Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surat Cinta Untuk Kartini

15 April 2017   13:17 Diperbarui: 15 April 2017   22:00 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi semua pembaca tentunya sudah mengenal kumpulan surat-surat dari Kartini.  Buku yang diterbitkan dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" , merupakan aset nasional dalam peringatan hari Kartini.   Tapi kali ini , saya membicarakan bukan buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" tapi justru sebaliknya, saya ingin menuliskan surat kepada Kartini pada hari Kartini.  Sebuah surat yang mengutarakan "uneg-uneg" dari hati yang paling terdalam.

Surat-surat yang Engkau kirimkan kepada sahabat-sahabatmu di Eropa telah menjadi suatu buku yang sangat inspiratif bagi setiap perempuan yang membacanya.   Judul buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” . Tantangan bagi  setiap perempuan tak cukup berdiam diri saja.   Dia harus keluar dari dunia yang mencekamnya.   Dunia  kegelapan karena ketidak adanya pengetahuan, dunia yang membuat dirinya tak mampu berkembang baik secara kepribadian maupun pengetahuan.  Dunia yang selalu dalam genggaman dirinya di suatu keluarga yang tak mendukung untuk melihat dunia luar maupun kehidupan yang lebih baik karena kemampuan yang belum digali.

Belasan tahun Engkau sudah melayangkan keinginanmu agar  semua perempuan di Indonesia memiliki kesetaraan baik itu dalam pengetahuan, karir, pekerjaan dan akses fasilitas  negara yang lainya.

Sayangnya, kesetaraan yang kau impikan dan inginkan itu masih jauh dari apa yang jadi mimpimu.  Beberapa kendala yang menghambat dari suatu perjalanan cita-citamu.  

Kendala perempuan yang dikungkung untuk tetap melayani keluarga tanpa bisa melihat dunia luar dengan wawasan luas .  Sistem patrilineal yang dianut oleh beberapa suku .  Kekuasaan lelaki dominan untuk mendapatkan pengetahuan dan mengeyahkan  hak perempuan  sebagaimana layaknya.

Kemampuan ekonomi keluarga yang mendesak membuat perempuan tidak bisa lagi sekolah maupun belajar sebagaimana layaknya.   Mereka harus pergi ke luar negeri Sebagai TKI untuk mencari pekerjaan untuk mendukung finansial keluarga .  Bagaikan suatu simalakama seorang perempuan berjuang untuk jadi pahwalawan devisa tetapi hancur untuk masa depannya ketika pulang dengan kekerasan-kekerasan yang diterimanya.

Perempuan-perempuan yang tak  punya harapan belajar dan memberikan kontribusi kepada bangsa karena ketidak-adaan kesetaraan dan diskriminasi dalam berbagai bidang baik itu pendidikan, pekerjaan, politik atau akses yang lainnya.

Namun, suara dari Suratmu itu terus bergema keras menyerukan kepada perempuan-perepmuan untuk berjuang menggapai kesetaraan dalam kegelapan masa depan perempuan.

Suara itu telah ditunjukkan oleh segelintir pejuang literasi yang berjuang untuk memerdekan ketidak mampuan perempuan Indonesia.

Pejuang literasi yang pantas dikumandangkan sebagai pahlawan itu diantaranya adalah sebagai berikut:

Betta Anugrah Setianti, seorang mahasiswi Program Studi Pendidikan Indonesia dari Universitas Indonesia. Pertemuannya dengan Iqbal Tawakal  di k ompleks pertokoan ATC (Area Trade Center) Leuwiliang  yang akhirnya menjadi sekretariat Komunitas Pasar Sastra  Tawakal Leuwiliang (KPSL). Betta dan kawan-kawan mengajak teman kuliah, pelajar SMA setempat, dan orang umum untuk bergabung di KPSL. Para anggota KPSL menyumbangkan buku-bukunya untuk dijadikan taman bacaan masyarakat. Lalu tim KPSL membuat proposal permintaan donasi buku, hasilnya, Beberapa penyair memberikan bantuan berupa buku untuk melengkapi koleksi dari taman bacaan KPSL, salah satu penyumbangnya penyair Hannah Fransiska.

Betta Anugrah Setianti
Betta Anugrah Setianti
Najwa Sihab sebagai Duta Baca Indonesia  oleh Perpustakaan Indonesia

Data dari Unesco di tahun 2016 dari 1000 anak Indonesia hanya 1 orang anak yang punya minat baca. Bangsa Indonesia berada di peringkat terendah dari 52 negara di Indonesia.

Najwa Sihab,Jurnalis senior dipilih sebagai  duta baca Indonesia tahun 2016-2020 mengatakan bahwa dia  sangat prihatin melihat data di atas. Bangsa yang tidak suka membaca dari angka 1000 hanya 0, dan siswa SMA , semua negara mewajibkan membaca buku sastra, sementara Indonesia tidak, kecuali hanya 1 sekolah.   Ini suatu tragedy nasional mengutip kata Taufik Ismail.

perpustakaan Nasional Republik Indonesia
perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Sebuah bangsa besar tanpa literasi akan menjadi kelas teri, tanpa keluasan hati dan wawasan yang luas.  Itulah tugas berat bagi Duta Baca Indonesia.  

Ungkapan itulah yang menjadi keprihatinan seorang Najwa.    Seorang perempuan yang bertanggung jawab sepenuhnya untuk anak dan perempuan Indonesia untuk mencintai buku.  

Sebaiknya buku diperkenalkan buku sejak kecil , dari kecintaan itu ditumbuhkan sejak kanak-kanak dan kecil.   Cuma perlu 1 buku kita bisa jatuh cinta kepada buku. Itulah tugas yang berat dan besar bagi seorang Najwa, tetapi Najwa percaya bahwa perempuan dan anak Indonesia belum terlambat untuk mencintai buku untuk jadi bangsa yang besar.

www.kompasiana.com
www.kompasiana.com
Kiswanti, seorang bakul Jamu dari Bantul. Usianya yang tidak muda lagi, 52 tahun, seorang hanya lulusan SD bertekad keras untuk menjual jamu sambil membagikan buku perpustakaan.   Jamu di letakkan di depan sepedanya dan buku perpustakaan di bagian belakang sepeda.

Dari dalam dirinya selalu ada keinginan keras untuk terus belajar. Walalupun dia lulusan SD, tapi beliau berhasil lulus dengan kejar paket SMP dan masih menyisakan cita-cita untuk terus belajar sampai kuliah.  TIdak mau kalah dengan kedua anaknya Afief Riyadi (24)---sudah lulus kuliah jurusan Teknik Sipil, Universitas Indonesia---, dan Dwi Septiani (20)---mahasiswi Univeristas Gunadarma-

Buku menjadi suatu alat pembelajar yang penting untuk dibagikan kepada masyarakat, jumlah pendaftarnya telah mencapai 1700 orang.   Jumlah koleksi pustaknya maksimal 50 eksemplar buku dan buku daftar koleksi pustaka dibawa saat beliau berkeliling.    Beliau ingin mensosialisasikan agar minat baca masyarakat itu semakin luas dan dengan adanya minat, maka pengetahuan masyarakat pun akan berkembang.

Seorang perempuan dan pejuang keras untuk kemajuan bangsanya, memulainya dengan hal-hal kecil tapi sangat penting bagi masa depan suatu bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun