Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gelegar Imlek di Era Modern

6 Februari 2016   14:31 Diperbarui: 8 Februari 2016   15:11 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Perb[caption caption="google"][/caption]edaan yang mencolok untuk perayaan Imlek di zaman atau era tahun 1965 dengan zaman atau era modern adalah sekarang semuanya dibungkus dengan komersialisasi.

Latar belakang keluarga bukan Chinese totok.  Ayah dan ibu saya adalah ikut-ikutan merayakan Imlek.  Tidak sepenuhnya mengikuti dengan adat istiadat karena mereka pun sudah tak memiliki leluhur.  Jadi kami hanya ingin merasakan bagaimana senangnya ikut Imlek dengan acara makan dan saling bertandang atau bersilahturami ke saudara-saudara dan berbagi Angpau.

Saya ingat benar, ketika masih kecil, sehari sebelum Imlek semua rumah dibersihkan dengan lap. Selayaknya akan mengadakan pesta, semuanya harus bersih. Yang dibersihkan adalah alat-alat atau benda-benda atau asesori yang menempel di rumah. Sebenarnya ayah dan ibu tak tahu persis tentang filosofi tentang permbersihan rumah.  Menurut mereka, jika rumah bersih, tentu yang berkunjung akan senang dan merasa "comfortable".

Nach sehari sebelum Imlek, almarhum ibuku sudah belanja. Saya ikut mendampingi ibu ke pasar. Ke pasar tradisional yang cukup besar supaya apabila mencari apapun lebih mudah. Belanja lebih banyak dan komplit karena ibu akan memasak makanan spesial Imlek.  Makanan yang disukai pada waktu Imlek adalah ikan bandeng,  oseng-oseng rebung dengan udang dan telur, mie goreng spesial dan sayur asing yang dioseng dengan tauge.  Jika ada yang jual bebek goreng, ibu akan membelinya. Tapi jika tak ada, tentu bisa diganti dengan ayam goreng.

Pulang dari pasar, saya tak pernah membantu di dapur. Terpaksa kakak saya dan pembantu repot ikut membantu ibu .  Nach, makanan yang lezat itu akan kami makan untuk esok harinya.

Pagi-pagi, semua teman saya yang usianya hampir sama, akan datang ke rumah tetangga yang merayakan. Kami menyampaikan salam Gong Xi Fat choi dengan mengenggam tangan kepada ayah dan ibu teman-teman kami.  Nach, sebagai balasannya para orangtua teman itu akan menyelipkan satu amplop berwarna merah di genggaman kami. 

Wah, senangnya kami mengumpulkan amplop warna merah yang sering kami sebut dengan "angpau". Setelah selesai mengitari semua rumah dengan rata, kami pun berkumpul di salah satu rumah teman yang memang telah menyediakan menu untuk anak-anak.  Kami bersantap bersama-sama. Selesai makan kami akan membuka angpau , lalu kami saling membandingkan siapa yang dapat uang paling banyak harus traktir lagi kepada yang hanya dapat sedikit.

Tidak lupa waktu, siangnya atau sorenya kami akan menunggu arakan "barongsai yang diarak dari Kelenteng besar (saya lupa namanya di kota Semarang) menuju kelenteng kecil.  Kami senang dengan atraksi barongsai yang merupakan satu-satunya tontonan yang ada untuk memeriahkan perayaan Imlek di saat itu.

Sekarang, ternyata  perayaan Imlek itu sudah berubah warnya. Secara tradisonal memang tidak berbeda jauh, tetapi nuansa dari kesederhanaan itu sudah dikomersialkan. Hampir semua mall di Jakarta telah dipenuhi dengan ornamen dan dekorasi khas Imleh. Hotel dan pusat perbelanjaan dengan gegap gempita menyuguhkan pertunjukan yang sesungguhnya jauh dari nilai tradisonal.  Mereka mengadakan pertunjukan khas negeri Tiongkok, seperti akrobat.  Pertunjukan itu memang melegenda. Tapi itu terjadi di negara Cina.  Ada yang menggelar wayang potehi dengan tema sesuai dengan tahun Monyet Api.

Bahkan sebuah internasional show bertajuk "Pole Acrobatic Show from Cina" ikut meramaikan dan memeriahkan suasana acara Imlek. Semua pertunjukan dan aksesori yang beragam yang dijual di mal-mal itu dibungkus dan disajikan dalam rangka ikut memerihakan Imlek. Tidak ada yang salah dengan komersialisasi. Tetapi anak-anak sekarang tidak akan mengenal nilai luhur dari apa artinya Imlek. Nilai dari sebuah kekeluargaaan yang juga berbagi antara orangtua kepada anak.

Semoga perayaan Imlek bukan hanya alat untuk menghibur diri dengan berbagai pertunjukan saja, tetapi mengembalikan nilai luhur dari makna Imlek yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun