Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seberapa Ampuh Kebebasan Ekspresi di Era Digital

25 Januari 2016   15:31 Diperbarui: 25 Januari 2016   15:45 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="www.youtube.com"][/caption]

Terus terang saya paling takut menuliskan tentang Sosok Pejabat atau Lembaga Negara dari segi moralitasnya.  Walaupun memang saya ketahui secara fakta dan bukti nyata, tetapi saya takut untuk melakukannya.  Saya sangat trauma seperti yang dialami Prita.  Mungkin masih banyak yang ingat tentang kasus Prita dimana dia merasa tidak puas dengan layanan suatu rumah sakit. Lalu dia ceriterakan kepada teman dekatnya melalui email.  TEtapi oleh teman dekatnya telah disebar tanpa sepengetahuannya.  Inilah yang menyebabkan malapetak baginya sehingga dia terjebak dalam jerat hukum karena ada UU ITE yang memayunginya.

Saya bukan pakar hukum yang mengenal benar tentang apa dan konsekuensi dari suatu pelanggaran.  TEtapi saya hanya melihat dari segi seorang awam yang selalu menggunakan email, blog untuk berekspresi.  Lalu, jika kita tak paham dengan UU , bagaimana nanti akibatnya.

Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah diundangkan. dan ternyata ada 134 orang yang menjadi korban dari Pasal 27 Ayat (3) UU ITE tentang  pencemaran nama baik.  Rincian dari korban dari tahun ke tahun meningkat.  Tahun 2008-2011 rata-rata hanya 2 kasus pertahun, namun tahun 2012 melonjak menjadi 7 kasus, tahun 2014 jadi 20 kasus, dan pada tahun 2014 ada 40 kasus dan terakhir tahun 2015 adalah 50 kasus.

Sulitnya, UU ITE Pasal 27 Ayat (3) itu banyak disalah-gunakan oleh pejabat dan penguasa untuk membungkam warga negara untuk menyampaikan ekspresi secara internet.  

Bagaikan buah simalakama, bagi pelapor, maksud baiknya ditanggapi dengan hukuman karna korban mengkritik orang-orang yang mempunyai kekuasaan.  Jika hal ini terus dibiarkan dan dikekang ini merupakan hal-hal yang akan membuat makin hilangnya kebebasan berexpresi.

Ternyata pada tahun 2009 LBH telah mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi RI dan meminta MK untuk mencabut UU ini. Ternyata gugatan ini gagal dan tidak bisa dicabut.

Sekarang ini sedang diusahakan untuk revisi UU ITE.  Maksud dari revisi ini bukan untuk membebaskan sama sekali para korban, tetapi untuk melindungi bagi mereka yang menyampaikan dengan benar dan bertanggung jawab sebagai warga negara.

Sekarang ini pengguna internet meningkat luar biasa, di Indonesia sudah mencapai 88,1 juta orang atau 34,9 persen dari total Indonesia.  Jika pengguna internet ini dapat menggunakan internet melalui handphone seluler maka makin besar peluang penyebaran informasinya.  Nach siapa pun dapat berluang terjerat UU ITE ini.

Buat para blogger tentunya juga ngga boleh sembarangan menulis apa yang ada di kepalanya tanpa mengingat UU ITE ini jika tak ingin  kena ancaman penjara 10 (tahun) atau pidana denda paling banyak satu milyar.

Yach....sudahlah daripada resiko, apa kita semua perlu diam diri tanpa ada ekspresi untuk menyampaikan sesuatu hal kebenaran...

 Nach, jika masih ada yang penasraran, apa arti , siapa objek dari UU ITE ini, dan apa hukumannya, silahkan klik video ini:

https://www.youtube.com/watch?v=X1dxcmGVNMk

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun