Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Three Ends" Mengakhiri Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan

10 Desember 2016   11:06 Diperbarui: 30 Desember 2016   14:13 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Negara belum dikatakan maju bila perempuan dan anak belum berada di ranah aman,” Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise

Bagaikan Fenomena gunung es yang mencair , tidak kelihatan di permukaan tiba-tiba airnya menggenangi dan membanjiri bumi  membuat korban-korban berjatuhan tanpa bisa ditolong lagi.

Setiap hari ketika lembar koran itu kubuka dan kubaca,  judulnya menggetarkan  “Anak  Berusia 12 tahun diperkosa oleh Guru Lesnya”.   Koran yang kubaca ini bukan Koran yang cari sensasi seperti Pos kota, tetapi KOMPAS.   Hari berikutnya, saya membaca  “ Mahasiswi diperkosa dosennya”.  Seorang mahasiswi yang sedang menyusun skripsi harus terrenggut kegadisannya oleh dosen pembimbing skripsi. 

Sebagai seorang ibu, aku membayangkan betapa kejinya perbuatan pelaku.  Seorang yang dekat dengan anak, seorang yang dikenal sebagai pendidik, seorang yang seharusnya melindungi anak, melakukan perbuatan yang sangat keji sekali , pemerkosaan.  Hatiku luluh, bergetar dan akhirnya, aku tak mampu berkata sepatah kata pun.  Bayangan berat akan masa depan dari korban, trauma apa yang akan terjadi dengan kondisi korban, bagaimana dengan masa depan anak yang diperkosa. Bayang-bayang gelap terus menghantui benak saya.   Seolah saya berhenti pada suatu titik gelap yang menghantui nasib dari korban.  

 Awalnya, beberapa   peristiwa pemerkosaan, kekerasan seksual baik itu KDRT,  pelecehan seksual secara verbal atau pemerkosaan yang dilakukan kepada anak-anak maupun perempuan sangat tertutup rapat.   Korban lebih menyimpan ketakutan, trauma dan kegelapannya, kegamangannya untuk diri dan keluarganya sendiri.   Penderitaan yang sangat besar itu dianggap lebih baik disimpan sendiri dan keluarga  ketimbang dilaporkan kepada polisi atau pihak yang berwenang.    Ketakutan yang besar apabila pelaporan itu justru akan berbalik arah menimpa kepada korban karena tuduhan masyarakat dan aparat yang buta hukum  justru menjatuhkan sanksi berat kepada korban.

Bagaikan buah simalakama, jika melaporkan , akan menerima stigma negatif sementara jika tak melapor,   kondisi korban yang berjatuhan akan terus bertambah  karena pelaku masih berkeliaran untuk mencari mangsa baru .  PEmangsa itu memangsa dan merenggut hidup dan masa depan anak dan perempuan mungkin ada di banyak tempat, tersembunyi ataupun terang-terangan dari orang yang tak dikenal hingga guru dan orangtua yang membenarkan tindakanya dengan berlindung pada ajaran agama.

Sementara korban mendapat stigma negatif dari masyarakat karena ada tradisi maupun budaya patriakhi di beberapa daerah.  Menggangap bahwa kedudukan perempuan ada dibawah kedudukan lelaki.   Tidak ada persamaan gender.   Dengan terkuaknya tabir yang memalukan justru akan menambah stempel negatif dari korban dan keluarganya.   Tidak ada perlindungan dari pihak mana pun yang memberikan solusi dari masalah-masalah pelik itu. Seolah para korban harus menerima apa adanya. Dan mereka tak punya hak untuk  menuntut atas apa yang terjadi dan bahkan menuntut pelakunya.

Menyedihkannya korban terus berjatuhan .  Perempuan dan anak jadi mahluk yang lemah dan objek dari kekerasan seksual.   Peristiwa kekerasan seksual tak pernah berhenti kepada perempuan maupun anak, hampir tiap 2 jam ada 2 – 3 orang korban kekerasan seksual di Indonesia.    Data terakhir yang dicatat oleh Komnas Perempuan mengeluarkan Catatan Tahunan (Catahu)  2016 menunjukkan  angka  kekerasan perempuan seksual di ranah seksual pada tahun 2015 sebesar 16.217 kasus. Sekarang di tahun 2016 meningkat menjadi 321.752 kasus. Terdapat kenaikan sekitar 9%.   Sayangnya, peningkatan yang sangat tidak diinginkan.

Sementara KPAI mencatat terdapat 1.698 pengaduan kekerasan terhadap anak pada tahun 2015, dengan 53% di antaranya adalah kasus kekerasan seksual. Sisanya, yakni sebanyak 40,7% adalah penelantaran, penganiayaan, eksploitasi untuk seksual, dan bentuk kekerasan lainnya.

Untuk data tahun 2015 diambil  dari 232 lembaga mitra komisi Perempuan di 34 provinsi.  Awalnya ranah   kekerasan perempuan itu hanya berasal dari  kekerasan domestik saja.   Sekarang berkembang lebih luas .   Ranahnya dibagi dalam 3 ranah, yakni wilayah relasi personal, komunitas dan negara.

Ranah Personal:

Dari  total kasus 321.752,  ranah personal menempati angka yang terbesar, tempat yang kedua dan yang paling menonjol seperti tahun sebelumnya.   Beberapa kasus yang direkam oleh Komnas Perempuan adalah kekerasan terhadap perempuan (perkara rumah tangga dan istri) yang diduga dilakukan oleh pejabat publik dari anggota parlemen, serta kejahatan yang dilakukan artis.  

Perbandingan dari kasus :

 Kekerasan dalam bentuk perkosaan sebanyak 72% (2.399 kasus), dalam bentuk pencabulan sebanyak 18% (601 kasus), dan pelecehan seksual 5% (166 kasus).

Ranah Komunitas:

Di luar persoalan perkawinana dan rumah tangga , Komnas Perempuan menemukan makin meluasnya tema kekerasan seksual yang muncul seperti yang diberitakan oleh media, seperti pekerja seks online, mucikari artis pekerja seks, kasus cyber crime, iklan berkedok biro jodoh berkedok syariah dan penyedia jasa perkawinan siri, kasus perbudakan seks seorang anak perempuan oleh ayah mertua di Tapanuli  .  Pelaku kekerasan sekssual terhadap mahasiswi oleh seorang dosen di sebuah universitas.

Ada Sebanyak 31% (5.002 kasus), dan jenis kekerasan terhadap perempuan tertinggi adalah kekerasan seksual (61%), sama seperti tahun sebelumnya (data 2014 dan data 2013). Untuk tahun ini jenis dari bentuk kekerasan ini adalah perkosaan (1.657 kasus), pencabulan (1.064 kasus), pelecehan seksual (268 kasus), kekerasan seksual lain (130 kasus), melarikan anak perempuan (49 kasus), dan percobaan perkosaan (6 kasus).

 Ranah Negara:

Di ranah  negara, seharusnya Negara sebagai pengayom, tetapi aparat negara sebagai pelaku langsung atau melakukan pembiaran pada saat peristiwa pelanggaran HAM Perempuan terjadi. Contoh  ada kasus  pemalsuan akta nikah di Jawa Barat dan human trafficiking di NTT.    Krimimnalisasi perempuan dengan penangkapan 2 orang perempuan oleh petugas Wilayatul Hisbah di Aceh. Hal lain adalah kasus perempuan dalam tahanan bahwa telah terjadi penganiayaan terhadap seorang perempuan warga binaan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur yang dilakukan oleh seorang sipir laki-laki.

Kondisi kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dalam keadaan yang genting, kritis. Perlu adanya gerakan atau terobosan , jika HARUS peduli untuk mengakhirinya.  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada 2016 memiliki tiga program unggulan yang bernama Three Ends.

Three Ends tersebut adalah End Violence Against Women and Children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak), End Human Trafficking (akhiri perdagangan manusia) danEnd Barriers To Economic Justice (akhiri kesenjangan ekonomi).

 3 Ends yang dimaksud di sini adalah :

 - Mengakhiri tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak

- Mengakhiri perdagangan manusia

 - Mengakhiri adanya kesenjangan antara pria dan perempuan

Mengakhiri Tindakan Kekerasan Terhadap perempuan dan Anak:

Pemberdayaan perempuan baik dalam bidang ekonomi, contohnya jika dalam ada potensi local seperti hasil ikan laut, para perempuan dapat mengangkat derajatnya dengan memperoleh pendapatan dari hasil pembuatan ikan laut  yang digoreng jadi kerupuk dan sebagainya.  Memperoleh pendapatan bagi seorang perempuan akan besar dampaknya.  Keluarga, kesehatan, pendidikan akan terangkat .

Sosialisasi dan pengetahuan tentang sex education bagi anak-anak sejak dini sangat penting sekali

Sosialisasi dan pengetahuan tentang alat reproduksi bagi semua remaja yang akan menikah.

www.genderwatch.com
www.genderwatch.com
Salah satu perwujudan dari gerakan ini adalah “Gender Watch’.   Merupakan kerjama dengan InstituteKapal Perempuan, YKPM, LPSDM, YAO, KPS2K, PBT, MAMPU-DAFAT.   Sebuah gerakan yang tujuannya untuk penghapusan kemiskinan melalui Perlindungan Sosial .  Mempunyai 3 program pemantauan yang sangat ketadan ht:
  • Kelompok Perempuan Miskin sebagai penerima Manfaat program
  • Pemerintah
  • Masyarakat Sipil (pers, akademisi, perwakilan, organisasi kemasyarakatan)

Titik berat dari didirikan program ini untuk memantaui program perlindungan sosial di bidang kesehatan, yaitu Jaminan Kesehatan Nasional Penerima Bantuan Iuran (JKN-PBI) dan mementingkan 4 aspek seperti “input, proses, output  hasil.

Hasil yang sudah tampak dari program ini adanya  Data desa “Feminisme Kemiskinan”. Data ini merupakan penemuan untuk melihat situasi di lapangan kemiskinan perempuan dan tingkat kedalaman keparahan kemiskinan, kematian ibu melahirkan perempuan putus sekolah, buta huruf, partisipasi perempuan dalam mengambil keputusan , kekerasan yang dialami perempuan.

Adanya “Sekolah Perempuan” oleh "Gender Watch"  merupakan wujud dari suatu model “Pendidikan komunitas” wadah untuk belajar meningkat partisipasi kepimpinan seorang perempuan untuk keluar dari kemiskinan.

Mengakhiri perdagangan manusia:

Ada 4 hal yang perlu diambil langkah untuk mengakhiri perdagangan manusia:

Memberi Pengetahuan:

Sebagian masyarakat menengah bawah tidak mengetahui bahwa mereka terjebak dalam perdagangan manusia ketika mereka mencoba mencari peruntungan dengan bekerja di luar negeri.   Umur dan paspor dipalsukan dan tenaga mereka dijual di luar negeri.   Perlu adanya pengetahuan bahwa mereka tidak boleh mencari pekerjaan dari calo-calo atau badan yang tidak terdaftar sebagai penyalur pekerja ke luar negeri .

Memberi tahu orang lain:

Jika kita sebagai masyarakat mengetahui adanya praktek illegal seperti rumah yang dijadikan penampungan sementara dari tenaga kerja yang akan dibawa ke luar negeri, dan ternyata itu tidak legal, kita harus mampu mengadu dan melaporkan kepada yang berwenang seperti Komnas Permepuan, KPAI atau Dinas Tenaga Kerja.   

BErperan aktif dan mencegah:

Usaha pencegahan jauh lebih baik ketimbang sudah terperosok dalam jurang kekerasan. Oleh karena itu, berikan pendekatan kepada keluarga, keponakan, anak, dan keluarga dekat tentang bahayanya membaca tentang penjualan terselubung tenaga manusia yang biasanya sering menembus lewat media sosial seperti facebook, dan lainnya.

Peran Pemerintah:

Komnas Perempuan, dalam Tt. Catahu ini juga memberikan sejumlah rekomendasi kepada lembaga-lembaga negara, dari Presiden, Kementrian, DPR-RI, Aparat Penegak Hukum, dan lembaga non negara yang strategis untuk menghentikan pengiriman TKI terutama untuk mencegah pengiriman TKI illegal.

Para korban kekerasan berani mengadu dan melaporkan kepada pihak yang berwenang seperti Komnas Perempuan dan KPAI

Mengakhiri adanya kesejenjangan antara pria dan perempuan;

Persamaan hak gender sebagai perempuan dengan lelaki.  Tuntutan bukan untuk gerakan feminism. Tetapi tuntuan untuk haknya dalam kesehatan, dalam pendidikan, dalam kesetaraan pekerjaan.    Perempuan dilahirkan untuk berdampingan dengan lelaki, tidak ada kesenjangan sosial maupun ekonomi.

Program “Sekolah Perempuan”  yang diadakan oleh Gender Watch dan  “Sekolah Perempuan” di Poso oleh Lian Gopali, korban kekerasan di Poso.

Blogger pun ikut bertanggung jawab untuk ikut mensukseskan 3 Ends dengan menyebarkan informasi tentang program program Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melalui  media sosial yang dimiliki agar para korban kekerasan berani bersuara, mengadukan permasalahannya ke pihak berwenang, mendukung pihak berwenang untuk lebih peka saat menangani korban kekerasan,

5  Hal yang dapat kamu lakukan untuk membantu  korban kekerasan seksual:

1. Dengarkan:

Fokus kepada apa yang diceritakan oleh korban, memahami pesan dan perasaan yang diuangkapkan dan kamu memahami dengan baik, tepat dan benar.  Mendengar dengan aktif artinya memiliki empati, sabar, tulus. Kamu dapat minta penjelasan jika  hal yang kurang jelas dengan menggunakan pertanyaan terbuka (bagaimana, mengapa, dimana, siapa) dan tidak mempersoalkan korban  jika korban hanya diam, tidak mau bicara sepatah kata pun serta memperlihatkan bahasa tubuh yang baik dan terbuka.

2. Berpihak:

Berpihak pada korban adalah hal yang sangat penting. Menempatkan diri kita sebagai korban tanpa harus larut di dalamnya. Kamu dapat menunjukkan expresi wajah dan bahas tubuh seperti senyum, mengernyitkan dahi, mengangguk.  BErhati-hati-hatilah jika kamu ingin berikan sentuhan fisik seperti  pelukan, sebaiknya bertanya  terlebih dahulu kepada korban.  Kamu dapat memperlihatkan lewat kata-kata misalnya:  "Saya mencoba memahami perasaan Anda saat ini".   "Apa yang kamu alami pasti berat".

3.  Tidak Menyalahkan korban:

Ciptakan rasa aman dan nyaman. Jangan menimpali orang lain yang menyalahkan korban. Meyakinkan kepada korban bahwa dia tidak sendirian dan dorong dia untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

4. Berikan Informasi:

Kamu dapat berikan informasi bahwa yang dialami korban adalah kekerasan seksual yang merupakan tindakan kriminal.  Kamu juga dapat memberikan informasi mengenai hak korban  untuk pelaporan, dan layanan pendampingan. Pendampingan dapat memberikan pilihan-pilihan termasuk dengan konsekusensi  pilihan kemungkinan tindakan lanjutan. Jangan memaksakan pilihan pribadi, biarkan korban memilih  sesuai pilihannya sendiri. Kamu tetap bisa membekali korban dengan arahan pada lembaga bantuan yang sesuai dengan  kebutuhan  seperti bantuan hukum, rumah sakit, konseling, atau rumah aman.

5. Mencari Dukungan:

Kamu bisa membantu temanmu untuk mengaktifkan jaringan dari berbagai pihak. Ini dilakukan  untuk mempermudah pendampingan kepaa korban serta menggalang dukungan dan membangun pemahaman individu agar kekerasan seksual tidak terjadi lagi  kepada siapapun.

FB:   https://www.facebook.com/ina.tanaya

Tw  :  https://twitter.com/tanaya1504

Sumber referensi:

  • 3 cara mencegah “Human Trafficking”  oleh  Female
  • Three End, Program Unggulan KPPA  , oleh Sinar Harapan.net
  • Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
  • Support Group & Resource Center on Sexuality Study  @SGRCU

Komisi Perlindungan Anak Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun