Saya mendapat sebuah tawaran diawal tahun 2013 oleh seorang teman di Facebook untuk mengikuti audisi sebuah penulisan dari sebuah buku antologi bertemakan “kekuataan Doa” dengan penerbit Gramedia Pustaka.
Tertarik dengan tawaran yang sangat saya dambakan, saya pun menggebu-gebu menuliskan sebuah artikel dengan tema yang diminta. Awalnya, saya berpikir menulis secara ramai-ramai atau istilah kerennya buku Antologi itu tak akan menjadi beban mental karena kita hanya diminta untuk menuliskan satu artikel sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan.
Namun, ternyata dalam perjalanan , selesai menulis. Saya penuh dengan penantian untuk pengumuman apakah tulisan saya masuk dalam kualifikasi seleksi buku antologi itu. Menunggu hampir 6 bulan lamanya, saya dinyatakan lulus jadi kontributor. Jumlah keseluruhan tulisan yang masuk adalah 65 orang. Hasil seleksi yang dinyatakan lulus adalah 23 orang saja. Jadi hampir l/3 saja yang lulus.
Begitu dinyatakan lulus, saya pikir, tulisan itu akan segera diedit dan diterbitkan. Ini pemikiran orang awam yang tak mengetahui seluk beluk dunia penerbitan sebesar dan sekelas “Gramedia”.
Terus terang harapan itu pupus. Saya harus merombak sama sekali isi dari tulisan saya. Isinya bagus tetapi gaya bahasanya tidak bagus. Saya edit sesuai dengan apa yang diminta. Revisi pertama sudah jalan. Saya pikir sebentar lagi selesai.
Ternyata, tidak....., datang permintaan revisi yang kedua setelah hampir 3 bulan lamanya dari revisi pertama. Setelah revisi kedua diserahkan,s aya pikir tugas saya selesai. Tidak juga. Hampir 4 bulan kemudian datang lagi untuk revisi ketiga. Ach, rasanya saya sudah tak ada gairah untuk merevisi lagi. Tapi demi sebuah buku, saya pun revisi dan serahkan kepada koordinator. Hampir lima bulan saya menunggu, tak ada suara yang jelas nasib dari revisi, ternyata kali ini revisi sedikit dari tulisan saya. Aduh, hampir saya putus asa. Ini apa lagi yang harus diperbaiki.
Selesai semuanya, koordinator mengatakan bahwa judul sudah ditentukan oleh penerbit. Semua naskah sudah masuk dan menunggu giliran final review dari penerbit. Proses penungguan itu ternyata cukup berjalan sangat lama. Layout pun ditentukan oleh penerbit.
Bayangkan dari tahun 2013, buku itu baru di proses tahun 2016 dan itu pun akhirnya kami semua kontributor sudah hampir lupa bahwa kami pernah menulis artikel yang memang kami dambakan untuk diterbitkan.
Dengan proses yang panjang dan waktu yang lama, saya belajar banyak tentang penerbitan sebuah buku melalui sebuah penerbit yang ternama, Gramedia. Tidak mudah , tidak seperti self-publishing yang dengan gampang sekali menerbitkannya. Jika kita punya naskah, lalu diedit sendiri, dan dicetak dalam jangka waktu singkat sudah punya sebuah buku.
Namun, nilai buku yang diterbitkan oleh Gramedia ini tentunya menjamin mutu dan kualitas bagi pembacanya. Saya percaya bahwa Anda pun punya pendapat yang sama dengan saya.
Setiap kali saya membeli buku terbitan dari Gramedia Pustaka, rasanya tak pernah menyesal karena selain dari layout, kualitas mutu jadi jaminan. Sehingga saya menggangap inilah pelajaran yang paling penting dari hidup saya, untuk mencapai mutu yang diinginkan orang , saya harus berusaha keras untuk mencapainya.
Akhirnya, saya hanya bisa mengucap syukur bahwa ditengah semua keterbatasan kemampuan dan waktu yang sangat lama untuk mencapai itu, ternyata menjadi pemenang itu sangat sulit sekali, butuh energi besar dan kesabaran yang tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H