Lamalera,Lembata terletak di kecamatan Wulandoni, Kabupaten LEmbata, Nusa Tenggara TImur. Nun jauh di Nusa Tenggara TImur , kehidupan masyarakat di sana sangat sederhana.R
Jumlah penduduk desa Lamalera sekitar 2.300 orang dengan rumah penduduknya dibangun di atas batu cadas, di bawah pinggang bukit Lamalera. Kontur tanahnya berbatu-batu dengan tingkat kemiringan sampai 70 derajat.
Rumah dari suku Lamalera dekat dengan laut, bahkan dijadikan dengan tempat menyimpan peledang atau perahu dan berbagai alat tangkap paus serta ikan lainnya.
Pekerjaan dari para nelayan itu adalah memantau kehadiran ikan paus dari rumah adat itu.
Anak-anak dari para nelayan itu juga sudah terbiasa dengan kehidupan laut, hampir setiap hari mereka menjalani aktivitas dekat dengan laut, mereka ikut menangkap paus, bahkan mereka sudah terbiasa belajar berenang dilaut dan belajar menikam . Pelajaran yang tidak pernah diberikan secara formal tetapi belajar secara turun menurun, dari suatu generasi ke generasi . Usia anak-anak yang mulai belajar berenang di mulai sejak tiga tahun.
Berburu paus menjadi suatu tradisi yang dianggap saling mutualisme antara kehidupan kehidupan masyarakat di pegunungan. Begitu mereka mendapatkan perburuan paus, daging,minyak dan darah hasil perburuan ditukar dengan hasil sayaur , buah-buahan. Kegiatan barter dilakukan di Pasar Wulondoni 3 km dari Lamaera.
Kearfian lokal
Jika ditemukan paus yang masih muda, mereka akan mengembalikan ke laut. Mereka sudah dapat mengamati dan memastikan usia paus tangkapannya.
Pemantauan datangnya paus dilakukan dari bibir pantai di suatu lpo, rumah panggung berukuran 2 x 3 meter yagn dibangun di ketinggian bukit. Dengan ketinggian itu, mereka mampu melihat dengan leluasa. Pengamatan itu dilakukan sambil beraktivias.
Ketika paus terlihat, maka mereka berterika “baleo” artinya paus. Dengan teriakan itu, seluruh peledang bersiap melaut. Mereka menggunakan perahu tradisional berukuran kecil dan sebilah tombak panjang (tempuling). Perahu tradisional yang digunakan disebut paledang, berukuran 15 sampai 20 meter dengan lebar 1 sampai 1,3 meter.
Dalam pemburuan ini, peran seorang penikam lembing yang disebut lamafa sangat vital. Dibutuhkan keahlian tinggi dan mental baja untuk menikam paus di laut lepas. Lamafa menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan perburuan. Kegagalan seorang lamafa saat menikam paus bisa berakibat fatal bagi keselamatan awak perahu.
Risiko besar menghadang , apabila ekor paus itu memukul perahu yang sangat kecil, maka perahu akan hancur berkeping.
. Hasil dari penangkapan dan pembunuhan paus itu akan dibagikan kepada seluruh desa . Pembagian pun diprioritaskan bagi janda dan yatim piatu, kemudian penikam dan pemilik perahu dan seluruh masyarakat Lamalera
Penangkapan Nelayan Lamalera
Beberapa bulan yang lalu, seorang nelayan bernama Goris Dengekae Krova yang ditangkap aparat kepolisian bersama LSM Internasional Wildlife Crime Unit (WCU) dari Wildlife Conservatory Society (WCS) karena dianggap sebagai pelanggaran perburuan dari ikan pari manta yang sangat dilindungi.
Mereka dianggap menangkap perburuan ikan pari manta dalam jumlah yang besar dan mereka menjualnya dengan harga mahal kepada para penadah.
Hal ini dibantah oleh Goris Dengekae yang mengatakan bahwa tradisi penangkapan ikan paus itu adalah kearifan lokal yang dinjunjung sangat tinggi dari generasi ke generasi. Mereka hanya menangkap ikan paus tua dan jenis betina . Jumlah yang mereka tangkappun tidak boleh lebih dari 15 ekor per tahun.
Mereka mengharapkan bahwa nelayan yang ditangkap itu dapat dibebaskan kembali karena mereka itu betul-betul mewarisi tradisi dengan aturan adat yang tidak boleh dilanggar. Mereka berharap agar cara mencari makan itu tidak terusik dan mereka dapat hidup dengan tenang karena mereka juga tidak akan menghabisi seluruh ikan paus yang berada di perairan Lamalera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H