Menjadi seorang ibu memang super duper kompleks sekali. Penuh tanggung jawab kepada anak baik itu pendidikan , masa depan anak. Semuanya dipertaruhkan demi anak. Perjuangannya tak pernah diketahui oleh anak.
Apa yang diketahui anak tentang seorang ibu ketika masa kecil? Ibu selalu mendampingi anaknya (bagi ibu yang tak bekerja formal) saat dibutuhkan. Bahkan dari sekolah sampai pulang sekolah memperhatikan kebutuhan anak . Jika ada PR (pekerjaan rumah), ibu ikut repot. Apalagi jika anak belum juga menguasai bahan pelajaran tertentu, ibu langsung panik untuk memberikan tambahan pelajaran atau kursus agar anak dapat dengan cepat menguasai pelajaran yang belum dikuasainya. Belum lagi jika kondisi fisik anak tidak sesuai dengan harapan ibu, misalnya jadi kurus dan sering sakit. Ibu selalu memperhatikan pola makan anak. Menambahkan makanan yang bergizi dan segala macam vitamin. Tujuannya agar anak tidak kekurangan nutrisi dalam perkembangannya.
Sayangnya, apa yang baik menurut ibu belum tentu baik menurut anak. Ibu pengin anaknya sehat dan kuat, tapi anak merasa tertekan dengan berbagai peraturan dari ibu.
“Ayo makan buah dan sayur dihabisin!” (ini omongan ibu yang banyak sekali diulang-ulang)
“Sudah makan vitamin. Hari ini makan apa?” (ini investigasi ibu yang seringkali terdengar oleh seorang anak).
“Minum susu dan makanan harus dihabiskan!” (perintah yang seringkali terdengar)
Ketika anak bertumbuh dan berkembang menjadi seorang anak yang dewasa. Ibu masih menganggap anak yang telah dewasa itu seperti anak yang masih kecil. Pola komunikasi dengan anak tetap tidak diubah saat anak sudah dewasa. Demikian juga dengan pertanyaan mendasar dan berulang tetap dilakukan oleh ibu. “Sudah makan?”
“Makan apa?”
Kebosanan anak mendengar pertanyaan yang selalu hampir sama , membuatnya jengkel untuk bertemu dengan ibunya. Padahal maksud pertanyaan ibunya itu adalah penuh perhatian dan cinta kepada anaknya.
Tetapi reaksi anak sangat berbeda. Dianggapnya ibunya “terlalu cerewet atau terlalu protective “. Seorang anak, Mary (bukan nama sebenarnya), harus meninggalkan rumah untuk kuliah di luar kota. Dia merasa senang, bebas dari omelan , jauh dari ocehan dan pertanyaan ibunya yang berulang kali sama.
Kebebasan yang dirasakan saat itu adalah tidak ada lagi orang yang menggangunya. Dia bisa bersikap dan berbuat apa yang diinginkannya, terutama dalam menentukan makanan. Dia tak mengetahui kondisi ibunya karena dia tidak pernah rindu kepada ibunya untuk berkomunkasi dengan ibunya.