Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

3 Srikandi yang Menggugah Semangat Nasionalis

6 Agustus 2016   18:48 Diperbarui: 6 Agustus 2016   18:54 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini bukan untuk mengulas atau review atas film "3 Srikandi".  Tetapi ingin memberikan informasi tentang nilai-nilai dari film yang diangkat  dalam layar besar.   Penayangannya yang tepat menjelang hari Kemerdekaan Inodnesia sungguh suatu hal yang sangat nasionalis sekali.   Serentak akan ditayangkan di semua bioskop pada tanggal 4 Augustus 2016 ini.

Produser dan sutradara dari 3 Srikandi mengangkat  kejayaan 3 atlit putri panahan Indonesia yang pernah mengharumkan nama Indonesia pada olimpiade tahun 1988 di Seoul.  Ketiga putri itu adalah Nurfitriyana, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardani, mereka mendapatkan medali  perak untuk dibawa pulang ke tanah air.  Suatu kebanggaan membawa medali untuk dipersembahkan kepada tanah air  , apalagi saat lagu “indonesia Raya” berkumndang di panggung ketika medali-medali itu dikalungkan di leher mereka. 

Sayangnya,  anak-anak muda apalagi yang baru lahir tahun 90an belum mengenal pahlawan atlit putri panahan itu. Seolah mereka hilang bak air ketika kejayaannya itu sudah memudar.

Nah, ternyata untuk mengingat kembali apa yang telah diperjuangkan oleh ketiga atlit putri panahan itu, maka cerita perjuangan mereka untuk merebut medali perak itu dilayar lebarkan.

Perjuangan yang sangat berat:

Secara pribadi ketiga atlit itu punya kisah pribadi yang sangat berbeda. Perbedaan itu ada sisi-sisi humanis yang sangat berbeda dan kontras dengan perjuangan yang harus mereka raih.   Ada hal-hal yang sangat kontradiktif dengan apa yang dicita-citakan.

Ketiga atlit putri itu diperankan oleh Bunga Citra Lestari (BCL), Chelsea IslandanTara Basro.     Kehidupan pribadi dari Nurfitriyana dipernakan oleh Bunga Lestari .    Dalam kehidupan sehari-harinya Nurfitriyana itu harus berhadapan dengan ayah dan ibunya yang punya mimpi besar agar anak-anaknya  menyelesaikan studinya.

Juga dengan Kusuma Wardhani, yang akrab dipanggil Suma, tidak mendapatkan dukungan dari orangtua. Cita-cita orangtunya adalah  menjadi seorang PNS agar hidup terjamin.  Cita-cita ayah yang sangat bertentangan dengan cita-cita anaknya.  Itu harus dihadapi dengan sangat berat.  Pada saat surat penerimaan sebagai PNS diterima oleh sang ayah, ayah yang sangat senang dan bangga harus hancur hatinya karena keputusan Nurfitriyana yang ingin berangkat ke Olimpiada demi mengharumkan nama nusa dan bangsa.  Ayahnya yang menganggap  apa artinya sebuah medali jika itu hanya diperuntukan negara.  Yang penting adalah kepentingan pribadi.    Itulah arti dari sebuah perjuangan ketika keputusan yang berat itu ternyata tak dapat dukungan dari keluarga sendiri dan tetap berjuang sendiri melawan keluarga yang tak pernah mendukungnya.

Lain halnya dengan Lilies Handayani, orangtuanya adalah mantan atlit.  Namun, Lilies pun harus  berkutat dengan perjuangan lainnya, harinya  yang penuh dengan bunga-bunga hati karena sedang jatuh cinta dengan seseorang lelaki. Namun, sang ibunda tidak menyetuji pacar apilhan Lilies, seorang atlet sifat.  Ibunya ingin agar Lilies menikah dengan seorang pengusaha.  Kehidupan cintanya tak semulus dengan apa yang dicita-citakan.    Ternyata pertentangan dengan orangtua itu tak merintanginya untuk terus berjuang di olimpiada dan akhirnya berhasil meraih medali perak di Olimpiade.

Di balik keberhasilan ada pelatih yang sangat hebat

Dibalik kemenangan yang hebat dengan medali emas itu para atlit putri ini ternyata mendapat “gemblengan” yang sangat hebat dan keras oleh pelatihnya  Donald Pandiangan yang diperankan oleh Reza Rahadian.    Ketiga atlit itu harus berlatih dengan sangat ketat, dan kadang-kadang untuk hal-hal yang tak masuk akal seperti harus memotong rumput sebelum latihan panah.  Gemblengan dan kekerasan latihan itu ternyata membuahkan hasil yang sangat besar yaitu perolehan medali perak.  Pelatih yang tak bekerja di belakang layar, tapi menjadi tonggak dari kemenangan itu.

Kerja keras bukan hanya sekedar mimpi

Film ini mengajarkan suatu nilai yang luhur bahwa menjadi atlit yang sukses bukan hanya langsung tanpa perjuangan. Perjuangan berat mulai dari keluarga, pribadi yang tanpa dukungan, ditambah dengan latihan yang sangat berat  dibawah terik matahari, belum lagi harus konsentrasi karena panah itu sangat penting kecermatan dan kekuatan fisik.

Bagi anak-anak yang berusia muda dan lahir 90an, tentunya mereka tak mengenal kerja keras dari atlit panahan ini, apalagi mereka juga tak kenal siapa mereka.  Dengan film ini, mereka kenal pribadi dan prestasi cemerlang didapatkan hanya dengan melalui kerja dan cita-cita keras serta mempersembahkan kepada nusa dan bangsa.

Kembalikan kejayaan  atlit panahan

Supremasi atau kejayaan atlit panahan sudah padam setelah tahun 1988.  Pemerintah tak menyadari hal itu.  Film ini coba menggugah agar pemerintah dalam hal Menteri Olah Raga mulai memperhatikan kembali olahraga panahan yang seharusnya tetap diperhatikan dan diberikan dukungan serta memberikan pelatihan yang terbaik agar kejayaan yang pernah diraih itu dapat direbut kembali.

Akhir kata,  lagu yang mengiringi film ini sangat menginspiratif bagi para atlit yang sedang berjuang di Olimpiada 2016 agar mereka juga  berjuang keras sepert rekannya dulu. 

Inilah petikan lagu itu “Kilauan dan penuh air mata , membakar api yang membawara kita membawa kebesaran, mewujudkan mimpi menjadi nyata. Satu asa dan sejiwa untuk meraih cita tunjukkna dunia dengan hanya yang terbaik yang tega berdiri, di puncak dunia.   Kita melangkah bersama, mewujudkan mimpi menjadi nyata .....”

Selamat berjuang para atlit Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun