Sudah sering menjumpai di tempat umum, baik itu bus, angkot, kereta api maupun di restoran, pengguna gadget asyik sekali menggunakannya dengan tangannya yang lincah. Suatu kali saya dan teman-teman akan pergi ke suatu tempat. Setelah naik mobil hampir 10 menit, dia berteriak keras : “Kembali ke rumahku dong!”. Saya tersentak, mengira ada yang sangat penting sekali yang menjadi alasan dia untuk pulang. Lalu saya tanya: “Kenapa?” Jawabannya sangat singkat dan mengagetkan: “Aku ketinggalan hp”.
Kekagetan saya terbukti dari berita di BBC Indonesia mengatakan bahwa riset menunjukkan bahwa sebanyak 61% masyarakat kota Indonesia memiliki ponsel pintar telah menggunakannya selama 5,5 jam sehari.
Survei ini dilakukan di lima kota besar seperti Jakarta, Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Bandung, Semarang dan Surabaya. Para warganya menggunakan 16 aplikasi atau situs setiap harinya.
Apa yang menjadi magnit bagi pengguna untuk akses selama 5.5 Jam?
Saya sendiri merasa bingung jika awalnya fungsi gadget adalah alat untuk berkomunikasi. Kenyataannya ternyata telah meleset penggunaannya lebih banyak untuk digunakan untuk mencari aplikasi dari konten yang berkaitan dengan informasi mencari berbelanja, mencari hiburan, dan chatting dengan grup, berbagi informasi yang berkeliaran di seantero medsos.
Lalu, kenapa pengguna sangat lekat dengan gadgetnya tanpa peduli dengan orang sekitarnya, atau pekerjaannya.Gadget seakan dijadikan alat yang ikut dalam “social trend” atau “social prestige”. Identitas bahwa dia memiliki gadget yang update dan ikut terjun dalam berbagai dunia medsos dengan pengikutnya yang begitu banyak. Hidup dalam kepopuleran dunia maya memang dijadikan alasan kuat dari pengguna ponsel.
Fenomena ini mengunungkan siapa?
Begitu riset menunjukkan bahwa 61% masyarakat kota pengguna gadget menggunakan 16 aplikasi setiap harinya dalam 5.5 jam, para produsen lokal konten dan pebisnis untuk memasarkan produknya lewat ponsel.
Begitu gencarnya mereka melancarkan promosi baik itu melalui promosi langsung atau terselubung, maka produsen lokal konten dan pebisnis berharap keuntungan akan naik.
Mereka tak peduli dengan akibat dari kecanduan pengguna gadget dengan adanya iming promosi atau lokal konten yang tidak selalu berguna atau beredukasi.
Sayangnya, belum ada survei yang menunjukkan apakah berapa jumlah korban dari kecanduan penggunaan gadget seperti tidak naik kelas, kehilangan pekerjaan, pekerjaan karena tidak bertanggung jawab untuk menyelesaikan, membunuh atau mencuri gadget karena tidak mampu membeli gadget yang banyak dimiliki oleh teman-temannya.
Bagaimana cara penggunaan gadget dapat meningkatkan produktivitas?
Bagi murid/siswa:
- Jika ada tugas kelompok, dapat bekerja sama melalui facebook
- Jika ada tugas baru tapi tidak masuk sekolah/kuliah, dapat menggunggah materi via facebook.
- Jika mencari informasi atau materi yang berkaiktan dengan tugas sekolah/univeristas, dapat mencari di google.
- Jika ingin menyimpan informasi penting untuk digunakan oleh teman-teman secara bersama dalam kelompok, dapat menyimpannya di I.cloud atau aplikasi yang serupa.
Bagi pekerja:
Jika ingin mendapatkan informasi pentingyang berkaitan dengan pekerjaan, gunakan dengan bijak dengan waktu yang tepat tidak mengganggu pekerjaan.- Jika ingin mendapat informasi tentang transportasi pada saat akan berangkat/pulang kerja seperti gojek , dll.
- Jika ingin mendapatkan informasi yang berguna tentang kompetitor
- Jika ingin membangun relasi dengan klien dengan media sosial yang formal seperti e-mail.
- Jika ingin mempromosikan produk dari perusahaan seperti newsletter.
- Jika ingin mendapatkan informasi tentang motivasi bekerja, meningkatkan karir.
Bagi ibu rumah tangga:
Jika ingin mendapat informasi tentang memasak, relawan, hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan lifeskill.- Jika ingin mendapatkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan parenting.
- Jika ingin mendapatkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan baik itu untuk anak atau keluarga.
- Jika ingin mendapatkan informasi tentang transportasi .
- Jika ingin mendapatkan informasi belanja dari pelbagai online store dan membandingkan harganya.
Tidak dipungkiri bahwa di kota besar, ponsel pintar memang tak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari. Namun, perlu arif dalam penggunaan ponsel untuk sesuatu yang produktif. Dengan kearifan, maka produktivitas dari pekerjaan kita makin tinggi karena selayaknya sebuah ponsel adalah alat untuk penambah produktivitas bukan untuk mengurangi bahkan menghapuskan produktivitas.
Dunia maya bukanlah dunia real, oleh karena itu gadget perlu dikembalikan kepada fungsinya. Kita tak menggunakan ponsel hanya untuk membangun relasi dunia maya. Bangun komunikasi dan relasi dengan dunia nyata. Dengan dunia nyata kita mampu menyatakan empati, kasih sayang dan pengertian.
Bukan sebaliknya, gadget membuat kita mengabaikan relasi atau hubungan dengan keluarga. Seringkah kita mendengar kata-kata bijak “Yang dekat menjadi jauh dan yang jauh menjadi dekat”.
Kembalikan fungsi gadget sebagaimana awal tujuan dari fungsi gadget. Kita menjadi pengguna yang “Smart” bukan sebaliknya “Smart ponsel” bagi penggunanya.
Sumber referensi:
BBC Indonesia: #TrenSosial: Warga kota di Indonesia 'mengakses ponsel 5,5 jam per hari'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H