkan "bullying" karena  sikap "bullying" artinya memperendah harkat seorang manusia.

Orangtua harus ikut berperan aktif untuk mengsosialisasikan kepada anak sejak dini  bahwa menerima anak atau teman yang berbeda itu adalah keharusan.  Tidak boleh "membully" dalam bentuk apa pun. 

Bagi orangtua atau pendidik yang ingin mendapat sosialisasi tentang "bullying dapat menghubungi sudahdong.com. Sudahdong.com memberikan edukasi baik secara online, offline atau ke sekolah serta advokasi .

Referensi dan rujukan begitu banyak tidak ada alasan bagi kita untuk berdiam diri dan harus melakukan sesuatu untuk "stop bullying" sekarang ini juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun