Judulnya sedikit provokatif. Memang saya sendiri agak kaget bahwa saya sebagai orangtua anak tunggal yang awalnya berpikir bahwa diri saya sudah cukup mengenal anak saya, ternyata hal itu tak terbukti.
Hanya mengenal dari luar saja, itulah yang saya temukan. Nach tulisan ini merupakan sharing yang saya tujukan kepada para mudaer, yang baru saja membangun rumah tangga, atau mereka yang baru saja memiliki buah hati yang masih kecil-kecil agar mengetahui dan mengenal anakmu secara luar dalam.
Apa definisi kenal anak secara luar?
Sebagai orangtua yang sangat gembira, senang karena saya menikah di usia yang sudah tidak muda lagi. Tetapi atas karunia Tuhan , saya diberikan seorang anak perempuan . Ketika saya diberikan anak perempuan, saya dan suami masih bekerja. Kami mempercayakan anak kepada seorang perempuan yang sangat saya kenal dan bertanggung jawab dan sayang kepada anak saya.
Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, saya selalu mengikuti perkembangannya. Saya merasa bahwa selama dalam perkembangan itu saya tahu persis siapa anak saya, mulai dari TK, hingga SMA kelas satu. Yang saya kenal dari anak saya adalah phisiknya, makanannya, temannya, hobbinya, teman-temannya.
Pada saat anak sudah mulai batuk sedikit, saya sudah mengkhawatirkan dan mengetahui bahwa dia akan sakit batuk asma berkepanjangan. Dengan batuk, atau pilek, itu tandanya saya harus secepatnya membawanya ke dokter, jika tidak, sakitnya akan berkepanjangan. Selama balita, pekerjaan membawa ke dokter anak hampir dua bulan sekali adalah pekerjaan rutin saya.
Saya tahu persis makanankesukaan anak saya, ayam, hoka bento, ice cream, cokelat. Saya juga kenal dan mengetahui teman-teman dekat anak. Baik itu teman bermain atau teman sekolah. Paling tidak saya tahu persis dengan siapa teman curhat anak saya. Bukan anak yang tidak baik. Mengenal teman anak dengan tahu latar belakang anak itu, orangtuanya.
Hobi anak saya cuman 2, membaca buku-buku komik dan menggambar. Kesukaan gambarnya dari kecil adalah manga. Dimana pun dia suka coret mencoret dengan gambar. Beberapa buku pelajarannya sering terselip dengan gambar manga. Setiap ada ide atau gagasan, tangannya selalu bergerak, menggambarkan apa yang ingin digambarnya.
Jika dia sedang stres, dia terlihat lebih diam, tak mau bicara. Menutup diri dan mukanya mulai cemberut. Dia tak ingin cerita kepada orang lain apa masalahnya. Setelah selesai masalah itu, baru dia mau bercerita.
Apa definisi kenal anak secara dalam?
Seperti yang saya pikir sebelumnya saya telah kenal anak saya secara utuh. Kenyataannya hal ini bukan sama sekali. Saya sangat kaget mengetahui apa yang tak saya ketahui sebelumnya.
Ketika anak akan memilih jurusan di SMA kelas II, dia bingung kepada pilihannya , apakah pilih IPS atau IPA. Menurut anak saya, dia senang beberapa pelajaran di bidang IPS, tetapi ada pelajaran yang tidak disukainya, yang sifatnya hafalan. Sebaliknya, untuk bidang IPA, dia suka sekali semua pelajaran matematika, fisika, kecuali biologi yang menurutnya banyak hafalannya. Kebingunan dalam memilih jurusan ini , membuat saya juga ikut bingung mengarahkan mana yang cocok bagi dirinya.
Untuk mendukung anak saya dalam pemilihan jurusan, saya pergi ke Univeristas Indonesia untuk test jurusan. Disamping test itu saya pergi ke seorang psikolog untuk test yang sama. Di tempat yang sama (psikolog), saya dan anak menjalankan test grafolog (kebetulan psikolog itu juga seorang grafologist).
Secara umum, hasil test jurusan mengatakan apa yang cocok atau sesuai dengan kemampuan anak saya. Namun, untuk test grafology, saya justru sangat kaget karena di sini saya baru mengenal anak secara luar dalam.
Dikatakan bahwa karakter anak saya itu adalah sama dengan karakter saya. Menurut bahasa psikologi, anak “orange”. Seorang anak yang sensitivity sangat kuat, instiusi sangat kuat, butuh penguatan untuk apa yang didambakan dari orang terdekatnya. Bukan justru dibiarkan saja .
Lalu, saya juga diberikan laporan tentang diri saya yang berkaitan dengan anak . Di sinilah saya baru sadar sesadarnya bahwa selama ini saya tidak mengenal karakter, pribadi anak , jiwa anak secara mendalam.
Kekhawatiran saya sebagai orang ibu, berdampak tidak baik bagi anak saya. Dia tidak suka, dan dia sebenarnya juga orang yang punya kekhawatiran sama dengan dirinya , atau bahasa psikolognya “kurang percaya diri”.
Apabila saya selalu mengkhawatirkan dirinya terus, maka anak juga makin tenggalam. Saya baru sadar kenapa dia lebih suka dinasehati oleh ayahnya alih-alih saya sendiri. Ayahnya lebih rasionalis.
Disamping itu saya baru mengenal bahwa kepribadian anak itu sangat sensitif, jika dia bersalah, tidak boleh langsung dituding dengan perkataan pedas: “kamu salah”. Lebih baik jika dengan suatu perkataan yang membangun bagi dirinya : “Jika engkau melakukannya lebih awal atau lebih banyak waktu, kesalahan itu tak terjadi”.
Inilah sebagian kecil yang saya baru sadar, bahwa dengan mengenal anak secara luar dalam, saya dapat mengarahkan pendidikan anak saya, lebih efektif dan bermanfaat baginya sesuai dengan kepribadian dan karakternya. Bahkan saya berhenti memaksakan kehendak saya. Saya lebih memahami apa yang sedang dialaminya, karena dia tipe orang yang tak ingin berbicara sebelum dia coba menyelesaikan dengan caranya sendiri.
Sharing saya ini sangat singkat, tetapi saya percaya bahwa dengan membangun dan mengenal anak luar dalam, kita akan dapat mendidiknya lebih komprehensif dan terarah. Pada akhirnya, hubungan kita sebagai orangtua dan anak akan lebih solid, kuat, dan dekat. Menjadi orangtua yang hebat, tidak mudah, tapi bisa dilakukan jika kita tahu siapa anak kita secara luar dalam.
Bravo!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H