Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hilangnya Hak Anak di Peringatan Hari Anak Nasional

25 Juli 2016   20:55 Diperbarui: 26 Juli 2016   11:13 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.sahabatkeluarga.kemendikbud.go.id

Baru saja menginjak hari Anak Nasional pada tanggal 23 yang lalu.    Serimonialnya sangat indah karena anak-anak banyak yang menari, bernyanyi serta mendeklamasikan mimpi-mimpinya ketika mereka nanti dewasa.

Itu hanya bagian yang  ada di atas panggung dari dunia anak .  Tetapi di luar panggung masih ada hak-hak anak yang masih diabaikan karena adanya exploitasi yang mengintai mereka.

Sangat miris untuk diceriterakan bahwa sebagian besar dari profil anak indonesia yang masih mengalami banyak masalah antara lain anak putus sekolah, gizi buruk, narapidana anak, anak korban kejahatan.

Profil  anak Indonesia yang ada dalam masalah:

 Jumlah anak usia 0-17%  diperkirakan 82,85 juta

Angka kematian bayi 2015 :  22 anak per 1,000 kelahiran hidup

Jumlah kasus Anak (dari Komisi perlindungan Anak Indonesia)

Anak terlantar 24 kasus

Pelaku Kekerasan fisik 52

Pelaku kekerasan seKsual 43

Pelaku pembunuhan 13

Pelaku kekerasan psikis 7

Korban kekerasan seksual 67

Korban kekerasan fisik 63

Korban exploitasi pekerja anak 33

Korban kekerasan psikis 31

Korban perdagangan 27

korban pembunuhan 21

Pengabaian terhadap  Hak Anak:

Kekerasan fisik:

Sejumlah kejahatan yang terjadi pada Anak  terutama kekearasan fisik dan seksual. Sangat rentan terjadi kepada anak-anak karena mereka tidak dilindungi oleh keluarga maupun masyarakat. Sant mudah dibunuh oleh keluarga dekat maupun orang diseklilingnya.   Undang Undang nomer 23 tahun 2002 sudah dibuah dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak tak juga mampu memberikan perlindungan terhadap Anak yang lebih baik.  Sulitnya ketahanan keluarga dengan tekanan ekonomi menjadi biang keladi dari  penyebabnya.  Sistem sosial yang terintegrasi belum ada sehingga masa depan anak hanya tergantung dari keluarga yang notabene dari keluarga yang kurang mampu.

Pernikahan dini:

Hak untuk tumbuh kembang direnggut ketika anak diharuskan menerima keputusan dari  keluarga untuk dinikahkan dini oleh ayahnya atau keluarga yang terbelit utang.   Anak tak bisa menikmati pendidikan 12 tahun (SD-SMA sederajat).  Persentase pernikahan didni menurut statistik BPS 2015 terhadap 300.000 rumah tangga di 500 kabupaten seIndonesia menunjukkan anak perempuan usia 20-24 tahun menika prausia 18 tahun sebesar 23 persen

Eksploitasi ekonomi:

Masih banyak dijumpai anak-anak yang digunakan atau dimanfaatkan keluarga untuk menjadi  pengemis, mencari penghasilan jadi tukang parkir, tukang cuci.   Sayangnya, uang yang dihasilkan dari kerja itu sebagian besar diberikan kepada orangtua dan sebagian lagi digunakan untuk mengisap ganja, minuman keras dan hal-hal yang merusak hidupnya.    Penelantaran keluarga terhadap hak-hak anak tanpa disadari bahwa anak adalah sebagai objek yang pasif dari struktur sosial sehingga mudah diexploitasi.

Mengembalikan hak-hak anak sesuai dengan  hak-hak yang dilindungi, diberikan hak hidup dan pendidikan agar anak sebagai calon penerus bangsa akan menjadi bangsa yang besar, bukan bangsa yang tak punya kemampuan karena hilangnya tak punya masa depan.

Pengabaian orangtua:

Orangtua mengabaikan tumbuh kembang anak sejak anak itu dilahirkan . Ini diketahui dengan banyaknya kasus pembuangan bayi yang terjadi akhir-akhir ini.   Anak bukan sesuatu yang berharga tetapi sesuatu yang tak dikehendaki oleh calon ayah/ibu.   Ketika mereka lahir pun sering ditinggal oleh orangtuanya bekerja di luar negeri sebagai TKI dititipkan kepada nenek/kakek.  Pengasuhan kakek/nenek yang sama sekali diluar pola pengasuhan standar.  Mereka tak lagi  mengasihi tetapi justru tak bisa mendampingi anak sehingga menjerumuskan anak ke dunia prostitusi dan narkoba.     Walaupun Pekerja sosial sudah mengadakan pembinaan kepada keluarga yang menelentarkan anak, tetap saja pekerja sosial harus terus memantau agar anak dapat diasuh dengan baik dan jangan dijadikan sesuatu yang dibuang dan dibiarkan tanpa pendidikan.

Mengembalikan hak-hak anak sesuai dengan  hak-hak yang dilindungi, diberikan hak hidup dan pendidikan agar anak sebagai calon penerus bangsa akan menjadi bangsa yang besar, bukan bangsa yang tak punya kemampuan karena hilangnya  masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun