Baru saja menginjak hari Anak Nasional pada tanggal 23 yang lalu. Â Â Serimonialnya sangat indah karena anak-anak banyak yang menari, bernyanyi serta mendeklamasikan mimpi-mimpinya ketika mereka nanti dewasa.
Itu hanya bagian yang  ada di atas panggung dari dunia anak .  Tetapi di luar panggung masih ada hak-hak anak yang masih diabaikan karena adanya exploitasi yang mengintai mereka.
Sangat miris untuk diceriterakan bahwa sebagian besar dari profil anak indonesia yang masih mengalami banyak masalah antara lain anak putus sekolah, gizi buruk, narapidana anak, anak korban kejahatan.
Profil  anak Indonesia yang ada dalam masalah:
 Jumlah anak usia 0-17%  diperkirakan 82,85 juta
Angka kematian bayi 2015 : Â 22 anak per 1,000 kelahiran hidup
Jumlah kasus Anak (dari Komisi perlindungan Anak Indonesia)
Anak terlantar 24 kasus
Pelaku Kekerasan fisik 52
Pelaku kekerasan seKsual 43
Pelaku pembunuhan 13
Pelaku kekerasan psikis 7
Korban kekerasan seksual 67
Korban kekerasan fisik 63
Korban exploitasi pekerja anak 33
Korban kekerasan psikis 31
Korban perdagangan 27
korban pembunuhan 21
Pengabaian terhadap  Hak Anak:
Kekerasan fisik:
Sejumlah kejahatan yang terjadi pada Anak  terutama kekearasan fisik dan seksual. Sangat rentan terjadi kepada anak-anak karena mereka tidak dilindungi oleh keluarga maupun masyarakat. Sant mudah dibunuh oleh keluarga dekat maupun orang diseklilingnya.  Undang Undang nomer 23 tahun 2002 sudah dibuah dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak tak juga mampu memberikan perlindungan terhadap Anak yang lebih baik.  Sulitnya ketahanan keluarga dengan tekanan ekonomi menjadi biang keladi dari  penyebabnya.  Sistem sosial yang terintegrasi belum ada sehingga masa depan anak hanya tergantung dari keluarga yang notabene dari keluarga yang kurang mampu.
Pernikahan dini:
Hak untuk tumbuh kembang direnggut ketika anak diharuskan menerima keputusan dari  keluarga untuk dinikahkan dini oleh ayahnya atau keluarga yang terbelit utang.  Anak tak bisa menikmati pendidikan 12 tahun (SD-SMA sederajat).  Persentase pernikahan didni menurut statistik BPS 2015 terhadap 300.000 rumah tangga di 500 kabupaten seIndonesia menunjukkan anak perempuan usia 20-24 tahun menika prausia 18 tahun sebesar 23 persen
Eksploitasi ekonomi:
Masih banyak dijumpai anak-anak yang digunakan atau dimanfaatkan keluarga untuk menjadi  pengemis, mencari penghasilan jadi tukang parkir, tukang cuci.  Sayangnya, uang yang dihasilkan dari kerja itu sebagian besar diberikan kepada orangtua dan sebagian lagi digunakan untuk mengisap ganja, minuman keras dan hal-hal yang merusak hidupnya.   Penelantaran keluarga terhadap hak-hak anak tanpa disadari bahwa anak adalah sebagai objek yang pasif dari struktur sosial sehingga mudah diexploitasi.
Mengembalikan hak-hak anak sesuai dengan  hak-hak yang dilindungi, diberikan hak hidup dan pendidikan agar anak sebagai calon penerus bangsa akan menjadi bangsa yang besar, bukan bangsa yang tak punya kemampuan karena hilangnya tak punya masa depan.
Pengabaian orangtua:
Orangtua mengabaikan tumbuh kembang anak sejak anak itu dilahirkan . Ini diketahui dengan banyaknya kasus pembuangan bayi yang terjadi akhir-akhir ini.  Anak bukan sesuatu yang berharga tetapi sesuatu yang tak dikehendaki oleh calon ayah/ibu.  Ketika mereka lahir pun sering ditinggal oleh orangtuanya bekerja di luar negeri sebagai TKI dititipkan kepada nenek/kakek.  Pengasuhan kakek/nenek yang sama sekali diluar pola pengasuhan standar.  Mereka tak lagi  mengasihi tetapi justru tak bisa mendampingi anak sehingga menjerumuskan anak ke dunia prostitusi dan narkoba.   Walaupun Pekerja sosial sudah mengadakan pembinaan kepada keluarga yang menelentarkan anak, tetap saja pekerja sosial harus terus memantau agar anak dapat diasuh dengan baik dan jangan dijadikan sesuatu yang dibuang dan dibiarkan tanpa pendidikan.
Mengembalikan hak-hak anak sesuai dengan  hak-hak yang dilindungi, diberikan hak hidup dan pendidikan agar anak sebagai calon penerus bangsa akan menjadi bangsa yang besar, bukan bangsa yang tak punya kemampuan karena hilangnya  masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H