Indonesia telah mencanangkan setiap tanggal 25 Januari sebagai Hari Gizi Nasional. Jika FAO mencanangkan Hari Gizi Nasional sebagai bagian dari agenda yang sangat penting untuk diperingati, maka dapat dipastikan bahwa Gizi yang mencakup negara di seluruh di dunia ini masih dalam keadaan Gizi Buruk.
Benar adanya bahwa masalah gizi buru masih membayangi seluruh dunia. Pada tahun 2010-2012, FAO telah memperkirakan sebanyak 870 juta orang dari 7.1 milliar penduduk dunia atau 1 dari 8 orang menderita gizi buruk. Dan menariknya dari 852 juta penderita di antaranya tinggal di negara-negara berkembang.
Ternyata yang mengejutkan lagi dari sekian penderita gizi buruk, terdapat anak-anak yang merupakan penderita gizi buruk di seluruh dunia.  70% dari dari kasus gizi buruk didominasi oleh Asia, sedangkan sisanya 26% terjadi di Afrika dan 4 persen di Amerika Latin dan Karibia.
Dari kasus gizi buruk, setengahnya yaitu 10,9 juta adalah kasus kematian karena gizi buruk. Akibat yang ditimbulkan dari gizi buruk kepada penyakit lain seperti campak, malaria.  Perlu diingat bahwa akibat gizi buruk itu juga disebabkan oleh diare yang mengurangi kemampuan tubuh mengkonversi makanan menjadi nutrisi.
Pangan
Banyak yang bertanya apakah sumber dari gizi buruk ditimbulkan karena kekurangan supply makanan atau pangan ? Menurut World Hunger, pangan dunia memproduksi 17 persen kalori lebih banyak per orang jika dibandingkan 30 tahun lalu. Jumlah ini masih mencukupi asupan kepada seluruh penduduk dunia dengan rata-rata 2.720 kilo kalori per orang per hari.
Lalu apabila asupan kalori cukup, apa penyebabnya? Ternyata setelah diteliti oleh beberapa nara sumber, Bank Dunia mengestimasikan faktor kemiskinan. 1.345 juta penduduk miskin di negara berkembang hanya berpenghasilan kurang dari 1.25 dollar AS per hari. Hal ini membuat daya beli kurang . Mereka tak bisa membeli makanan dengan gizi yang cukup.
Penyebab lainnya adalah konflik di negara . UNHCRÂ telah mencatat 10 juta pengungsi dari daerah konflik biasanya akan mengalami masalah gizi buruk dan kemiskinan.
Penyebab terakhir adalah banjir, bencana alam, perubuhan iklim. Kunci gizi bruk di suatu wilayah akan terjadi, apalagi dengan adanya pemanasan global, akan terjadi kematian sebesar 300.000.
Bagaimana dengan Indonesia?
Dari data yang dicatat dari Riskesda pada 2014, terdapat 19,6 percen kekurangan gizi. Jumlah ini terdiri dari 5.7 persen balita dengan gizi buruk.
Dilihat dari statistik dari jumlah 33 provisi, terdapat 2 provinsi yang termasuk kategori prevalensi gizi buruk yang tinggi yaitu Papua Brat dan Nusa Tenggara Timur.
Itulah sebabnya MDG 2015 mengusulkan bahwa sasaran 15,5 persen gizi buruk harus diturunkan menjadi 4,1 persent.
Untuk mengetahui status gizi pada kelompok dewasa (lebih dari 18 tahun) dapat diketahui dengan cara prevalansi gizi berdasarkan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT). Kurus memang merupakan indikasinya, tetapi justru statistik menunjukkan bahwa kelompok dewasa didominasi masalah obesitas. Prevalansi obesitas sebesar 14,76 per sent.
Kelebihan berat badan itu juga indikator gizi buruk dan terdapat justru pada usia 35-59 tahun. Ditemukan di Sulawesi Utara (40,54 persen), Kalimantan Timur (35,38 persen), dan DKI Jakarta (34,7 persen).
Mari kita semua memulai hidup dengan pola hidup sehat dan cukup gizi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H