Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlukah Cuti untuk Suami ketika Istri Melahirkan?

8 Februari 2016   21:44 Diperbarui: 8 Februari 2016   22:28 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="garisdua.com"][/caption]

Tidak terbayangkan jika sepasang suami-istri yang baru saja membangun keluarga, lalu menghadapi kelahiran putra/putri pertama. Apalagi jika sepasang suami-istri itu keduanya berkerja. Istri pastinya dapat cuti melahirkan selama tiga bulan sesuai peraturan dari Departemen Tenaga Kerja.  Namun, bagaimana dengan suaminya?

Ada yang berpikir bahwa keluarga itu dapat mencari perawat bayi. Bagi keluarga yang secara finansial cukup memadai, meng""hire" perawat bayi tidak menjadi masalah. Kehadiran seorang perawat dapat menolong istri dan bayinya dari kerepotan dari kehadiran seorang bayi.


Tetapi bagaimana dengan mereka yang tak memiliki dana atau finansial yang cukup untuk membayar seorang perawat. Tentunya,a da seseorang yang mendampingi istri. Bagi suami tentunya tidak mudah mendampingi selama tiga bulan untuk membesarkan bayinya. Di Indonesia belum adaregulasi secara resmi untuk mendapatkan cuti kerja bagi suami yang istrinya melahirkan. Pada umumnya, suami itu akan cuti jika istrinya melahirkan selama beberapa hari saja. Cuti ini pun diambil atau dikurangi dari cuti kerja yang biasanya /umumnya dari seorang pekerja yaitu 12 hari kerja.

Lalu bagaimana jika suami harus kembali bekerja setelah cuti 1 minggu. Apakah istri dibiarkan sendiri untuk mengurus bayinya. Keadaan fisik seorang istri yang baru melahirkan biasanya sangat lemah. Apalagi mereka yang melahirkan secara caesar, perlu extra beberapa hari untuk pemulihannya. Dia tak bisa merawat bayinya pada saat tubuhnya masih lemah. Apalagi bayi yang baru lahir biasanya seringkali menangis pada tiap 2 atau 3 jam, perlu minum susu dan sebagainya.

Bila fisikistri  lemah, perlu ada sosok pendamping yang dapat membantu secara moral. Kelelahan fisik akan berkurang karena ada orang yang membantu dan mendampingi. Kondisi mental dan fisik yang lemah akan cepat pulih jika suami juga ikut mensupport istrinya.


Keuntungan ini bukan hanya untuk istri saja. Tetapi bagi bayi yang baru dilahirkan, jika ada ayahnya yang mendampingi, bayi secara emosional akan jauh lebih tenang . Ketenangan emosional itu yang dirasakan oleh si bayi, membuat relasi emosi antara ayah dan bayi makin dekat. Bukan hanya itu, ayah pun akan merasakan pengalaman perawatan bayi yang sangat rumit itu . Lalu timbul penghargaan sang ayah kepada ibu atau istri yang telah susah payah berjuang untuk repot dalam urusan bayi selama masih dalam beberapa bulan.

Sayangnya, di Indonesia penghargaan agar ayah mendapat cuti khusus jika istrinya melahirkan. Sesuai peraturan ketenagakerjaan di Indonesia, cuti kehamilan hanya berlaku bagi istri yang melahirkan. Belum adanya pemberlakuan kepada suami.

Bagaimana dengan negara lain?

Beberapa perusahaan di negara-negara maju seperti Inggris dan Belanda telah memberikan cuti khusus bagi suami yang istrinya melahirkan selama 3 atau 4 bulan. Cuti mereka adalah cuti yang dibayar sebesar 80%. Jika suami itu masih harus menambah cuti lagi, maka harus diajukan untuk mendapatakn unpaid leave.


Memang di Australia belum semua suami dapat cuti khusus jika istrinya melahirkan.Tergandung kepada perusahaan besar atau kecil itu memberlakukan peraturan. Ada yang hanya memberlakukan 12 hari kerja atau hanya istri saja yang boleh cuti , tidak untuk suaminya. Tetapi masih ada dispensasi untuk mengajukan kepada atasannya jika suami itu memang perlu sekali mengurus bayinya karena istri nya belum mampu mengurus bayi. Di negeara maju, tidak ada perawat bayi yang dapat disewa. Jadi suami istri harus saling membantu untuk mengurus bayi.

Pemerintah Swedia pernah membahas rencana memberikan cuti tiga bulan bagi ayah baru pada 2016. Regulasi tersebut dibuat dalam rangka meningkatkan kesetaraan gender di negara tersebut. Swedia memang dianggap negara paling ramah terhadap suami yang istrinya baru melahirkan.
Sejarah panjang mengiringi kebijakan baru tersebut. Pada 1995, cuti kelahiran anak khusus bagi ayah hanyalah selama satu bulan dan bisa hilang jika tidak diambil. Selanjutnya, pada 2002, cuti ditambah menjadi dua bulan.
Nah, kebijakan cuti tiga bulan bagi ayah baru akhirnya disahkan di Swedia. Dengan kata lain, mulai 2016, seorang suami dapat menemani istrinya lebih lama di rumah untuk merawat bayinya yang baru lahir. Pada saat cuti, gaji yang diberikan sebesar 80% .
Salah seorang ayah mengaku senang dengan peraturan tersebut. “Saya sangat senang bisa berada di rumah dengan anak-anak. Dengan adanya sistem ini, saya bisa tetap berada di rumah untuk waktu yang lama se

Perkembangan bayi dan keluarga sangat penting, oleh karena itu peran suami pada saat kelahiran anak sangat menentukan. Setiap keluarga akan menjadi masa depan dari suatu bangsa. Oleh karena itu kualitas keluarga yang sangat menentukan itu sewajarnya diberikan tempat bagi pemerintah untuk memikirkan ayah untuk dibeirkan cuti khusus jika istrinya melahirkan.

Ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun